Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Pemerintah dinilai memainkan istilah dalam masalah Papua
 Pemerintah dinilai memainkan istilah dalam masalah Papua
Jayapura, Jubi – Jurnalis dan film maker, Febriana Firdaus menilai selama ini pemerintah memainkan istilah dalam masalah di Papua.

Ia mengatakan, misalnya tahanan politik (Tapol) disebut tahanan makar, atau Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPB) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB).

“Seakan-akan semua yang berjuang untuk pembebasan Papua adalah kriminal,” kata Febriana Firdaus, saat diskusi daring dan peluncuran laporan “Rasisme di Tanah Papua”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Rabu (27/1/2021).

Menurutnya, padahal dalam beberapa kasus pembunuhan warga sipil di Papua, juga ada yang dilakukan aparat keamanan.

“Apakah itu juga disebut kriminal? Jadi pemerintah tendensius. Saya melihat, [pemerintah] mencoba mendistorsi apa yang dilakukan pihak lain,” ujarnya.

Ia juga mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo pada periode pertama yang membebaskan para Tapol dari Ambon hingga Papua, yang dinggap pencitraan.

Padahal katanya, ketika ia mewawancarai berbagai pihak termasuk Tapol yang bebas, mereka menyatakan tidak pernah mengajukan grasi. Akan tetapi dipaksa bebas dari lembaga pemasyarakatan.

“Pemerintah membuat narasi sendiri. Mengerahkan semua kekuatannya menguasai pemberitaan di media,” ucapnya.


Febri juga mengkritik, pemberitaan beberapa media nasional terkait Papua, yang dinggap tidak dapat melihat dari berbagai sudut pandang.

Misalnya dalam kasus pembunuhan Pendeta Yeremias Zanambani. Katanya, dua media besar di Indonesia menyatakan pembunuhannya adalah kelompok kriminal bersenjata, sesuai rilis aparat keamanan.

“Itu dijadikan judul. Ini menyedihkan. Menjadikan itu seolah fakta. Padahal hasil investigasi [berbagai pihak diduga] pelakunya oknum aparat keamanan. Mestinya yang ditanya pertama [oleh media] adalah saksi,” ujarnya.

Katanya, dalam memberitakan masalah konflik semisal di Papua, wartawan mesti hati-hati dan memberikan porsi kepada pihak lain dalam pemberitaan.

“Sebagai wartawan, kita mesti bisa melihat dari sudut pandang berbeda. Saya lihat teman-teman di media masih banyak belum siap. Banyak editor [media di Jakarta] masih gagap soal itu. Teman teman belum berani keluar dari zona nyaman,” katanya.

Ia mengakui, butuh waktu menyadarkan wartawan Indonesia agar bisa menulis versi orang Papua, atau setidaknya menyandingkannya dengan versi pihak lain.

Ia menambahkan, memang sulit mengharapkan beberapa media tertentu di Indonesia, termasuk di antaranya media besar yang memiliki akses luas.

Sementara itu, pekerja hak asasi manusia atau HAM, Rosa Moiwend mengatakan, pemerintah tidak pernah memiliki niat menyelesaikan masalah di Papua. Hanya berupaya meredam sesat, dan suatu saat akan muncul kembali.

“Masalah tidak diselesaikan, akan tapi hanya diredam dengan pendekatan keamanan, dan suatu saat akan meledak. Hanya mengajak menciptakan damai, tapi damai ini apa. Apakah cara kelompok berkuasa meredam aksi,” ucap Rosa.

Ia mencontohkan, kalau saja ketika kasus ujaran rasisme terhadap mahasiswa asal Papua terjadi di Surabaya, pemerintah dan aparat keamanan segera melakukan penegakan hukum kepada para terduga, situasinya akan berbeda.

“Tidak akan pecah [demonstrasi di berbagai wilayah Papua dan Papua Barat]. Akan tetapi kan dibiarkan. Negara ini tidak pernah berani menyelesaikan masalah, sebab ada kelompok yang mendominasi kekuasaan. Keadilan itu takkan pernah ada kalau masih seperti itu,” ujarnya. (*)
https://jubi.co.id/pemerintah-dinila...lah-papua/amp/
Wajar kalau TNPB dan KNPB disebut OPM dan KKB kan ?


muhamad.hanif.2Avatar border
muhamad.hanif.2 memberi reputasi
1
459
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan