- Beranda
- Komunitas
- News
- Citizen Journalism
Kemenangan Joe Biden dan Corak Politik Luar Negeri AS ke Depan


TS
indpolitik
Kemenangan Joe Biden dan Corak Politik Luar Negeri AS ke Depan

Joseph Robinette Biden Jr. (Joe Biden) akhirnya terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46 setelah mengalahkan petahana Donald Trump di Pemilu AS Tahun 2020. Ia adalah anggota Partai Demokrat dan pernah menjabat sebagai Wakil Presiden AS ke-47 dari 2009 hingga 2017 serta Senator senior dari Delaware dari 1973 hingga 2009.
Dunia seakan menyambut baik kemenangan Joe Biden. Tidak hanya masyarakat Amerika, sebagian besar kepala negara (timur hingga barat) menyambut kemenangan ini. Banyak yang beranggapan, kemenangan Biden adalah kemenangan seluruh negara. Kemenangan yang patut diapresiasi setelah empat tahun menyaksikan kebengisan Trump dengan gaya khas kepemimpinannya. Lalu mereka lupa, apa itu Amerika Serikat?
Di tanah air. Presiden Joko Widodo menyampaikan langsung ucapan selamat lewat akun twitter. Dibingkai sedemikian rupa, ditampilkan foto bersama, ditulis kata-kata menarik. Begitupun halnya media, tidak ada informasi yang keluar kecuali kemenangan ini diprediksi berdampak positif bagi Indonesia.
Mungkin betul, kemenangan Biden akan membawa dampak baik bagi stabilitas dalam negeri AS. Siapapun tau, Amerika di bawah kepemimpinan Trump tercabik dan berdarah, hal itu disaksikan seluruh negara, dirasakan langsung oleh rakyatnya sendiri. Wajar, publik Amerika menaruh harapan besar pada Biden.
Namun dalam konteks negara lain, apa relevansi kemenangan Biden dengan negaranya? Ia bukan revolusioner, juga bukan politisi yang membawa lembaran baru politik dunia apalagi ingin mengubah pondasi negaranya. Hanya sebatas penerus. Maka jangan harap kemenangan ini akan mengubah cara pandang politik AS terhadap negara lain. Trump produk gagal, Joe Biden pengganti. Sebatas itu saja.
Ada banyak agenda politik yang disuarakan Biden baik sebelum atau setelah ditetapkan pemenang pemilu. Yang cukup banyak disorot yakni terkait politik luar negeri. Dari sekian banyak agenda saya tertarik pada tiga hal yang mungkin jadi prioritas periode pertama pemerintahan Biden-Harris: 1) Normalisasi hubungan AS dengan negara sekutu. 2) Hubungan AS dengan dunia Islam. 3) Hubungan AS dengan Cina dan Negara Dunia Ketiga.
1. Normalisasi hubungan AS dengan Negara-negara Sekutu
Joe Biden berjanji memperbaiki kerja sama multilateralisme dan fokus menjalin hubungan dengan aliansi internasional. Biden mengatakan pemerintahannya akan meningkatkan diplomasi dan memimpin Amerika Serikat dengan menunjukkan kekuatan yang dapat diteladani, alih-alih hanya memamerkan kekuasaan.
Biden mewarisi kepemimpinan di saat para sekutu mempertanyakan kredibilitas negara tersebut. Dalam 100 hari pertamanya, Biden berjanji memperbaiki sebanyak mungkin masalah dengan mengganti sejumlah perintah eksekutif yang sebelumnya ditandatangani oleh Presiden Donald Trump.
Salah satu kesepakatan yang akan diubah oleh Biden adalah status hubungan perdagangan di dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dan ia juga berjanji akan memperbaiki hubungan dan memperluas kerja sama dalam Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO), tetapi tujuan kebijakan luar negeri AS akan tetap sama. (dw.com, 9/11)
Di tengah kemerosotan ekonomi dan ancaman Cina yang semakin nyata maka dukungan sekutu (Uni Eropa) tentu sebuah keharusan. AS tidak mungkin berperang sendirian apalagi musuh yang dihadapi terus menunjukkan eksistensi ekonomi dan militer.
