Kebahagiaan kerap kali timpang tindih bersama dengan kesedihan.
seperti lampu dan terangnya,
seperti ombak dan deburnya,
seperti angin dan hembusnya
seperti mentari dan sinarnya,
seperti malam dan gelapnya.

Begitulah kehidupan.
Pagi, bersama hangatnya mentari kita tersenyum dan tertawa.
Siangnya, di tengah terik mentari yang panas membakar, kita sendu dalam sesak.
Lalu menjelang senja ...
Kita tersenyum lagi,
Kita tertawa lagi,
Dan bahagia lagi.

Namun pada dinginnya malam yang sunyi, kita kembali bersedih dan menyedihkan.
Entah sebab malam yang begitu gelap sehingga kita tak melihat, entahlah.

Keesokan harinya kita berpikir tentang hari baru.
Namun malam yang entah apa masih saja sama.
Dingin dan sendu, sepi dan sesak.
Lalu kemanakah kebahagiaan itu,
Apakah digulung ombak hilang ditengah luasnya lautan,
Atau ditelan malam yang pekat musnah bersama kerlip bintang malam, entahlah.
Aku tak tahu.

Yang jelas aku tak pernah tahu, atau mungkin aku memang tak pernah ingin tahu.

Pada akhirnya, beginilah kisah kita selesai.
Pada hari yang semakin sendu, kita menyerah. Meruntuhkan sendiri apa yang telah dibangun, menghancurkan apa yang disusun.
Di labirin yang tak pernah membuat kita saling bertemu. Akhirnya kita keluar pada jalan yang berbeda.
Kau ke kanan aku ke kiri.
Kau ke selatan aku ke utara.

Selamat menempuh hidup baru,
Engkau akan lebih bersinar lagi hari esok, dan selamanya.

Maka, biarlah sekarang kita memilih jalan masing-masing, sampai suatu hari kita menguji takdir. Apakah takdirku untuk mu atau takdirmu untuk ku