Hari ini tepat 100 hari kepergian Raina, tapi masih saja aku tak mampu untuk sedetik saja melupakannya. Semua kenangan yang pernah dilalui terasa sangat menyesakan dada, bahkan senyumannya pun masih terasa manis dipelupuk mata.

Raina Citraleka, tiga tahun lamanya kita menjalin asmara. Merenda rindu memupuk cinta. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, banyak hal yang telah kita lalui bersama, banyak suka dan canda yang menghiasi hari dimana saat kita berdua.

Semua yang pernah kau hadirkan, masih tergambar jelas dalam kenangan, semua yang pernah kau berikan, tak lekang oleh masa, kekal dalam ingatan.

Kau pergi begitu cepat, membawa segala pengharapan yang ingin kuwujudkan, takdir dengan hebatnya merenggas semua cita-cita, menyisakan setumpuk kenangan dan batu nisan.

Tanah merah menjadi saksi, luruh kamboja menjadi teman derasnya airmata. Duka yang teramat dalam kurasakan, saat ragamu dikebumikan.

Jika saja waktu itu tak kuturuti maumu, mungkin saja cerita kita akan berbeda, masih bersama-sama dan bahagia.

Kini, hanyalah kenanganmu yang masih setia menemani setiap hari-hariku. Tidak ada lagi canda, tawa, senyum dan tingkah lucumu kala kita bersama.

Jasadmu memang sudah tak mampu kusentuh, tapi segala kenanganmu masih tetap utuh. Kau telah banyak mengajarkan apa itu cinta, kau ukir prasasti di hati ini.

Terimakasih atas waktumu yang berharga dan mencintaiku, terimakasih untuk semua yang pernah kau berikan untukku.

Damailah dalam tidur panjangmu, bermimpilah. Peluk eratlah segala apa yang pernah kita ikat, jadikan itu satu teman pengganti sepi.

Doaku selalu menujumu, pun kuminta kau juga mendoakanku, semoga kelak angin syurga mempertemukan kembali kau dan aku. Damailah kekasihku. Bermimpi indahlah sayang.

Biarlah disini kujadikan kisah kita sebuah legenda, bahwasanya kita pernah duduk bertahtakan mahkota cinta. Dan hujan itu masih kamu di mataku.