- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Panglima TNI Baru Penentu Nasib Pemerintahan Jokowi


TS
NegaraTerbaru
Panglima TNI Baru Penentu Nasib Pemerintahan Jokowi
Spoiler for KSAL dan KSAD:
Spoiler for Video:
Terpilihnya Komjen Listyo Sigit Prabowo, seorang Nasrani menjadi Kapolri secara otomatis akan menyebabkan sikap Polri terhadap kelompok Islam garis keras seperti Rizieq dan PA 212 melunak. Situasi ini kemungkinan akan menyebabkan kelompok sekuler tidak puas dan akan menekan Kapolri yang baru untuk menindak kelompok Islam yang dianggap intoleran.
Tekanan yang tinggi pada institusi Polri bisa saja menyebabkan pihak yang selama ini terkesan keras dengan kelompok Islam di Kepolisian, yakni Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dipimpin Komjen Boy Rafli Amar menjadi jengah. Hal tersebut dapat mengakibatkan friksi di internal Polri sendiri.
Pergesakan ini dapat meluas ke lingkup yang lebih besar. Yakni perpecahan sinergi TNI-Polri. Sebab Kepala BNPT yang sebelumnya termasuk ke dalam bursa calon Kapolri telah memberi sinyal untuk berkolaborasi dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Mungkin saja Komjen Boy Rafli berharap dengan naiknya Jenderal Andika menjadi Panglima TNI maka urusan penanganan terorisme Islam akan tetap berada di Polri. Sementara TNI di bawah pimpinan Jenderal Andika akan fokus pada penanganan terorisme separatis Papua. Apalagi KSAD dan TNI AD memiliki kedekatan dengan Blok Islam. Khususnya pasca KSAD tetap memasukkan Enzo Allie ke dalam TNI AD meski sebelumnya Enzo viral terkait bendera HTI.
Namun jika kita mengurut kacang, pucuk pimpinan TNI selanjutnya setelah Jenderal Hadi Tjahjanto seharusnya dipegang oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono. Ketika Panglima TNI terpilih nantinya adalah KSAL Yudo Margono, maka akan terjadi perebutan wewenang menangani terorisme antara TNI dengan Polri. Latar belakang Angkatan Laut dari calon Panglima TNI Yudo Margono otomatis akan memfokuskan penanganan terorisme di perairan Indonesia. Dengan kata lain, TNI akan memberantas terorisme Islam yang memiliki jaringan dengan Abu Sayyaf di Filipina maupun jaringan teroris Islam lainnya yang dibatasi laut, seperti antara Malaysia maupun Myanmar (Rohingya).
Itulah mengapa pemilihan Panglima TNI baru nanti sangat menentukan kelanjutan dari sinergi TNI-Polri. Sinergi TNI-Polri pula yang menjadi kunci stabilitas politik dan keamanan di Indonesia dapat terus bertahan.
Bursa Panglima TNI baru ini pun makin dipanaskan ketika Presiden Jokowi memberikan sambutan dalam acara Koordinasi Tahunan dan Arahan Presiden mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindakan Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) tahun 2021 secara virtual pada Kamis 14 Januari 2021.
Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi meminta Pusat Pelaporan daan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengoptimalkan peran Satgas Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) untuk mencegah pendanaan terorisme yang dihimpun melalui masyarakat berkedok sumbangan kemanusiaan.
Pernyataan Jokowi menyusul hasil temuan Kepolisian yang menyatakan adanya kotak amal minimarket di Indonesia untuk membiayai teroris Jamaah Islamiyah.
Hal tersebut sekaligus menguatkan fokus Jokowi dalam penanganan terorisme. Yakni penanganan terorisme oleh organisasi radikal yang mengatasnamakan Islam.
Sumber : Suara[Jokowi Minta PPATK Usut Aliran Dana Teroris JI Lewat Kotak Amal Minimarket]
Penangananya tentu saja akan turut melibatkan badan anti terorisme yang berada di bawah atau memiliki hubungan erat dengan Kepolisian, seperti Densus 88 dan BNPT.
Terlebih lagi, Presiden Jokowi telah menetapkan rencana aksi nasional penanggulangan ekstremisme yang mengarah terorisme (RAN PE) periode 2020 – 2024. Rencana aksi itu dituangkan dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2021. Dalam lampiran Perpres 7/2021 tersebut ada tiga strategi yang digunakan untuk mencapai sasaran pelaksanaan RAN PE.