2. Hubungan AS dan Dunia Islam
Joe Biden dalam salah satu pernyataan di website kampanyenya berjanji mengakhiri dukungan AS pada perang Arab Saudi di Yaman jika dia menjadi presiden.
“Dalam pemerintahan Biden-Harris, kami akan menilai lagi hubungan kita dengan Kerajaan (Arab Saudi), mengakhiri dukungan AS untuk perang Arab Saudi di Yaman, dan memastikan Amerika tidak memeriksa nilai-nilainya di pintu untuk menjual senjata atau membeli minyak,”. (Sindonews.com, 6/10).
Pernyataan ini mengandung dua pesan: 1) Timur Tengah bukan lagi prioritas utama kebijakan luar negeri AS (bisa karena potensi ancaman ideologis mulai menurun, juga bisa penyerahan sepenuhnya kepada antek dalam penyelesaian masalah timur tengah terkhusus Yaman). Catatan: bukan sepenuhnya lepas tangan. 2) Fokus perang AS diprediksi akan bergeser dari Timur Tengah ke belahan dunia lain.
3. Hubungan AS dengan Cina dan Negara-negara Dunia Ketiga
Pada hari, Minggu (8/11/2020) Biden mengatakan dirinya akan bersikap keras kepada China.
"Amerika Serikat memang perlu bersikap keras dengan China,...“. Kemudian, "..., Cara paling efektif untuk menghadapi tantangan itu adalah dengan membangun front persatuan dari sekutu dan mitra AS untuk menghadapi perilaku kasar China dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM),”. (Reuters, 8/11/2020).
Pernyataan ini adalah pengukuhan sikap AS ke Cina...
Banyak pandangan menilai, Amerika di bawah kendali Biden diprediksi lebih lunak ke Cina dan ketegangan di Laut Cina Selatan akan mereda. Namun fakta tidak demikian, belum mulai masa transisi pemerintahan Biden sudah membuat pernyataan yang intinya mengecam sekaligus peringatan keras agar Cina tidak main-main. Pernyataan ini selaras dengan politik luar negeri negara tersebut.
Dan yang lebih krusial, Amerika mulai merasakan ancaman serius Cina di kawasan sejak banyak negara mulai menjalin ketergantungan pada Cina, dan yang paling menonjol ialah melalui pinjaman/utang luar negeri. Ketergantungan kawasan ke Cina terjadi di saat memudarnya kepercayaan terhadap World Bank dan IMF. Cina mengadopsi strategi imperialisme Barat untuk memperkuat pengaruh di kawasan dan ini jelas di baca oleh Biden.
Terkait dunia ketiga (Asia). Salah satu alasan penunjukan Kamala Harris (wakil presiden) ialah Amerika ingin menampilkan corak Asia di wajah pemerintahan AS yang baru. Hal yang sama juga pernah terjadi di masa pemerintahan Barack Obama (corak Islam) ketika Amerika masih fokus di Timur Tengah. Namun, kali ini tantangan yang dihadapi bukan lagi Islam, tapi Cina. Dari sini kita melihat, tidak ada yang kebetulan dalam politik AS. Semua dipersiapkan dengan matang dan terukur.
Dengan menampilkan corak Asia, AS mungkin berharap negara-negara Asia kembali menjalin kemitraan strategis dengan AS dan dengannya AS bisa lebih leluasa menancapkan pengaruhnya di Asia dan memainkan peran di Laut Cina Selatan. Ujungnya, menyingkirkan pengaruh Cina.
Kesimpulan:
Kemenangan Joe Biden tidak akan mengubah posisi AS sebagai negara imperialis berikut politik luar negerinya. Tidak ada perbedaan mendasar antar Trump dan Biden kecuali soal gaya kepemimpinan. Trump sedikit kasar, Biden lebih lembut. Trump menjajah negara lain dengan keras, Joe Biden dengan santun.
Ditulis: indpolitik


tien212700 memberi reputasi
1
504
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan