- Beranda
- Komunitas
- News
- Education
Gary Gilmore dan Kisah "Kelinci Percobaan Hukuman Mati" di Amerika Serikat


TS
diaz420
Gary Gilmore dan Kisah "Kelinci Percobaan Hukuman Mati" di Amerika Serikat

Apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar istilah "hukuman mati"? Seburuk-buruknya vonis hukum yang dilayangkan oleh seorang hakim kepada seorang kriminal. Vonis ini masih menjadi pro dan kontra di seluruh dunia. Di satu sisi, vonis ini bisa memberikan efek jera sekaligus cara untuk "menakuti" orang-orang untuk tidak melakukan aksi kriminal. Namun disisi lain, vonis hukuman mati sangatlah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan dinilai sebagai hukuman paling kejam dan tidak berperikemanusiaan. Indonesia menjadi salah satu dari 52 negara lainnya yang masih menerapkan sistem hukuman mati. Dan tentunya hal tersebut mengundang pro dan kontra. Belakangan ini, kalau kita lihat berita, orang-orang yang divonis hukuman mati di Indonesia, kebanyakan orang yang terlibat dalam kasus narkoba. Dilansir dari detik.com, per tahun 2020 kemarin, sudah ada sebanyak 75 orang narapidana yang dijatuhi hukuman mati. Dan mayoritas kasusnya adalah kasus narkoba.
Itu tadi sekilas fakta mengenai vonis hukuman mati. Nah, di postingan kali ini, ada 1 kisah viral di tahun 70-an di Negeri Paman Sam a.k.a. Amerika Serikat yang kasusnya sampai dimuat di media Internasional. Bahkan, kasus tersebut sampai dijadikan sebuah novel dan diangkat ke layar lebar. Seperti apa kisahnya? Langsung aja…
Spoiler for Siapa itu Gary Gilmore?:
Gary Gilmore, seorang pelaku kriminal asal Amerika Serikat kelahiran McCamey, Texas tanggal 4 Desember 1940. Gary merupakan putra pasangan Frank dan Bessie Gilmore, anak kedua dari 4 bersaudara. Fun fact, Gary ini adalah kakak kandung dari seorang jurnalis musik ternama Amerika bernama Mikal Gilmore.

Sedikit pembahasan soal keluarganya Gary. Frank Harry Gilmore (bokapnya Gary) menikah dengan Bessie Brown (nyokapnya Gary) yang menganut paham Mormonisme. Menurut Wikipedia, Mormonisme adalah istilah yang digunakan untuk menyebut aspek-aspek agama, ideologi, dan budaya dari berbagai denominasi gerakan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Istilah Mormonisme sering digunakan untuk sistem-sistem kepercayaan yang berakar pada Kitab Mormon, sebuah kitab suci yang menurut Mormon diterjemahkan oleh Joseph Smith, Jr. pada 1829.

Saat itu, Gary Gilmore bukanlah nama lahirnya. Gary dilahirkan dengan nama Faye Robert Coffman dengan alasan untuk menghindari hukum setempat yang berlaku (Ane sendiri masih belum paham sama hukum yang dimaksud). Setelah keluarga Gary pindah dari Texas, barulah nama Faye Robert Coffman diganti menjadi Gary Mark Gilmore (nama panjangnya Gary by the way).
Pembohong dan penipu, 2 kata sifat yang pas buat menggambarkan keluarganya Frank. Bahkan sebelum Frank menikah dengan Bessie, ibunya Frank yang bernama Fay (neneknya Gary) bercerita bahwa ayahnya Frank (kakeknya Gary) adalah seorang pesulap ternama di wilayah Sacramento, California. Bessie yang "masih polos" pun mencari tahu kebenarannya. Dari situ, Bessie "menyimpulkan" kalau Frank, calon suaminya itu adalah anak dari Harry Houdini. Pfft…
Yakin??? Mau tahu faktanya?

Faktanya, Frank Harry Gilmore lahir tanggal 23 November 1890, sementara Harry Houdini lahir pada 24 Maret 1874. Kalau dihitung, berarti Harry Houdini baru berusia 16 tahun pas Frank lahir. Apakah Houdini nikah muda? Hmm...mungkin saja. Tapi...Harry Houdini baru jadi pesulap di usia 17 tahun, pada tahun 1891. Satu fakta lagi, Harry Houdini HANYA menikahi Wilhelmina Beatrice Rahner pada tahun 1894. Pernikahan mereka terus langgeng sampai wafatnya Houdini pada tahun 1926. So...what do you think? You think that Fay's story is real? Or…it's a...

Sampai Frank berkeluarga, gaya hidupnya yang penuh dusta pun terus berlanjut. Semasa kecilnya, Gary disuruh oleh sang Ayah untuk berjualan majalah yang isinya penuh dengan informasi hoax. Dan untuk menghindari hal buruk yang mungkin terjadi kedepannya (misal diburu massa atau Polisi karena menyebarkan informasi palsu), keluarga Gary sering pindah-pindah rumah di Amerika Serikat "palebah kulon" (Barat dalam bahasa Sunda maksudnya).
Selain itu, menurut Mikal Gilmore, Ayahnya adalah seorang yang kasar dan temperamental. Ia kerap kali memarahi, memaki dan menyiksa anak dan istrinya sendiri. Oh ya, buat kalian yang mungkin masa kecilnya pernah "merasakan jepretan ikat pinggang Bapak", kalian nggak sendirian cuy. Sebab semua anaknya Frank juga pernah mengalaminya. Tapi, dalam beberapa kesempatan, Frank pernah memukul anaknya dengan pisau cukur yang biasa dipakai oleh tukang cukur. Yang kaya gini nih…

Dan satu lagi...Frank juga kerap menyiksa anak-anaknya menggunakan pecut. Ya, kalian nggak salah baca. Pokoknya kalau kalian nakal, nanti dipecut sama Bapak…
"Tidak ada asap kalau tidak ada api", tentunya ada penyebab utama dari sikap Frank yang seperti itu terhadap keluarganya. Jawabannya sangat sederhana. Benda inilah penyebabnya…

Ya, alkohol. Menurut Mikal, Ayahnya ini adalah seorang pemabuk berat. Jadi itulah penyebabnya. Nah, karena sifatnya ini, hubungan antara Gary dan Ayahnya sangatlah tidak harmonis. Puncaknya, ketika Gary mulai remaja, Ia menemukan akte kelahiran miliknya yang masih menggunakan nama lamanya, yakni Faye Robert Coffman. Gary pun "berkesimpulan" bahwa dirinya adalah...mmmm...anak pungut atau anak haram mungkin? Pokoknya Gary yang mengetahui fakta tersebut langsung "angkat kaki" dari rumah. Meskipun Ibunya sudah mencoba untuk menjelaskan semuanya, namun Gary tidak mau tahu. Ia pun cabut dari rumah dan tinggal bersama temannya di Texas. Tapi pada akhirnya, setelah beberapa bulan cabut dari rumah, Gary kembali pulang.

Mikal Gilmore
Si bungsu dari 4 bersaudara, adik dari Gary Gilmore
Si bungsu dari 4 bersaudara, adik dari Gary Gilmore
Sedikit pembahasan soal keluarganya Gary. Frank Harry Gilmore (bokapnya Gary) menikah dengan Bessie Brown (nyokapnya Gary) yang menganut paham Mormonisme. Menurut Wikipedia, Mormonisme adalah istilah yang digunakan untuk menyebut aspek-aspek agama, ideologi, dan budaya dari berbagai denominasi gerakan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir. Istilah Mormonisme sering digunakan untuk sistem-sistem kepercayaan yang berakar pada Kitab Mormon, sebuah kitab suci yang menurut Mormon diterjemahkan oleh Joseph Smith, Jr. pada 1829.

Joseph Smith Jr.
Bapak Mormonisme
Bapak Mormonisme
Saat itu, Gary Gilmore bukanlah nama lahirnya. Gary dilahirkan dengan nama Faye Robert Coffman dengan alasan untuk menghindari hukum setempat yang berlaku (Ane sendiri masih belum paham sama hukum yang dimaksud). Setelah keluarga Gary pindah dari Texas, barulah nama Faye Robert Coffman diganti menjadi Gary Mark Gilmore (nama panjangnya Gary by the way).
Pembohong dan penipu, 2 kata sifat yang pas buat menggambarkan keluarganya Frank. Bahkan sebelum Frank menikah dengan Bessie, ibunya Frank yang bernama Fay (neneknya Gary) bercerita bahwa ayahnya Frank (kakeknya Gary) adalah seorang pesulap ternama di wilayah Sacramento, California. Bessie yang "masih polos" pun mencari tahu kebenarannya. Dari situ, Bessie "menyimpulkan" kalau Frank, calon suaminya itu adalah anak dari Harry Houdini. Pfft…
Yakin??? Mau tahu faktanya?

Quote:
Para pembaca be like :


Faktanya, Frank Harry Gilmore lahir tanggal 23 November 1890, sementara Harry Houdini lahir pada 24 Maret 1874. Kalau dihitung, berarti Harry Houdini baru berusia 16 tahun pas Frank lahir. Apakah Houdini nikah muda? Hmm...mungkin saja. Tapi...Harry Houdini baru jadi pesulap di usia 17 tahun, pada tahun 1891. Satu fakta lagi, Harry Houdini HANYA menikahi Wilhelmina Beatrice Rahner pada tahun 1894. Pernikahan mereka terus langgeng sampai wafatnya Houdini pada tahun 1926. So...what do you think? You think that Fay's story is real? Or…it's a...

Sampai Frank berkeluarga, gaya hidupnya yang penuh dusta pun terus berlanjut. Semasa kecilnya, Gary disuruh oleh sang Ayah untuk berjualan majalah yang isinya penuh dengan informasi hoax. Dan untuk menghindari hal buruk yang mungkin terjadi kedepannya (misal diburu massa atau Polisi karena menyebarkan informasi palsu), keluarga Gary sering pindah-pindah rumah di Amerika Serikat "palebah kulon" (Barat dalam bahasa Sunda maksudnya).
Selain itu, menurut Mikal Gilmore, Ayahnya adalah seorang yang kasar dan temperamental. Ia kerap kali memarahi, memaki dan menyiksa anak dan istrinya sendiri. Oh ya, buat kalian yang mungkin masa kecilnya pernah "merasakan jepretan ikat pinggang Bapak", kalian nggak sendirian cuy. Sebab semua anaknya Frank juga pernah mengalaminya. Tapi, dalam beberapa kesempatan, Frank pernah memukul anaknya dengan pisau cukur yang biasa dipakai oleh tukang cukur. Yang kaya gini nih…

Dan satu lagi...Frank juga kerap menyiksa anak-anaknya menggunakan pecut. Ya, kalian nggak salah baca. Pokoknya kalau kalian nakal, nanti dipecut sama Bapak…
"Tidak ada asap kalau tidak ada api", tentunya ada penyebab utama dari sikap Frank yang seperti itu terhadap keluarganya. Jawabannya sangat sederhana. Benda inilah penyebabnya…

Ya, alkohol. Menurut Mikal, Ayahnya ini adalah seorang pemabuk berat. Jadi itulah penyebabnya. Nah, karena sifatnya ini, hubungan antara Gary dan Ayahnya sangatlah tidak harmonis. Puncaknya, ketika Gary mulai remaja, Ia menemukan akte kelahiran miliknya yang masih menggunakan nama lamanya, yakni Faye Robert Coffman. Gary pun "berkesimpulan" bahwa dirinya adalah...mmmm...anak pungut atau anak haram mungkin? Pokoknya Gary yang mengetahui fakta tersebut langsung "angkat kaki" dari rumah. Meskipun Ibunya sudah mencoba untuk menjelaskan semuanya, namun Gary tidak mau tahu. Ia pun cabut dari rumah dan tinggal bersama temannya di Texas. Tapi pada akhirnya, setelah beberapa bulan cabut dari rumah, Gary kembali pulang.
Spoiler for Jejak Kriminal:
Di usianya yang ke-14, Gary sudah melakukan aksi kriminalnya. Kejahatan pertama yang Ia lakukan adalah melakukan pencurian klakson mobil. Gary pun ditangkap setelahnya. Karena usianya yang masih di bawah umur, Ia dikembalikan kepada orang tuanya dan hanya diberikan peringatan. 2 minggu setelahnya, Gary kembali beraksi dengan melakukan kejahatan serupa. Guna memberikan efek jera, Gary dimasukkan ke tempat rehabilitasi selama setahun. Et dah, ni bocah bukannya tobat atau begimana…
Pada tahun 1960, saat Gary berusia 20 tahun, Ia kembali ditangkap Polisi karena kasus yang sama (pencurian di sebuah mobil). Ia pun kembali masuk ke pusat rehabilitasi dan dibebaskan beberapa bulan setelahnya.
Awal dekade 1960-an menjadi masa-masa yang sangat berat bagi Gary. Di tahun 1961, Gary mendapat kabar bahwa Ayahnya, Frank didiagnosa menderita kanker paru-paru. Frank meninggal dunia di bulan Juli 1962. Saat itu, Gary sedang dipenjara akibat kasus berkendara ugal-ugalan. Walaupun hubungannya dengan sang Ayah tidak harmonis, namun saat Ia mendapat kabar kematian sang Ayah dari salah satu sipir penjara, Gary merasa sangat depresi dan sangat kehilangan. Ia kedapatan mencoba untuk bunuh diri di dalam sel tahanannya dengan cara memutuskan urat nadinya, beruntung Gary mengurungkan niatnya itu.
Sepeninggal sang Ayah, sikap Gary menjadi semakin liar dan tak terkendali. Puncaknya pada tahun 1964, Gary lagi-lagi harus menginap di hotel prodeo dan mendapatkan hukuman 15 tahun penjara atas kasus penyerangan dan perampokan. Pada tahun 1972, Gary dibebaskan secara bersyarat dan diharuskan untuk menghabiskan waktunya di sebuah Rumah Singgah di kawasan Eugene, Oregon dan diwajibkan untuk mengikuti kursus seni. Namun, Gary yang bandel malah kembali melakukan aksi kriminalnya. Ia kembali dipenjara sebulan setelah Ia bebas atas kasus perampokan. Pada masa tahanannya kali ini, Gary menjadi "biang kerok" di Lapas. Akhirnya, Ia pun dipindahkan ke penjara lain dengan tingkat keamanan maksimum.
Di tahun 1976, Gary kembali bebas bersyarat. Setelah bebas, Ia tinggal dengan sepupu jauhnya yang bernama Brenda Nicol. Tujuan Brenda mengajak Gary tinggal di rumahnya adalah karena Brenda ingin menolong Gary agar terbebas dari "godaan setan" yang ada di dalam dirinya (istilah kerennya "The Personal Demon"). Untuk menolong saudaranya, Brenda memasukkan Gary ke tempat kerja Ayahnya (Pamannya Gary) yang bernama Vern di sebuah toko sepatu sebagai buruh. Sayangnya, usaha Brenda tidak membuahkan hasil. Gary kembali mengikuti "hati nuraninya" sebagai seorang kriminal dengan melakukan pencurian, mabuk-mabukan dan membuat keonaran.
Pada usianya yang sudah menginjak kepala tiga, Gary nampaknya sadar kalau Ia tidak mungkin terus hidup menjomblo. Ia pun mulai menjalin hubungan dengan seorang wanita bernama Nicole Barrett Baker, seorang janda 2 anak berusia 19 tahun. Ekhem...JaMur…
Bukan...
Bukan juga cuy...
Ya...JAMUR....JAnda di bawah uMUR
Oke lanjut...
Pada awalnya, hubungan mereka berjalan biasa-biasa saja. Tetapi, dengan sifat Gary yang sepertinya mulai "mewarisi" sang Ayah, hubungannya dengan Nicole resmi berakhir.
Pada tahun 1960, saat Gary berusia 20 tahun, Ia kembali ditangkap Polisi karena kasus yang sama (pencurian di sebuah mobil). Ia pun kembali masuk ke pusat rehabilitasi dan dibebaskan beberapa bulan setelahnya.
Awal dekade 1960-an menjadi masa-masa yang sangat berat bagi Gary. Di tahun 1961, Gary mendapat kabar bahwa Ayahnya, Frank didiagnosa menderita kanker paru-paru. Frank meninggal dunia di bulan Juli 1962. Saat itu, Gary sedang dipenjara akibat kasus berkendara ugal-ugalan. Walaupun hubungannya dengan sang Ayah tidak harmonis, namun saat Ia mendapat kabar kematian sang Ayah dari salah satu sipir penjara, Gary merasa sangat depresi dan sangat kehilangan. Ia kedapatan mencoba untuk bunuh diri di dalam sel tahanannya dengan cara memutuskan urat nadinya, beruntung Gary mengurungkan niatnya itu.
Sepeninggal sang Ayah, sikap Gary menjadi semakin liar dan tak terkendali. Puncaknya pada tahun 1964, Gary lagi-lagi harus menginap di hotel prodeo dan mendapatkan hukuman 15 tahun penjara atas kasus penyerangan dan perampokan. Pada tahun 1972, Gary dibebaskan secara bersyarat dan diharuskan untuk menghabiskan waktunya di sebuah Rumah Singgah di kawasan Eugene, Oregon dan diwajibkan untuk mengikuti kursus seni. Namun, Gary yang bandel malah kembali melakukan aksi kriminalnya. Ia kembali dipenjara sebulan setelah Ia bebas atas kasus perampokan. Pada masa tahanannya kali ini, Gary menjadi "biang kerok" di Lapas. Akhirnya, Ia pun dipindahkan ke penjara lain dengan tingkat keamanan maksimum.
Di tahun 1976, Gary kembali bebas bersyarat. Setelah bebas, Ia tinggal dengan sepupu jauhnya yang bernama Brenda Nicol. Tujuan Brenda mengajak Gary tinggal di rumahnya adalah karena Brenda ingin menolong Gary agar terbebas dari "godaan setan" yang ada di dalam dirinya (istilah kerennya "The Personal Demon"). Untuk menolong saudaranya, Brenda memasukkan Gary ke tempat kerja Ayahnya (Pamannya Gary) yang bernama Vern di sebuah toko sepatu sebagai buruh. Sayangnya, usaha Brenda tidak membuahkan hasil. Gary kembali mengikuti "hati nuraninya" sebagai seorang kriminal dengan melakukan pencurian, mabuk-mabukan dan membuat keonaran.
Pada usianya yang sudah menginjak kepala tiga, Gary nampaknya sadar kalau Ia tidak mungkin terus hidup menjomblo. Ia pun mulai menjalin hubungan dengan seorang wanita bernama Nicole Barrett Baker, seorang janda 2 anak berusia 19 tahun. Ekhem...JaMur…
Quote:
Hah? Jamur? Jamur ini maksudnya?


Bukan...
Quote:
Jamur ini?
Konten Sensitif

Bukan juga cuy...
Quote:
Lah terus Jamur apaan?
Ya...JAMUR....JAnda di bawah uMUR

Oke lanjut...
Pada awalnya, hubungan mereka berjalan biasa-biasa saja. Tetapi, dengan sifat Gary yang sepertinya mulai "mewarisi" sang Ayah, hubungannya dengan Nicole resmi berakhir.
Spoiler for Akhir Kisah, Persidangan dan Eksekusi:
Tanggal 19-20 Juli 1979 adalah saat-saat terakhir Gary melakukan aksi kriminalnya. Kita mulai di suatu malam pada tanggal 19 Juli 1979. Kala itu, Gary melancarkan aksinya dengan merampok seorang pegawai pom bensin bernama Max Jensen. Setelah puas merampok Jensen, Gary dengan sadis menembak mati Jensen di tempat menggunakan pistol kaliber .22 miliknya. Peristiwa tersebut terjadi di kota Orem, Utah. Keesokan malamnya, Gary kembali beraksi dengan mengarah seorang pemilik motel di kota Provo, Utah, bernama Bennie Bushnell. Bushnell bernasib sama dengan Jensen, dirampok dan ditembak mati. Dari sinilah kesialan dimulai. Saat hendak menembak Bushnell, Gary tidak sengaja menembak tangannya sendiri. Akibat luka tembaknya itu, Ia meninggalkan jejak darah yang menjadi bukti paling konkret dari aksi kriminalnya.
Setelah itu, Gary pergi ke sebuah bengkel yang berada tak jauh dari TKP. Ia meminta sang montir yang bernama Michael Simpson untuk memperbaiki kendaraan yang Ia gunakan untuk melakukan aksi kejinya. Simpson pun melakukan tugasnya, sementara Gary pergi ke sebuah telepon umum untuk menelepon Brenda, sepupunya. Ia menjelaskan semuanya kepada Brenda dan memintanya untuk membawakan perban dan pereda rasa sakit untuk mengobati lukanya. Di tengah pekerjaannya, Simpson mendengar kabar dari radio Polisi tentang sebuah aksi penembakan yang berlokasi tidak jauh dari bengkelnya. Setelah mendengarkan dengan seksama, Simpson sadar bahwa Ia sedang melayani si pelaku penembakan. Ia diam-diam mencatat nomor plat kendaraan Gary dan langsung menelpon Polisi. Di tengah pembicaraannya dengan Polisi, Ia melihat Gary membuang senjatanya di balik semak-semak. Kembali ke sisi Gary, Ia pun selesai berbicara dengan Brenda. Brenda berkata kalau Ia akan segera datang untuk membawakan perban dan obat yang diminta sepupunya. Tetapi, bukannya Brenda yang datang, melainkan aparat Kepolisian. Setelah mendapat telepon dari sepupunya, Brenda segera menelpon Polisi dan melaporkan aksi kriminal sepupunya itu. Tanpa perlawanan, Gary langsung menyerahkan dirinya kepada Polisi.
5 Oktober 1976, hari pertama dari persidangan kasus penembakan yang dilakukan oleh Gary digelar. Pihak berwenang hanya memproses kasus pembunuhan Bennie Bushnell saja, sementara kasus pembunuhan Max Jensen tidak dibawa ke meja hijau dengan alasan kurangnya bukti. Dalam persidangan, Gary menunjuk 2 orang pengacara, Michael Esplin dan Craig Snyder. Persidangan kasus tersebut hanya berlangsung selama 2 hari saja, karena pihak berwenang sudah mengantongi bukti-bukti yang valid. Hakim pun menjatuhi vonis hukuman mati kepada Gary.
Sebetulnya, Gary merasa keberatan semasa persidangan. Alasan sikapnya yang tidak terkontrol menjadi landasan utama dibalik tuntutannya itu. Namun, saat kedua pengacaranya Gary melakukan pemeriksaan terhadap kliennya, dari 4 orang psikiater yang dikirim oleh pengacaranya, mereka semua setuju kalau Gary mengidap ASPD atau Antisocial Personality Disorder, artinya Gary mengidap gangguan kepribadian dimana Ia sama sekali tidak memperdulikan hak asasi milik orang lain dalam jangka waktu yang panjang. Pengidap gangguan kepribadian ini ditandai dengan kurangnya moralitas dan nurani seseorang yang dapat memicu tindakan kriminal. Dengan kata lain, setiap kali Gary melakukan aksi kriminalnya, Dia cuma bersikap bodo amat dan gak peduli sama sekali dengan korban dan dampak lain dari tindakannya itu.
Kemudian, Gary meninggalkan beberapa bukti di TKP, seperti adanya jejak darah dan pistol yang dibuang tak jauh dari TKP. Bahkan, salah seorang pengunjung motel pun melihat jelas perbuatan Gary saat Ia merampok dan membunuh Bushnell. Hasil investigasi FBI juga membuktikan bahwa jejak darah dan pistol temuannya itu berasal dari Gary.
Dalam persidangan, Bessie Brown, Ibu dari Gary merasa keberatan dan menuntut keputusan hakim. Namun, tuntutannya itu tidak mampu menarik perhatian para juri. Dengan demikian, Gary Gilmore resmi dijatuhi hukuman mati dan akan dieksekusi pada tanggal 17 Januari 1977.
Setelah itu, Gary pergi ke sebuah bengkel yang berada tak jauh dari TKP. Ia meminta sang montir yang bernama Michael Simpson untuk memperbaiki kendaraan yang Ia gunakan untuk melakukan aksi kejinya. Simpson pun melakukan tugasnya, sementara Gary pergi ke sebuah telepon umum untuk menelepon Brenda, sepupunya. Ia menjelaskan semuanya kepada Brenda dan memintanya untuk membawakan perban dan pereda rasa sakit untuk mengobati lukanya. Di tengah pekerjaannya, Simpson mendengar kabar dari radio Polisi tentang sebuah aksi penembakan yang berlokasi tidak jauh dari bengkelnya. Setelah mendengarkan dengan seksama, Simpson sadar bahwa Ia sedang melayani si pelaku penembakan. Ia diam-diam mencatat nomor plat kendaraan Gary dan langsung menelpon Polisi. Di tengah pembicaraannya dengan Polisi, Ia melihat Gary membuang senjatanya di balik semak-semak. Kembali ke sisi Gary, Ia pun selesai berbicara dengan Brenda. Brenda berkata kalau Ia akan segera datang untuk membawakan perban dan obat yang diminta sepupunya. Tetapi, bukannya Brenda yang datang, melainkan aparat Kepolisian. Setelah mendapat telepon dari sepupunya, Brenda segera menelpon Polisi dan melaporkan aksi kriminal sepupunya itu. Tanpa perlawanan, Gary langsung menyerahkan dirinya kepada Polisi.
5 Oktober 1976, hari pertama dari persidangan kasus penembakan yang dilakukan oleh Gary digelar. Pihak berwenang hanya memproses kasus pembunuhan Bennie Bushnell saja, sementara kasus pembunuhan Max Jensen tidak dibawa ke meja hijau dengan alasan kurangnya bukti. Dalam persidangan, Gary menunjuk 2 orang pengacara, Michael Esplin dan Craig Snyder. Persidangan kasus tersebut hanya berlangsung selama 2 hari saja, karena pihak berwenang sudah mengantongi bukti-bukti yang valid. Hakim pun menjatuhi vonis hukuman mati kepada Gary.
Sebetulnya, Gary merasa keberatan semasa persidangan. Alasan sikapnya yang tidak terkontrol menjadi landasan utama dibalik tuntutannya itu. Namun, saat kedua pengacaranya Gary melakukan pemeriksaan terhadap kliennya, dari 4 orang psikiater yang dikirim oleh pengacaranya, mereka semua setuju kalau Gary mengidap ASPD atau Antisocial Personality Disorder, artinya Gary mengidap gangguan kepribadian dimana Ia sama sekali tidak memperdulikan hak asasi milik orang lain dalam jangka waktu yang panjang. Pengidap gangguan kepribadian ini ditandai dengan kurangnya moralitas dan nurani seseorang yang dapat memicu tindakan kriminal. Dengan kata lain, setiap kali Gary melakukan aksi kriminalnya, Dia cuma bersikap bodo amat dan gak peduli sama sekali dengan korban dan dampak lain dari tindakannya itu.
Kemudian, Gary meninggalkan beberapa bukti di TKP, seperti adanya jejak darah dan pistol yang dibuang tak jauh dari TKP. Bahkan, salah seorang pengunjung motel pun melihat jelas perbuatan Gary saat Ia merampok dan membunuh Bushnell. Hasil investigasi FBI juga membuktikan bahwa jejak darah dan pistol temuannya itu berasal dari Gary.
Dalam persidangan, Bessie Brown, Ibu dari Gary merasa keberatan dan menuntut keputusan hakim. Namun, tuntutannya itu tidak mampu menarik perhatian para juri. Dengan demikian, Gary Gilmore resmi dijatuhi hukuman mati dan akan dieksekusi pada tanggal 17 Januari 1977.
Spoiler for Kasus Viral dan Adaptasi Pop Culture:
Apa yang membuat kasus ini menarik perhatian media internasional? Kita lihat kembali fakta seputar hukuman mati di Amerika Serikat. 10 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 2 Juni 1967, Luis Monge menjadi orang terakhir yang dieksekusi mati di Amerika Serikat, sebelum keputusan "Furman v. Georgia" diberlakukan di Amerika Serikat. Keputusan tersebut merupakan keputusan dari Pengadilan Negeri Amerika yang melarang keras vonis hukuman mati di sana. Keputusan tersebut hanya berlaku hingga tahun 1976, setelah keputusan "Gregg v. Georgia" yang memperbolehkan kembali vonis hukuman mati di Amerika Serikat disahkan. By the way, Luis Monge ini merupakan terpidana kasus pembunuhan terhadap keluarganya sendiri. Ia membunuh istri dan 3 dari 10 orang anaknya. Alasan kenapa Ia melakukan aksi kejinya adalah karena sang istri memergoki Luis yang memiliki hubungan "incest" (sedarah) dengan putrinya sendiri.
Ironis sekali...Amerika yang sudah berjuang keras untuk mencegah penggunaan vonis hukuman mati di tahun 1972 dengan alasan :
"HUkUm4n mAt1 iTU keJAm & t1d4K bERperIKeManUSIAan"
Eh...4 tahun kemudian…
"Hukuman mati boleh-boleh aja kok…wkwkwkwk…."
Apapun makanannya, minumnya...ludah sendiri…

Amerika Serikat yang dinilai "menjilati ludahnya sendiri" menjadi salah satu penyebab mengapa kasus Gary Gilmore viral. Belum lagi dari media dalam negerinya sendiri yang "kepo" dengan kasus ini (ya iyalah namanya juga media, udah jadi tugasnya dong?) dan beberapa pop cultureyang memanfaatkannya demi cuan dan popularitas. Kasus ini sampai dijadikan sebuah novel yang ditulis oleh Norman Mailer, berjudul "The Executioner's Song" pada tahun 1979. Novel tersebut pun sukses besar dan mulai diadaptasi menjadi sebuah film pada tahun 1982 dengan judul yang sama. Film tersebut diperankan oleh Tommy Lee Jones (pemeran Agent K di "Men In Black) sebagai Gary Gilmore. Film tersebut mengambil kisah dari dibebaskannya Gary pada tahun 1976, saat Ia tinggal di rumah sepupunya, Brenda Nicol sampai hari eksekusinya.


Oh ya, kalian tahu Nike? Itu lho salah satu merek sepatu ternama dunia…

Seperti yang kalian lihat dari gambar di atas kalau Nike punya slogan "Just Do It". Faktanya, slogan tersebut merupakan kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Gary Gilmore sebelum Ia dieksekusi mati. Hal tersebut diakuioleh salah satu pencetus slogan dari Nike tersebut, Dan Wieden.

Oh ya, kisah mengenai keluarga Gilmore ini juga ditulis oleh Mikal Gilmore dalam buku memoar miliknya yang berjudul "Shot in the Heart". Disana Ia menuliskan semua masa lalu keluarganya. Mulai dari awal sebelum orang tuanya menikah, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, sampai masa-masa sepeninggal sang Kakak, Gary Gilmore.

Buku memoar tersebut memperoleh sejumlah penghargaan, seperti "Los Angeles Times Book Prize" dan "National Book Critics Circle Award" pada tahun 1994. Di tahun 2001, buku tersebut diangkat ke layar lebar oleh HBO, diperankan oleh Giovanni Ribisi (pemeran Parker Selfridge di film "Avatar" tahun 2009) sebagai Mikal Gilmore dan Elias Koteas sebagai Gary Gilmore (pemeran Casey Jones di film Kura-Kura Ninja a.k.a. Teenage Mutant Ninja Turtle tahun 1990)


Konten Sensitif

Ironis sekali...Amerika yang sudah berjuang keras untuk mencegah penggunaan vonis hukuman mati di tahun 1972 dengan alasan :
"HUkUm4n mAt1 iTU keJAm & t1d4K bERperIKeManUSIAan"
Eh...4 tahun kemudian…
"Hukuman mati boleh-boleh aja kok…wkwkwkwk…."
Apapun makanannya, minumnya...ludah sendiri…

Amerika Serikat yang dinilai "menjilati ludahnya sendiri" menjadi salah satu penyebab mengapa kasus Gary Gilmore viral. Belum lagi dari media dalam negerinya sendiri yang "kepo" dengan kasus ini (ya iyalah namanya juga media, udah jadi tugasnya dong?) dan beberapa pop cultureyang memanfaatkannya demi cuan dan popularitas. Kasus ini sampai dijadikan sebuah novel yang ditulis oleh Norman Mailer, berjudul "The Executioner's Song" pada tahun 1979. Novel tersebut pun sukses besar dan mulai diadaptasi menjadi sebuah film pada tahun 1982 dengan judul yang sama. Film tersebut diperankan oleh Tommy Lee Jones (pemeran Agent K di "Men In Black) sebagai Gary Gilmore. Film tersebut mengambil kisah dari dibebaskannya Gary pada tahun 1976, saat Ia tinggal di rumah sepupunya, Brenda Nicol sampai hari eksekusinya.


The Executioner's Song

Tommy Lee Jones pemeran Gary Gilmore di film "The Executioner's Song". Salah satu perannya yang terkenal adalah sebagai Agent K di film "Men In Black"
Oh ya, kalian tahu Nike? Itu lho salah satu merek sepatu ternama dunia…

Seperti yang kalian lihat dari gambar di atas kalau Nike punya slogan "Just Do It". Faktanya, slogan tersebut merupakan kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Gary Gilmore sebelum Ia dieksekusi mati. Hal tersebut diakuioleh salah satu pencetus slogan dari Nike tersebut, Dan Wieden.

Dan Wieden, sang pencetus slogan "Just Do It" pada Nike
Oh ya, kisah mengenai keluarga Gilmore ini juga ditulis oleh Mikal Gilmore dalam buku memoar miliknya yang berjudul "Shot in the Heart". Disana Ia menuliskan semua masa lalu keluarganya. Mulai dari awal sebelum orang tuanya menikah, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, sampai masa-masa sepeninggal sang Kakak, Gary Gilmore.

Buku memoar tersebut memperoleh sejumlah penghargaan, seperti "Los Angeles Times Book Prize" dan "National Book Critics Circle Award" pada tahun 1994. Di tahun 2001, buku tersebut diangkat ke layar lebar oleh HBO, diperankan oleh Giovanni Ribisi (pemeran Parker Selfridge di film "Avatar" tahun 2009) sebagai Mikal Gilmore dan Elias Koteas sebagai Gary Gilmore (pemeran Casey Jones di film Kura-Kura Ninja a.k.a. Teenage Mutant Ninja Turtle tahun 1990)

Giovanni Ribisi (kiri) Parker Selfridge di film Avatar tahun 2009 (kanan)

Elias Koteas (kiri) Casey Jones di film Teenage Mutant Ninja Turtle tahun 1990 (kanan)
Yap, itu tadi sekilas tentang kisah Gary Gilmore. Kalau kalian punya pendapat, kritik dan saran, silahkan tulis di kolom komentar. Traktir Ane dengan segelas cendol kalau suka dengan postingan ini, timpuk Ane dengan batu bata kalau kalian menganggap postingan ini tidak menarik. Thanks for coming and see you on the next post.
-Diaz-
Baca juga : Mengenal Wikipedia : Ensiklopedia Online Primadona Para Pelajar
Source : Gary Gilmore






ryuu14 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
3.6K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan