- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sinergi TNI-Polri, Kunci Bertahannya Pemerintahan Jokowi


TS
NegaraTerbaru
Sinergi TNI-Polri, Kunci Bertahannya Pemerintahan Jokowi
Spoiler for Jokowi:
Spoiler for Video:
Presiden Joko Widodo pada akhirnya mengajukan nama tunggal sebagai calon Kapolri pengganti Jenderal Idham Aziz yang akan pensiun. Berdasarkan Surat Presiden (Surpres) yang diantarkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno ke pimpinan DPR pada 13 Januari 2021, Jokowi mengajukan Kabareskrim Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang pernah menjadi ajudannya untuk menjadi pimpinan Polri.
"Karena itu pada hari ini seperti yang saya sampaikan tadi bahwa surpres telah kami terima dari bapak Presiden yang mana bapak Presiden menyampaikan usulan pejabat kapolri yang akan datang dengan nama tunggal yaitu Bapak Listyo Sigit Prabowo yang saat ini menjabat sebagai Kabareskrim," kata Ketua DPR Puan Maharani.
DPR selanjutnya akan memproses surpres tersebut dan memiliki waktu 20 hari untuk menjalankan mekanisme pengambilan persetujuan calon Kapolri. Dengan kata lain, di bulan Februari 2021 nanti, Indonesia akan memiliki Kapolri baru.
Sumber : Suara[Hampir Pasti Listyo, Indonesia Akan Cetak Sejarah Kapolri Agama Katolik]
Namun ada hal yang menarik dari calon Kapolri Listyo. Berbeda dari Kapolri-Kapolri sebelumnya, Komjen Listyo memeluk agama minoritas di Indonesia, yakni Katolik. Sebuah tantangan tersendiri bagi negeri yang mayoritas penduduknya muslim.
Lantas mengapa Presiden Jokowi sengaja memilih calon Kapolri non muslim? Apalagi di tengah panasnya isu pembubaran FPI dan pemidanaan Rizieq Shihab serta penumpasan terorisme oleh BNPT dan Densus 88 yang menyasar kelompok Islam di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sulteng dan Makassar.
Bukankah hal ini hanya akan membuat kelompok Islam yang pro Rizieq makin tidak menyukai pemerintah? Mereka bisa saja menganggap Kapolri yang bukan Islam, tidak akan mampu mengayomi dan memahami kepentingan muslim. Bahkan bisa saja ada yang berpikir, Kapolri non-muslim akan bersikap lebih keras kepada kelompok Rizieq.
Jika kita melihat jabatan Komjen Listyo sebagai Kabareskrim, ia tentu acap kali berurusan dengan kasus yang melibatkan tokoh politik. Oleh karena itu, sebenarnya ia lebih peka membaca situasi politis ketimbang calon kapolri lain.
Ditambah lagi dengan isu agama. Komjen Listyo sadar jika nantinya ia keras terhadap penegakan hukum yang melibatkan kelompok Islam, maka hanya akan jadi bulan-bulanan kelompok Islam. Oleh karena itu, dapat kita prediksi, era Kapolri Listyo nanti akan lebih lunak kepada kelompok Islam, khususnya pendukung maupun simpatisan Rizieq Shihab.
Istana sepertinya telah memperhitungkan hal tersebut dan sengaja memilih Komjen Listyo yang minoritas untuk meredakan tensi dengan kelompok Islam.
Terpilihnya Komjen Listyo sebagai calon Kapolri disambut gembira oleh kelompok Islam sekuler dan pengusung ‘toleransi beragama’ seperti Deny Siregar, Abu Janda, maupun tokoh-tokoh kelompok NU struktural lainnya.
Kita tengok saja cuitan Abu Janda pada 13 Januari 2021 yang mengapresiasi Presiden Jokowi telah memilih calon Kapolri dari umat kristiani. Menurutnya, Presiden Jokowi telah menjaga kebhinekaan di Indonesia. Sebelumnya, Abu Janda juga mengatakan dengan ditunjuknya Komjen Listyo maka setiap anak bangsa maupun agamanya akan mendapat hak yang sama di negeri ini. Ia pun berharap calon Kapolri beragama Kristen tersebut dapat bersinergi dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam memberantas intoleransi di Indonesia.
Sumber : Makassar Terkini [Abu Janda: Fix Indonesia Akan Punya Kapolri dari Umat Kristiani]
Namun, agaknya hanya kekecewaan yang akan didapati Abu Janda cs. Sebab, Komjen Listyo yang memahami situasi politis yang panas antara pemerintah dengan kelompok Islam Rizieq beserta simpatisannya, tidak akan mau bersikap terlalu keras kepada Blok Islam.
Di saat itulah, kelompok Islam liberal akan balik menyerang Kapolri. Mereka akan terus menekan Kapolri yang baru agar menindak kelompok Islam yang dianggap intoleran. Tekanan yang tinggi pada institusi Polri bisa saja menyebabkan pihak yang selama ini terkesan keras dengan kelompok Islam di Polri, yakni Densus 88 dan calon Kapolri lainnya yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menjadi jengah. Hal tersebut dapat mengakibatkan friksi di internal Polri sendiri.
Bahkan pergesakan ini dapat meluas ke lingkup yang lebih besar. Yakni perpecahan sinergi TNI-Polri.
Baru-baru ini Komjen Boy Rafli Amar membagikan potret rapat pertama tahun 2021 di Instagram prribadi miliknya. Hal yang amat menarik perhatian bukanlah unggahan tersebut, melainkan foto profil dirinya bersama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa.
Unggahan tentang rapat pertama oleh Komjen Boy Rafli seolah hanya sebagai pemancing agar kahalayak ramai melihat foto dirinya dengan Jenderal Andika. Potret itu seolah menyiratkan sinergi TNI-Polri bila Komjen Boy Rafli nantinya menjadi Kapolri dan Jenderal Andika menjadi Panglima TNI.
Mungkin saja Komjen Boy Rafli berharap dengan naiknya Jenderal Andika menjadi Panglima TNI maka urusan penanganan terorisme Islam akan tetap berada di Polri. Sementara TNI di bawah pimpinan Jenderal Andika akan fokus pada penanganan terorisme separatis Papua. Apalagi KSAD dan TNI AD memiliki kedekatan dengan Blok Islam. Khususnya setelah KSAD tetap memasukkan Enzo Allie ke dalam TNI AD setelah sebelumnya viral terkait bendera HTI.
Namun jika kita mengurut kacang, pucuk pimpinan TNI selanjutnya setelah Jenderal Hadi Tjahjanto seharusnya dipegang oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono.
Dalam hal penanganan terorisme, agaknya TNI sebentar lagi akan ikut ambil bagian. Buktinya dapat kita lihat dari Perpres pelibatan TNI atasi terorisme yang hingga kini masih dirembukkan dengan DPR. Panglima TNI Hadi pun telah mempersiapkan pasukan khusus untuk menanggulangi teroris yang disebut dengan Koopsus. Sayangnya, jika Panglima TNI selanjutnya yang ditunjuk adalah KSAL Yudo Margono, maka akan bentrok dengan penanganan terorisme oleh Polri.
Telah kita ketahui, selama ini Densus 88 dan BNPT fokus menanganani terorisme yang melibatkan kelompok Islam seperti ISIS maupun JAD. Ketika KSAL naik menjadi Panglima TNI, maka hal yang terjadi adalah perebutan wewenang menangani terorisme antara TNI dengan Polri. Bagaimana tidak, latar belakang Angkatan Laut dari calon Panglima TNI Yudo Margono otomatis akan memfokuskan penanganan terorisme di perairan Indonesia. Dengan kata lain, TNI akan memberantas terorisme Islam yang memiliki jaringan dengan Abu Sayyaf di Filipina maupun jaringan teroris Islam lainnya yang dibatasi laut, seperti antara Malaysia maupun Myanmar (Rohingya).
Perebutan wewenang ini sangat berpotensi memecah sinergi TNI-Polri yang selama ini telah dibangun dengan susah payah. Coba kita bayangkan, saat sinergi TNI-Polri terjaga dengan baik seperti sekarang ini saja, masih ada peristiwa bentrok antara TNI dengan Polri, contohnya di kasus penyerangan Polsek Ciracas tahun lalu. Apalagi jika para Jenderal TNI maupun Polri saling bergesekan.
Padahal Presiden Jokowi telah mewanti-wanti saat peringatan HUT ke-75 TNI tahun lalu. Saat itu Jokowi menekankan sinergi antara TNI-Polri adalah kunci untuk membangun kekuatan pertahanan yang semakin kokoh dan efektif. Senada dengan Presiden Jokowi, Pengamat militer dan intelijen Dr Susaningtyas Kertopati berpendapat optimalisasi sinergi TNI – Polri merupakan hal penting untuk menjaga stabilitas keamanan nasional.
Sumber : Kompas [Singgung Karakter Pejuang, Jokowi Ingatkan Sinergi TNI-Polri]
Sumber : Antara News [Pengamat: sinergitas TNI-Polri penting jaga stabilitas keamanan]
Sinergi antara sipil dan militer harus tetap terjaga. Kini kita bisa bayangkan jika sinergi TNI-Polri pecah. Pecahnya mengakibatkan rapuhnya stabilitas keamanan Indonesia. Ditambah lagi dengan adanya tekanan dari dunia internasional untuk menciptakan kondisi supremasi sipil. Kondisi yang disebabkan oleh kemenangan Demokrat atas Republikan di Pilpres AS 2020.
Ramalan Mbak You tahun 2021 yang membuktikan adanya pesawat Sriwijaya Air membuat penulis waspada akan ramalannya yang lain tentang pergantian presiden di tahun ini. Ada kemungkinan jatuhnya kekuasaan pemerintah salah satunya akibat pecahnya sinergi antara TNI-Polri.
Oleh karena itu, jika pemerintahan Jokowi ingin mempertahankan stabilitas keamanan, maka kuncinya ada di pemilihan Panglima TNI. Jika Jokowi memilih KSAL sebagai Panglima TNI, maka kemungkinan terjadilah perpecahan sinergi TNI-Polri yang disebabkan perebutan wewenang pemberantasan terorisme. Keuntungannya, ketika sinergi TNI-Polri pecah, maka posisi militer di pemerintahan akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali yang mengakibatkan rezim Jokowi tak akan mendapatkan tekanan dari arus politik supremasi sipil AS. Namun konsekuensinya, stabilitas politik dan keamanan dalam negeri jadi hancur. Kondisi tak stabil berujung pada pemakzulan.
Namun jika Presiden Jokowi memilih KSAD sebagai Panglima TNI, maka sinergi TNI-Polri akan tetap terjaga karena Polri dapat fokus menangani terorisme kelompok Islam radikal sedangkan TNI fokus pada teroris separatis Papua. Konsekuensinya, pemerintah akan mendapatkan tekanan dari luar untuk menerapkan supremasi sipil.
Sekarang terserah Presiden Jokowi memilih yang mana. Kedua pilihan ada plus minusnya. Tapi sepertinya hal yang biasa bagi Jokowi. Bukankah selama ini setiap keputusan politik Presiden selalu memilih jalan berduri?
Diubah oleh NegaraTerbaru 15-01-2021 00:11
0
529
8


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan