Selama ini yang banyak dibahas adalah problematika serta progresivitas pendidikan anak non-ABK alias anak normal pada umumnya.

Bagaimana dengan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK)? Ya, hampir di mana-mana kesannya seperti dipandang sebelah mata.

Walaupun berkebutuhan khusus, anak ABK tetap berhak mendapat kehidupan layak seperti anak normal, termasuk dalam hal pendidikan.

Hanya saja, jika anak normal mungkin yang dipelajari saat di sekolah adalah seputar calistung (membaca-menulis-berhitung) dan mengerjakan tugas seperti soal essay maupun pilihan ganda (kognitif), maka beda lagi dengan anak ABK yang lebih banyak memberikan pengajaran keterampilan motorik dan terapi perilaku serta kemandirian.



Di suasana pandemi yang beberapa waktu belakangan diterapkan protokol kesehatan (prokes) dengan ketat, anak-anak normal bisa sekolah melalui daring atau online dengan bimbingan orangtua di rumah, sementara anak ABK?

Haruskah sekolah ABK dilaksanakan secara daring?


Fyi, ada beberapa jenis ABK yang perlu GanSis ketahui, nih. Di antaranya seperti Down Syndrome, Autisme, ADHD, Cerebral Palsy (CP), dan lain-lain.

Kendala anak-anak ABK biasanya ada pada konsentrasi, interaksi sosial, wicara, perilaku, keaktifan yang berlebih, mengulang-ngulang kegiatan sama yang tidak penting, dan lain-lain.

Maka sangat tidak memungkinkan jika sekolah ABK dilakukan secara daring. Selain karena biasanya satu anak ABK ditangani oleh satu terapis yang harus memberikan pengarahan secara langsung, terapi perilaku yang diajarkan kepada anak ABK juga tidak bisa terjeda, sebab mereka bisa lupa dengan pembiasaan kemandirian yang diajarkan di tempat terapi/sekolah. Karena untuk membentuk kebiasaan baik serta kemandirian ABK, perlu pembentukan secara konsisten dan tak terjeda.



So, meski pandemi berlangsung dan sekolah-sekolah umum terpaksa dilakukan secara online, sekolah ABK bagi adik ane yang kebetulan didiagnosa autisme tetap dilaksanakan, tetapi tetap dengan menerapkan prokes, seperti menggunakan masker, mencuci tangan dengan handsanitizer dan diukur suhu tubuhnya dengan thermo gun saat hendak memasuki pintu sekolah, dan mandi sepulang sekolah.

Ya, meski mengajarkan anak ABK untuk mematuhi prokes tentunya tidak semudah mengajari anak normal, tetapi memberi contoh dan pembiasaan membuat mereka terbiasa mencuci tangan dan menggunakan masker, tanpa perlu tahu Covid-19 itu makhluk jenis apa, dan tanpa perlu tahu alasan mengapa belakangan harus pakai masker, mencuci tangan, serta diperiksa suhu tubuhnya.



Anak-anak ABK itu sudah terbiasa menerapkan prokes. Dengan membiasakan mematuhi prokes, sama halnya mengajarkan kedisiplinan baik kepada mereka.

Kesimpulannya; hikmah adanya pandemi Covid-19 bagi sekolah ABK adalah membiasakan anak-anak ABK untuk menjaga kesehatan serta kebersihan diri.