Tiga strategi tersebut adalah:
1. Pencegahan (kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi)
2. Penegakan hukum, Perlindungan Saksi dan Korban, dan Penguatan Kerangka Legislasi Nasional.
3. Kemitraan dan Kerja Sama Internasional.
Dari strategi pencegahan, salah satu fokus capaian RAN PE yakni meningkatkan daya tahan kelompok rentan untuk terhindar dari tindakan ekstremisme dan terorisme (kontra radikalisasi). Untuk itu, perlu adanya optimalisasi peran pemolisian masyarakat (Polmas). Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015, Polmas adalah kegiatan untuk mengajak masyarakat sehingga mampu mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat di lingkungan serta menemukan pemecahan masalahanya.
Oleh karena itu, pelatihan Polmas menjadi tanggungjawab Polri yang berkoordinasi dengan BNPT. Setiap anggota Kepolisian menjadi pengemban Polmas. Sementara pengemban Polmas di desa atau kelurahan adalah Bhabinkamtibmas.
Sumber : Kumparan [Perpres 7/2021: Polisi Latih Warga Cegah Ekstremisme dan Terorisme]
Perpres ini pun menguatkan penanganan radikalisme dan terorisme oleh Kepolisian.
Maka kita bisa bayangkan jika KSAL yang memiliki keunggulan di Perairan Nusantara menjadi Panglima TNI nanti. Jaringan terorisme kelompok Islam radikal yang banyak masuk ke Indonesia melalui jalur laut, akan membuatnya fokus menangani terorisme terhadap kelompok Islam pula. Terjadilah perebutan wewenang antara TNI-Polri.
Beda hal jika posisi Panglima TNI nanti diemban oleh KSAD Andika Perkasa. TNI AD yang Berjaya di daratan akan sangat cocok memberantas terorisme di pedalaman. TNI AD sangat cocok memberantas teroris separatis Papua yang selama ini telah menimbulkan banyak korban dari TNI AD maupun sipil.
Terlebih lagi sudah ada dorongan dari berbagai pihak untuk menempelkan status teroris pada kelompok Papua Merdeka. Mulai dari Puspen TNI sendiri yang telah mengatakan kelompok separatis Papua sebagai teroris, hingga yang teranyar oleh Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP).
Pada Jumat 15 Januari 2021 lalu, Direktur Eksekutif PSKP Efriza mengatakan OPM sudah sangat layak ditautkan sebagai organisasi teroris karena aksi yang selama ini dilakukan bukan hanya memakan korban dari kalangan aparat keamanan tapi juga masyarakat Papua.
Ia mengingatkan aksi teror OPM telah dilakukan terhadap rakyat sipil maupun agama saat membakar pesawat misionaris milik PT MAF pada awal Januari 2021 lalu. Karena itu, Efriza menilai selain menggunakan pendekatan kesejahteraan juga perlu dibarengi dengan pendekatan militer untuk memberikan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat Papua dengan memasukkan OPM sebagai organisasi teroris di PBB.
Ketika OPM menjadi organisasi teroris maka negara yang tergabung dalam PBB tidak mengintervensi penanganan yang dilakukan Indonesia dan juga membatasi ruang gerak OPM karena organisasi teroris tidak akan dapat sumbangan dana dari negara luar. Status teroris akan berimplikasi pada peningkatan konflik oleh OPM karena mereka akan berusaha untuk terus hidup dengan menunjukkan identitas. Guna antisipasinya butuh penguatan militer demi kedamaian negara.
Senada, Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris mengatakan selama ini label teroris selalu ditujukan pada kelompok yang melakukan aksi teror dengan menggunakan simbol keagamaan. Namun masyarakat kurang “aware” pada aksi teror OPM yang berdasarkan politik meski tindakan mereka brutal dan acap kali menyebarkan aksi teror.
Sumber : SindoNews [Pemerintah Diminta Tetapkan Organisasi Papua Merdeka sebagai Teroris]
Bukankah penanganan teroris yang mengganggu stabilitas negara seperti yang dilakukan Kelompok Islam radikal dan Separatis Papua Merdeka sangat tepat jika dilaksanakan secara terpisah? Kepolisian menangani teroris Islam radikal, sementara TNI menangani teroris OPM. Sebuah win-win solution yang tidak menyebabkan perpecahan sinergi TNI-Polri. Win-win solution untuk mempertahankan sinergi TNI-Polri.
Sekarang keputusan ada di tangan Presiden Jokowi. Tinggal pilih, KSAL atau KSAD sebagai Panglima TNI. Jika memilih KSAL maka Indonesia diuntungan dengan tidak adanya tekanan dari dunia internasional terkait kebijakan supremasi sipil imbas Pemilu AS, namun memecah Sinergi TNI-Polri. Sedangkan jika memilih KSAD, maka Indonesia ditekan untuk memecah sinergi TNI-Polri, namun sinergi TNI-Polri dari dalam akan sangat kuat untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan.
Diubah oleh NegaraTerbaru 18-01-2021 22:11


cPOP memberi reputasi
1
571
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan