- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kesamaan Pemerintahan Jokowi dan FPI


TS
NegaraTerbaru
Kesamaan Pemerintahan Jokowi dan FPI
Spoiler for Siswi-siswi SMKN 2 Padang:
Spoiler for Video:
Sebuah sekolah negeri di Padang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Semuanya bermula dari viralnya video berdurasi 15 menit 24 detik yang dibagikan akun Facebook Elianu Hia, yang kemudian diunggah ulang ke sejumlah kanal di YouTube.
Video tersebut mengisahkan argumen antara Elianu Hia, seorang orang tua murid non-muslim di SMKN 2 Padang dengan pihak sekolah soal kewajiban siswi untuk mengenakan jilbab di lingkungan sekolah. Elianu melayangkan protes sebab keluarga mereka adalah non-muslim sehingga tidak seharusnya turut menggunakan jilbab di sekolah kejuruan tersebut.
Sementara pihak sekolah berargumen jika aturan berjilbab memang sudah menjadi aturan sekolah itu sejak dahulu dan Elianu Hia pun telah menandatangani kesepakatan dengan pihak sekolah bahwa anaknya akan mematuhi semua peraturan yang berlaku di SMKN 2 Padang.
Kasus ini menjadi viral, dan pihak sekolah mendapat tekanan dari berbagai pihak, mulai dari Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga pihak-pihak sekuler pengagung ‘multikulturalisme’ dan anti ‘intoleransi’.
Sumber : Tribunnews[Siswi Non Islam SMKN 2 Padang Wajib Pakai Jilbab, Respons Komnas HAM, KPAI, hingga Kemendikbud]
Bahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwasannya pemerintah tidak akan memaklumi guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam hal intoleransi. Menteri Nadiem juga meminta pemerintah daerah memberikan sanksi yang tegas atas pelanggaran disiplin tersebut bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat. Termasuk kemungkinan menerapkan pembebasan jabatan.
Sumber : Republika [Jilbab SMKN 2 Padang, Nadiem: Pemerintah tidak Maklumi]
Padahal aturan yang telah berlaku selama belasan tahun di SMKN 2 Padang itu tak menjadi masalah bagi minoritas non muslim lainnya yang bersekolah di sana. Sekedar atribut fashion jilbab tak akan mengubah keyakinan non muslim. Salah satu siswi, Elisabeth Angelia Zega bercerita bahwa ia telah memakai kerudung untuk pergi ke sekolah sejak SMP. "Tidak ada unsur paksaan. Dan saya juga sudah dari SMP memakai jilbab ini," kata Elisabeth Angelia Zega di SMKN 2 Padang, 25 Januari 2021 lalu. Dia mengaku tak keberatan dan merasa tak dirugikan dengan mengenakan pakaian yang membuat dirinya serupa dengan siswi beragama Islam. Menurutnya, keimanannya tak terganggu hanya karena menggunakan jilbab. Elizabeth bisa saja mengusulkan kepada pihak sekolah supaya dapat memakai pakaian yang tidak memakai jilbab, tapi ia tidak melakukan hal itu.
Siswi lainnya, Eka Maria Putri Waruwu mengatakan jilbab yang dipakainya ke sekolah hanyalah bagian dari seragam sekolah. Dia mengatakan tidak ada pengaruh penggunaan jilbab dengan keimanannya sebagai Kristen.
Sumber : Detik [Cerita Sejumlah Siswi Nonmuslim di SMKN 2 Padang Pilih Berjilbab ke Sekolah]
Namun video tersebut telah terlanjur viral dan dibesar-besarkan sehingga memberikan tekanan yang hebat terhadap pihak sekolah. Hal yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan terlanjur menjadi perhatian. Tekanan yang hebat dari pemerintah pusat maupun penggiat ‘multikulturalisme’ pun menyebabkan Kepala SMKN 2 Padang, Rusmadi menyampaikan permintaan maaf.
Sumber : CNN Indonesia [Siswi Disuruh Berjilbab, Kepala SMKN 2 Padang Minta Maaf]
Permintaan maaf Kepala SMKN 2 Padang justru menunjukkan bahwa pihak pendukung pemerintah pusat yang mengagung-agungkan ‘multikulturalisme’ telah gagal paham definisi dari multikulturalisme itu sendiri. Sebab pemerintah telah menekan bahkan akan menghapus aturan di daerah yang merupakan buah hasil kearifan lokal yang dianut masyarakat di daerah tersebut. Tekanan terhadap pihak sekolah menunjukkan kacamata Jakarta hendak diterapkan secara universal di seluruh wilayah Indonesia tanpa memandang batas adat istiadat.
Kewajiban seragam sekolah dengan atribut jilbab termasuk bagi non-muslim di Sumbar telah berlangsung 15 tahun. Kebijakan menggunakan jilbab di SMKN 2 Padang bukanlah intoleransi, karena kebijakan ini merupakan bagian dari pengembangan Permendikbud sesuai nilai kearifan lokal masing-masing wilayah. Nilai yang telah tertanam kuat di masyarakat Sumbar yang memiliki kultur Islami.
Tapi nyatanya protes salah satu non-muslim terhadap nilai komunitas kultur Islami Padang lebih diutamakan ketimbang keharmonisan mayoritas Islam di ranah minang itu. Tak sadarkah, bahwa hal yang dilakukan pemerintahan Jokowi serta pendukung istana tak ada bedanya dengan yang dilakukan FPI Rizieq Shihab?
Mari kita ubah posisinya agar pembaca dapat memahami mengapa penulis beragumen bahwa yang dilakukan pemerintahan Jokowi serupa dengan yang dilakukan FPI. Andaikata Pemerintahan Jokowi menjadi sekelompok minoritas liberal sekuler, sebuah ormas yang mengagungkan toleransi dan multikulturalisme dengan kacamatanya sendiri. Andaikan pula DKI Jakarta adalah sebuah kota dengan nilai keislaman yang sangat kuat, sebuah kota yang harmonis dengan berbagai aturan yang kental dengan nuansa agama Islam.
Ormas liberal sekuler ini rupanya tidak suka dengan kondisi Jakarta yang menerapkan nilai Islami dengan ketat karena tidak sesuai dengan versi kebenaran mereka. Maka ormas liberal ini pun melakukan sweeping dan memaksa kondisi DKI agar sesuai dengan keinginan visi dan misi ormas tersebut. Keharmonisan di Jakarta pun goncang, orang-orang mayoritas di DKI yang memiliki nilai Islami kuat menjadi tidak nyaman dan terganggu. Akhirnya yang terjadi adalah, ormas itu pun dibubarkan.
Kisah yang tak asing bukan? Serupa tapi tak sama dengan sikap ormas garis keras pimpinan Rizieq Shihab terhadap DKI Jakarta yang sedari dulu telah menanamkan nilai sekulerisme dan toleransi beragama khas Jakarta. Ingat, FPI mencoba mengubah kebijakan satu kota seperti DKI Jakarta agar mengikuti kemauan FPI yang minoritas terhadap mayoritas DKI yang sekuler.
Hal inilah yang gagal dipahami para pendukung istana. Pemerintahan Jokowi menjadi serupa dengan FPI karena membebaskan hak suatu minoritas terhadap nilai yang berlaku di mayoritas lain.
Penulis menolak minoritas FPI memaksakan penerapan syariah di Bali. Penulis pun menolak minoritas pengajian Jafar Umar Thalib memaksakan pengajian saat perayaan umat Kristiani di Papua. Sebab jika minoritas diperbolehkan melanggar nilai yang menjadi ketetapan suatu komunitas maka kita harus ikhlas jika ada pengunjung room karaoke menggelar pengajian. Kita harus ikhlas ketika minoritas muslim di Manado menerapkan larangan makan babi untuk seluruh wilayah Sulawesi Utara. Kita harus ikhlas jika ada dari keturunan kita (misalnya laki-laki) yang memiliki gejala kelainan LGBT, mendesak untuk memakai rok ke sekolah.
Diubah oleh NegaraTerbaru 27-01-2021 19:27




tien212700 dan yeduoka memberi reputasi
2
745
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan