Kaskus

Story

tettettowetAvatar border
TS
tettettowet
Suami Jahannam
Suami Jahannam





Mas Hadi menghela napas kasar seraya berguling ke sampingku. Tak ada senyum seperti yang ia lakukan saat masih berada di atasku. Sejenak, keraguan muncul dalam hati untuk bertanya lebih. Apa hanya sebatas ini? Dua bulan kepergiannya ke luar kota karena urusan pekerjaan membuatku merasa sedih. Akan segala ucapan tetangga kanan kiri yang terus memojokkan Mas Hadi dengan tuduhan macam-macam. Meski begitu, segala upaya kupastikan jika pria yang menjadi suamiku sudah dua belas tahun lamanya tak seperti itu. Karena satu hal, aku percaya.


Aku percaya sepenuh hati pada pria berbadan ramping di sebelahku ini. Karena dulu, kejujurannya lah yang membuatku menerima lamarannya.


Namun, dua bulan berlalu apa hanya begini sikapnya yang harus kuterima? Di mana masa yang kutunggu melepas rindu dengannya hanya sebatas lenguhan pendek dengan pekikan satu nama tertahan yang sempat kudengar dari bibirnya barusan?



"Mas ...."


"Aku capek, Nani! Tidurlah."


Sejurus kemudian, pria yang kupanggil tersebut membalikkan badan membelakangiku. Serta menarik selimut menutupi hampir seluruh badannya.



Aku sadar jika Mas Hadi masih dalam keadaan capai, dengan begitu aku membiarkannya beristirahat meski dengan seribu tanya berkecamuk dalam kepalaku.



*****



"Keluar, Mas?"



Suamiku hanya menatap sekilas sembari tangannya membetulkan lengan kemeja yang dipakainya, kemudian mengangguk. Aku tersenyum riang, melihat anggukan Mas Hadi.


"Ayo," ucapnya. Membuat hati ini semakin bertambah riang mendengar ajakannya seiring langkah yang mulai kuayun dengan senang.


"Sebentar, Mas. Aku ganti baju sebentar."



"Kemana?"



Kaki yang hendak kulangkahkan dengan niat sedikit berlari berhenti seketika. Memutar badan ke belakang melihat Mas Hadi yang juga sedang menatapku, seolah heran.



"Ayo, buka pagarnya!" ucap Mas Hadi seraya berlalu.



Aku sadar betul, jauh sebelum hari ini aku bukan type perempuan yang mudah cengeng. Bahkan terkesan jarang menangis. Namun, hari ini sifat yang hampir tak pernah keluar dari diriku muncul seketika.


Aku menangis, melihat sikap abai dari Mas Hadi. Perubahannya membuatku terpuruk. Tak peduli jika di luar ia terus membunyikan klakson mobil, mungkin memanggilku dengan secara tidak langsung. Aku tak peduli, karena saat ini yang terlebih penting adalah hatiku.


Aku tak tahu apa yang disembunyikan Mas Hadi. Namun satu hal yang kupastikan, ia bukan suamiku yang dulu. Mengingat semua perubahan yang kerap aku alami semenjak ia pulang dua minggu yang lalu.


Seperti kedekatannya dengan Farez, anak kami satu-satunya. Jika biasanya Mas Hadi paling merindukan Farez saat ia tak ada di rumah, berbeda saat ia kembali kali ini. Farez bahkan merengek meminta digendong oleh Papanya. Namun pria tinggi itu menolak dengan berbagai alasan. Sehingga putra kami satu-satunya itu hanya menangis mengeluh tentang Papanya.



"Nani!"


Suara teriakannya terdengar dari luar, dengan terpaksa membuatku sedikit berlari kecil menuju luar meski dengan air mata yang seakan tak mau berhenti.



"Aku pulang agak malaman. Gausah ditunggu," serunya ketika aku di luar membuka pagar. Kemudian ia berlalu tanpa mengucap kata apapun lagi.



Napas kuhela dengan kasar.




Tuhan ....


Dua belas tahun menikah, apa memang diri ini tak pantas merasakan indahnya cinta?
Diubah oleh tettettowet 06-02-2021 01:17
bukhoriganAvatar border
jiyanqAvatar border
senja87Avatar border
senja87 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
856
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan