gambar

Sebagai negara bhineka tentu Indonesia memiliki suku yang beraneka ragam. Banyak di antara mereka yang masih mempertahankan adat dan tradisi masing-masing. Bahkan suku-suku ini hidup jauh di pedalaman hutan belantara, mengasingkan diri dari keramaian orang hingga tempat tersebut tidak terkontaminasi dari pihak asing. Indonesia patut berbangga karena memiliki wisata budaya yang sangat indah untuk dinikmati.

Di antara sekian banyak suku Nusantara ini, ada salah satu suku yang namanya sudah masyhur yaitu Suku Baduy. Orang Baduy ini merupakan sebuah suku yang mendiami daerah Banten tepatnya di wilayah Kabupaten Lebak. Suku ini mendiami daerah di bawah kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten. Jaraknya dari pusat kota Rangkasbitung 40 km. Nama suku Baduy sendiri dilekatkan dengan beberapa sebab yakni dulu orang Belanda mempersamakan mereka dengan salah satu suku di Arab hal itu dikarenakan karekteristiknya yang sama yaitu sering berpindah tempat tinggal (Nomaden), penyebab lainnya ialah dikarenakan suku ini mendiami wilayah Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Namun, orang suku tersebut lebih suka menyebut dirinya dengan Urang Kanekes.



gambar

Suku Baduy sendiri terbagi menjadi 3 kelompok yakni Baduy dalam (Tangtu), Baduy luar (Panamping), serta Dangka. Sampai saat ini, yang masih mempertahankan adat secara ketat adalah suku Baduy dalam. Sedangkan Panamping sudah terkontaminasi oleh pihak luar. Perbedaannya terlihat dari pakaian. Jika Baduy dalam mengenakan pakaian berwarna putih dengan ikat kepala warna senada. Lain halnya dengan baduy luar, mereka mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna biru gelap (Warna tarum).

Adat memang sangat dijaga oleh suku Baduy ini. Bahkan soal pernikahan pun mereka memiliki tradisi sendiri. Tata cara perkimpoian telah ditentukan oleh aturan intern suku yang mendiami wilayah Banten ini. Soal jodoh peran orang tua sangat penting, karena merekalah yang kelak akan memilihnya. Setelah merasa cocok, maka kedua keluarga akan bertemu dengan tujuan untuk saling mengenal. Tahap ini dinamakan "Bobogohan". Acara bobogohan ini biasanya ditemani dengan lantunan alat musik kecapi yang dibawa oleh pihak laki-laki.



gambar

Jika sudah ada kesepakatan untuk menikah tahap selanjutnya ialah proses lamaran. Sesuai adat tradisi, calon laki-laki harus melewati 3 proses lamaran. Pertama mempelai pria beserta keluarga harus melapor ke Pu'un (Kepala Adat) dengan membawa daun sirih, pinang, dan gambir secukupnya.  Kemudian sirih, pinang, dan gambir tersebut akan dibawa ke rumah wanita yang dilamar. Tak lupa pula dengan membawa cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas kimpoi, dan ketiga membawa alat rumah tangga dan baju untuk calon mempelai wanita.

Setelah semua proses selesai, maka diadakanlah upacara pernikahan yang hanya boleh diadakan pada bulan kalima, kagenep, katujuh. Penanggalan ini berdasarkan pikukuh, aturan aturan yang sudah digariskan oleh leluhur. 



gambar

Pada prosesi pernikahan mempelai akan mengucapkan kalimat syahadat (Seperti ijab kabul), disaksikan oleh Naib sebagai penghulunya. Dan masyarakat Baduy tidak mengenal pencatatan di KUA karena itu bertentangan dengan tradisi mereka. Namun, yang mengejutkan adalah suku Baduy tidak memperkenankan poligami.

Itulah serba-serbi tentang Banten dengan suku Baduy-nya yang sampai saat ini masih menjaga tradisi budaya para leluhurnya.

Sumber :

1