Jakarta, CNBC Indonesia - Timor-Leste menjadi negara yang sukses melawan pandemi global virus corona (Covid-19). Menjelang akhir tahun 2020, negara tersebut hanya mencatat total 44 kasus positif, dengan 32 pasien berhasil sembuh, dan tanpa adanya kasus kematian.
Kesuksesan Timor-Leste dapat dianggap luar biasa, sebab fasilitas kesehatan umum di negara tersebut termasuk rapuh. Rumah sakit nasional Dili bahkan hanya memiliki satu ventilator pada Maret lalu. Di sisi lain, aturan jarak sosial, penggunaan masker, serta kebersihan tangan cukup sulit diterapkan di sana.


Rui Graça Feijó, peneliti di Pusat Studi Sosial Universitas Coimbra dan peneliti asosiasi di Institut Sejarah Kontemporer Universitas NOVA Lisbon, menjelaskan mengapa Timor-Leste sukses dalam menekan penyebaran virus dengan nama resmi SARS-CoV-2 ini.

Kunci keberhasilan utama Timor-Leste adalah menutup semua akses dengan dunia luar. Sejak awal Maret, Timor-Leste melarang penerbangan komersial, dengan beberapa pengecualian yang tetap terbatas.

Perbatasan darat dengan Indonesia juga ditutup, hanya dibuka setiap 17 hari sekali untuk maksimal 200 penyeberangan. Karantina wajib 14 hari diperkenalkan untuk beberapa orang yang memasuki negara itu.

Di sisi lain, keberhasilan Timor-Leste dalam mengendalikan pandemi rupanya berjalan seiring dengan perubahan politik di negara tersebut.

Dibangunnya pusat manajemen krisis terpadu, dengan mantan perdana menteri Rui Maria de Araújo di dalamnya, menjadi salah satu upaya untuk memerangi pandemi lainnya. Mereka menyiapkan mesin administrasi yang diperlukan untuk mengkoordinasikan respons terhadap pandemi sebelum menyerahkannya ke kementerian masing-masing.

"Di level politik, pemberantasan Covid-19 memiliki dampak yang cukup serius. Pada Maret 2020, semua partai politik sepakat untuk meminta Presiden Fransisco 'Lu-Olo' Guterres mengumumkan keadaan darurat, menangguhkan beberapa hak politik dan jaminan konstitusional. Tindakan keras itu dianggap perlu untuk melakukan tindakan pengurungan pertama dan mencegah virus memasuki negara tersebut," tulis Feijo dalam laporannya.

Perdana Menteri Taur Matan Ruak, pemimpin Partai Pembebasan Rakyat (PLP), juga mengajukan pengunduran dirinya yang menunggu persetujuan Lu-Olo. Ini menjadi langkah terakhir tarik-menarik antara Presiden melawan Xanana Gusmão, pemimpin kemerdekaan dan tokoh utama partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (CNRT).

"Setelah berhasil merundingkan kembali koalisi pemerintah, Xanana Gusmão diusulkan oleh mayoritas baru di parlemen untuk (sekali lagi) menjadi perdana menteri, meskipun jabatan tersebut secara resmi tidak kosong. Tetapi kebutuhan untuk memerangi pandemi membuat banyak hal tertunda," lanjutnya.

Pada April lalu, konsensus yang mendukung deklarasi keadaan darurat pertama gagal karena CNRT menolak memberikan persetujuannya. Koalisi baru juga tidak menolak perubahan tersebut.

"Taur Matan Ruak menarik pengunduran dirinya dan, secara mengejutkan, membentuk aliansi dengan partai Presiden, Front Revolusioner untuk Timor Timur Merdeka (Fretilin). Untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan, Xanana Gusmão bukan lagi bagian dari lingkaran dalam kekuasaan," paparnya.

Sementara pemerintahannya secara resmi mempertahankan fungsinya, komposisi itu diubah secara radikal dengan menteri baru Fretilin yang menggantikan semua menteri CNRT. Hingga pertengahan Desember, Timor-Leste sudah delapan kali mendeklarasikan keadaan darurat, meski dampak pandemi sudah bisa diatasi.

Meski begitu, beberapa pihak telah mengkritik pemerintah atas tindakan tersebut, termasuk mantan presiden José Ramos-Horta dan pemimpin Fretilin Mari Alkatiri, sebab perubahan tersebut tidak hanya mempengaruhi komposisi pemerintah.

Namun, dengan perubahan politik tersebut, Feijo mengatakan hal ini menjadi langkah awal yang baik, meski perubahan ini pasti akan menjadi perdebatan di tahun-tahun mendatang.

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...ini-rahasianya
Timor Leste > Indonesia dan Amerika

tapi apa tesnya sedikit ya