Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Kata Pengamat Soal Relawan yang Ngotot Dukung Risma Jadi Calon Gubernur DKI 2022
Kata Pengamat Soal Relawan yang Ngotot Dukung Risma Jadi Calon Gubernur DKI 2022

Kata Pengamat Soal Relawan yang Ngotot Dukung Risma Jadi Calon Gubernur DKI 2022

TEMPO.CO, Jakarta -Terkait nama Mensos Tri Rismaharini atau Risma tengah meroket disebut sebagai calon gubernur DKI, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengingatkan soal tidak adanya pemilihan kepala daerah atau Pilkada pada 2022.

Dia menyebut relawan harus memastikan Undang-Undang Pilkada diubah jika ingin mengusung Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam Pilkada DKI 2022.

"Jadi yang ngotot Risma ingin maju di DKI 2022, ngotot juga ubah UU Pilkada. Prosesnya di DPR dan pemerintah," kata dia saat dihubungi, Minggu, 10 Januari 2021.

Sebelumnya, relawan Pasutri mendukung Risma menjadi calon gubernur DKI 2022. Pasutri merupakan singkatan dari Pasukan Tri Rismaharini.

Masa jabatan Gubernur DKI Anies Baswedan memang habis tahun depan. Namun, Adi menyampaikan, undang-undang saat ini mengatur tidak ada Pilkada pada 2022 dan 2023.

Pilkada akan serentak dihelat pada 2024 bersamaan dengan pemilihan presiden alias Pilpres. Kursi kepala daerah yang kosong pada 2022 atau 2023 akan diisi oleh pelaksana tugas.

"Deklarasi dukung saya kira biasa saja cuma lihat dulu undang-undangnya biar dukungannya tidak sia-sia," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.

Pasutri menilai, Jakarta layak dinahkodai Risma yang kerap blusukan, ketimbang pemimpin yang hanya pandai bicara dan beretorika.
sumber

******

Untuk diketahui bersama, bahwa saat ini sedang ada tarik ulur di Komisi II DPR mengenai Pilkada serentak 2024. Sinyal kemungkinan besar Pilkada serentak 2024 dibatalkan semakin besar. Itu artinya akan ada Pilkada tahun 2022 dan 2023. Jika itu terjadi, maka Anies Baswedan akan dapat mengikuti pemilihan kepala daerah tahun 2022, mengingat Anies adalah kepala daerah hasil pilkada 2017.

Kalau nantinya pilkada serentak tetap digelar tahun 2024, artinya Anies akan menganggur setelah lengser dari kursi Gubernur DKI Jakarta, sebab setelah dia lengser, selama 2 tahun kedepan, kursi Gubernur dan Wakil Gubernur akan diisi oleh Pelaksana Tugas Gubernur yang akan ditunjuk oleh Departemen Dalam Negeri.

Dan sebenarnya hal ini sangat merugikan Anies, sebab dia bisa saja terlupakan dari publik masyarakat Jakarta. Dan itu artinya siapapun yang akan bertarung di pilkada DKI Jakarta 2024 akan sama-sama bertanding dengan tangan kosong, tanpa embel-embel incumbent.

Untuk mensiasati hal ini, maka Anies harus memelihara pendukung, baik itu yang aktif dalam keseharian seperti para pendukung dari kalangan Ormas, maupun para pendukung yang selama ini sangat reaktif di dunia maya, yang terkesan masif sekali jika ada berita soal Aniea yang menjurus negatif atau ada berita yang terkesan merugikan nama Anies.

Di Komisi II DPR sendiri hingga November 2020 menyatakan bahwa ada 2 opsi mengenai pilkada serentak. Opsi pertama adalah bahwa pilkada 2022 dan 2023 tetap diadakan dengan langsung mengadakan Pilkada serentak tahun 2027. Itu artinya kepala daerah hasil pilkada 2023 hanya akan menjabat selama 4 tahun. Ini mengacu pada usulan bahwa pilkada serentak dilakukan diantara 2 pilpres. Sementara opsi lainnya, pilkada 2022 dan 2023 tetap ditiadakan dan mengganti dengan pilkada serentak tahun 2024. Itu artinya seluruh kepala daerah produk pilkada 2020 akan berakhir pada tahun 2024. Dan produk 2017-2018 akan tetap berakhir pada tahun 2022-2023, selanjutnya dijabat oleh pelaksana tugas.

Draf revisi UU Pemilu sendiri belum memutuskan secara tegas soal konsep keserentakan Pemilu. Yang pasti, pilihan tetap mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 55/PUU-XVII/2019. Putusan itu memiliki beberapa variabel keserentakan Pemilu. Dan variabel ini memiliki banyak opsi yang akan dilihat positif negatifnya.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyebut tak ada pilkada pada 2021, 2022, dan 2023 jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Itu artinya tak akan ada pilkada di wilayah signifikan seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tetapi kemungkinan besar UU itu akan tetap direvisi berdasar usulan partai bawah dan partai tengah. Partai-partai besar bisa dipastikan tak akan mau merevisi UU tersebut.

Jadi, dilihat saja di 2021 ini. Apakah UU No.10 tahun 2016 akan direvisi atau tidak? Kalau tidak, Anies dipastikan akan menjadi pengacara. Pengangguran banyak acara.

Kenapa? Karena dia akan sibuk menggalang massa selama 2 tahun hingga 2024. Dan kemungkinan hal itu akan dianggap sepele jika berbicara mengenai dana pribadi. Bukankah selama ini tak pernah ada berita mengenai dana operasional Gubernur? Kan lumayan tuh besarnya. Cukuplah untuk gerilya dan pencitraan selama 2 tahun hingga datangnya pilkada serentak 2024.

Gitu lho.

Diubah oleh i.am.legend. 10-01-2021 15:50
37sanchiAvatar border
2ea5y4m3Avatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
2.2K
38
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan