Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Rasisme berulang, aktivis kemanusiaan Papua ancam laporkan tokoh-tokoh nasional
Rasisme berulang, aktivis kemanusiaan Papua ancam laporkan tokoh-tokoh nasional

Papua No. 1 News Portal | Jubi
“Kami mewakili rakyat Papua akan melaporkan kepada kepolisian ujaran rasisme dari tokoh-tokoh bangsa dan negara Indonesia yang saat ini berada dalam kekuasaan,” ungkap Ambrosius Mulait.

RASISME terhadap orang asli Papua (OAP) yang terus berulang, membuat aktivis kemanusiaan Papua, juga mantan tahanan politik anti-rasisme, Ambrosius Mulait, hendak melaporkan tokoh-tokoh nasional Indonesia yang diduga pernah melontarkan ujaran rasisme terhadap OAP.

Kami sedang siapkan dokumen. Kami mewakili rakyat Papua akan melaporkan kepada pihak berwajib ujaran rasisme dari tokoh-tokoh bangsa dan negara Indonesia yang saat ini berada dalam kekuasaan,” ungkap Ambrosius Mulait, yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (AMPTPI) melalui rilis pers kepada Jubi, Sabtu (30/1/2020).

Kelima tokoh yang dimaksud adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X; Hendropriyono; Luhut B. Pandjaitan; Mahfud MD, dan Wakil Walikota Malang, Sofyan Edi Jarwoko.

Belum lama ini, kasus rasisme yang ditujukan pada mantan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, telah menyeret Ambroncius Nababan sebagai tersangka kasus rasial pada Selasa (26/1/2021).

Namun kasus tersebut tidak unik karena telah seringkali terjadi di kalangan OAP, baik di tanahnya sendiri maupun di wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Inisiatif Mulait, yang juga anggota Tim Kemanusiaan untuk Papua terkait kasus penembakan di Intan Jaya, menyasar tokoh-tokoh nasional yang pernah mengeluarkan dugaan ujaran rasisme terhadap OAP.

Kelima orang tersebut secara nyata dan dimuat media-media mainstream telah diduga melakukan tindakan rasialisme terhadap rakyat Papua,” ungkapnya.


Sri Sultan dan tudingan separatis

Pada tahun 2016, Mulait mengatakan pasca pengepungan Asrama Mahasiswa Papua Kamasan di Yogyakarta tanggal 14-16 Juli, Sri Sultan sempat menyebut bahwa tindakan para mahasiswa Papua itu adalah separatisme dan separatis tak punya tempat di Yogyakarta.

Tudingan separatis oleh Sultan itu muncul menanggapi reaksi terhadap rencana mahasiswa asal Papua menggelar unjuk rasa mendukung referendum penentuan nasib sendiri Papua pada 15 Juli 2016. Rencana itu digagalkan polisi dan ormas yang mengepung asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta.

Komnas HAM sempat menyayangkan pernyataan Gubernur DIY itu karena dinilai telah menyudutkan salah satu etnis. Natalius Pigai, yang waktu itu masih menjabat Komisioner KOMNAS HAM menyesalkan pernyataan itu karena tidak jelas ditujukan pada siapa dan ada kecenderungan multitafsir kepada semua orang Papua serta dapat juga ditafsirkan pengusiran secara halus.

Namun Sultan Hamengkubuwono saat itu menolak untuk meminta maaf terkait pernyataannya. Tak ada yang salah, menurut Beliau.

Luhut Pandjaitan ‘usir’ orang Papua

Ambrosius Mulait juga mengingatkan pernyataan Luhut Pandjaitan, pada 19 Februari 2016 yang bernuansa “mengusir” orang Papua yang mendukung keanggotaan ULMWP di Melanesian Spearhead Group (MSG).

Luhut yang waktu itu masih menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan mengirimkan sinyal keras menanggapi pernyataan Benny Wenda yang menyebut organisasinya mendapat dukungan negara-negara Melanesia (MSG).

“Sudah, sana gabung MSG saja. Tidak usah tinggal di Indonesia lagi,” kata Luhut seperti dikutip CNN Indonesia 19 Februari 2016.

“Setelah 45 tahun, Ali Murtopo bicara, orang Papua yang mau merdeka ke Melanesia, pada 2016 ini dari bangsa yang sama, Jenderal Luhut Pandjaitan menghina orang asli Papua,” kata Mulait.

Mengutip artikel di historia.id pada 10 Agustus 2018, Ali Murtopo pernah mengatakan di hadapan anggota Dewan Musyawarah Papua (DMP) di Jayapura bahwa Jakarta tidak tertarik kepada orang Papua melainkan wilayahnya.

Perkataan itu disampaikan Ali Murtopo dalam ingatan seorang pendeta anggota DMP Jayapura bernama Hokojoku, Ali Murtopo mengucapkannya seraya tertawa mencemooh.

“Jika orang Papua ingin mandiri,” kata Ali ditirukan Hokojoku, “Lebih baik bertanya kepada Tuhan apakah Dia bisa memberikan orang Papua sebuah pulau di Pasifik tempat untuk bermigrasi.”

Hendropriyono mau pindahkan OAP ke Manado

Mulait melanjutkan bagaimana purnawirawan Jenderal, mantan Kepala Badan Intelijen Indonesia, Hendropriyono, juga menyampaikan hal senada lewat ide memindahkan sekitar 2 juta penduduk Irian ke Manado dan orang-orang Manado dikirim ke Irian.

Hal itu terungkap dalam potongan video satu menit tanpa tanggal berisi wawancara dengan Hendropriyono yang diunggah di YouTube oleh akun Papuan Rebell HD sekitar tiga pekan lalu.

Dalam video berlabel detik.com tersebut, Hendropriyono mengatakan, “Zaman saya masih mayor di Seskoad dulu jumlahnya gak sampai dua juta apa, seluruh Irian. Makanya saya bilang usul nih, bagaimana kalau dua juta ini kita transmigrasikan, kemana? Ke Manado, dan orang Manado pindahin ke situ (Irian).”

Mahfud MD anggap data tapol sampah

Mulait juga menggugat Menkopolhukam, Mahfud MD, yang pernah mengasosiasikan data tapol Papua itu sebagai sampah.

Mengutip mediaindonesia.com 11 Februari 2020, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemerintah tidak perlu menanggapi serius surat berisi data tahanan politik (tapol) di Papua, yang diserahkan pengacara HAM, Veronica Koman, kepada Presiden Joko Widodo saat kunjungan kenegaraan di Australia.

“Kalau soal itu saya tahu surat seperti itu banyak… Jadi tidak ada urusan Koman (Veronica Koman) itu karena surat yang dibawa banyak. Kalau memang ada, sampah saja lah itu,” kata Mahfud.

Ambrosius Mulait memaparkan dokumen “sampah” yang dimaksud Mahfud MD tersebut berisi data 57 tahanan politik dan 243 warga Papua yang tewas, diduga akibat operasi militer sejak 2018.

“Ungkapan Mahfud MD tersebut menyakiti hati orang Papua,” ungkap Mulait.

Mengutip CNN Indonesia 13 Februari 2020, Mahfud membantah maksud kata sampah yang sempat dia lontarkan, yaitu bukan ditunjukkan kepada dokumen berisi data korban dan tahanan politik Papua, melainkan soal pernyataan bahwa Veronica Koman menyerahkan data tersebut kepada Jokowi.

Wakil Walikota Malang ancam pulangkan mahasiswa Papua

Kemudian Mulait juga mengingatkan pada 15 Agustus 2019 sempat keluar pernyataan Wakil Walikota Malang, Sofyan Edi Jarwoko, yang juga mengancam bakal memulangkan mahasiswa asal Papua ke daerah asalnya.

Ungkapan ini diutarakan Sofyan setelah demo Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia for West Papua di Malang soal referendum Papua.

Namun, mengutip kronologi peristiwa versi malangtimes.com 19 Agustus 2019, Sofyan membantah pernyataannya yang dituding bernuansa rasis, karena pemulangan mahasiswa lain Non Papua juga pernah dilakukan pemkot terkait kasus ketertiban.

“Kalau sampai ada korban masyarakat sipil, kerusakan, dan kerugian itu bisa masuk ranah pidana perusakan. Dan itu akan membahayakan. Nanti dilihat dulu, salah satunya muncul opsi dipulangkan (oknum yang bermasalah ke Papua). Kan kebijakan pemulangan itu juga sudah pernah dilakukan,” kata Wakil Walikota Sofyan.

Ujaran, prasangka, dan tindakan

Ambrosius Mulait dengan tegas mengatakan dugaan ucapan rasisme yang dilakukan tokoh-tokoh nasional itu merupakan kejahatan pidana karena dimulai dari suatu niat (berbasis prasangka ras) yang melukai perasaan orang Papua.

Orang Papua sudah mengalami rasisme dari banyak politisi Indonesia secara sistematis dan masif. Kami meminta pemerintah Jokowi tidak memandang bulu, dalam menegakkan hukum karena ini merendahkan bangsa Papua,” ujarnya.

Dia juga meminta Kepolisian RI sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan rasisme dengan membawanya ke meja peradilan yang jujur dan adil supaya tidak terjadi konflik horizontal di Tanah Papua.

Pasal 2 ayat 2 Deklarasi PBB tentang Ras dan Prasangka Rasial tahun 1978 menyatakan: “Rasisme meliputi ideologi rasis, sikap berprasangka buruk, perilaku diskriminatif, kebijakan struktural dan praktik yang dilembagakan yang mengakibatkan ketidaksetaraan rasial serta kekeliruan gagasan bahwa hubungan diskriminatif antar kelompok dapat dibenarkan secara moral dan ilmiah;  ini tercermin dalam ketentuan diskriminatif dalam wujud  peraturan perundang-undangan dan juga praktik diskriminatif seperti dalam keyakinan dan tindakan anti-sosial; yang menghalangi perkembangan para korban, menyesatkan mereka yang mempercayainya, memecah belah bangsa-bangsa secara internal, menghambat kerjasama internasional dan menimbulkan ketegangan politik antara orang;  bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum internasional dan, akibatnya, sangat mengganggu perdamaian dan keamanan internasional.“ (*

https://jubi.co.id/aktivis-kemanusia...-nasional/amp/
balik rasis ke orang Minang dan Jawa emoticon-Hammer
muhamad.hanif.2Avatar border
franssinagaAvatar border
franssinaga dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
2
1.6K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan