

TS
anton2019827
Eksistensi Perbankan Syari'ah Ditengah Pandemi Covid-19

Ilustrasi nasabah pada bank syari'ah
Pada saat pandemi ini masyarakat termasuk para pelaku usaha tetap diharuskan dan di wajibkan untuk membayar utang (kredit) dan bunganya, sedangkan usaha mereka sudah pasti mengalami penurunan bahkan ada yang mengalami kebangkrutan dan gulung tikar.
Melihat kondisi seperti ini, pemerintah telah memberikan instruksi kepada pihak bank agar para kreditur diberikan keringanan melalui adanya penangguhan angsuran dalam pembayaran kredit dan bunga sesuai ketentuan yang berlaku pada masing-masing bank yang dijadikan tempat melakukan pinjamannya.
Dengan adanya pandemi Covid-19 pemerintah tidak lantas membebaskan utang piutang rakyatnya maupun para pelaku usaha itu, akan tetapi hanya memberikan keringanan dengan diberlakukannya penangguhan cicilan atau kredit pada setiap nasabah.
Sesuatu yang menarik dalam dunia perbankan terjadi pada saat ini, dimana perbankan syari'ah mengalami pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan bank konvensional. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tercatat kredit bank konvensional tumbuh 1,04% per-Juli 2020, sedangkan pembiayaan bank syari'ah tumbuh 10,23% sehingga jika melihat fenomena yang terjadi dapat disimpulkan bahwa eksistensi bank syari'ah pada masa pandemi covid-19 cukup berkembang. Apalagi dengan layanan digital oleh bank syari'ah dalam mempermudah pelayanannya saat ini sudah banyak dikembangkan sehingga pelayanan dapat berjalan dengan baik, meskipun perbankan syari'ah notabene nya masih baru di Indonesia.

Berkembangnya eksistensi perbankan syari'ah di Indonesia pada masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini terjadi karena tingkat pengembalian tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada masyarakat. Dan juga praktek perbankan syari'ah memakai prinsip jual beli, sewa menyewa, bagi hasil, titipan dan jasa.
Dengan praktek operasional bank syari'ah seperti itu dan berpegang pada syari'at Islam tentunya sangat membantu bagi para pelaku usaha terutama usaha kecil dan menengah. Pelaku usaha kecil dan menengah merupakan ujung tombak perekonomian indonesia, sekaligus jenis usaha terbanyak berada di Indonesia yang secara kuantitatif mencapai 64 juta atau 99,9 % dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia.
Seperti pada saat krisis tahun 1998, usaha kecil dan menengah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, maka saat pandemi covid-19 ini UMKM diharafkan dapat menjadi pendorong utama pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, harapan ini telah ditunjukan oleh pemerintah dengan adanya stimulus pemberian insentif bagi masyarakat pelaku usaha kecil dan menengah melalui adanya bantuan UMKM.
Badai krisis telah menghantam Indonesia, telah memporakporandakan kehidupan perekonomian Indonesia termasuk dunia perbankan juga tidak luput dari tertimpanya oleh krisis yang terjadi pada tahun 1998. Banyak Bank-Bank yang terkena likuidasi, dibekukan atau di gabung (merger) dengan bank lain, hal ini disebabkan karena perbankan kurang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya, unsur lain yang telah memperburuk perekonomian Indonesia yaitu adanya kebijakan suku bunga tinggi dan depresiasi nilai tukar mata uang rupiah.
Adanya krisis perbankan tersebut telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang negatif, kondisi investasi menurun dan semakin meningkatnya jumlah pengangguran. Dengan situasi dan kondisi demikian maka sistem ekonomi yang berbasis islam (ekonomi syari'ah) bisa menjadi alternatif karena sangat relevan dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Di Indonesia eksistensi perbankan syari'ah secara yuridis sebenarnya telah dimulai sejak dikeluarkannya paket kebijakan 1988 (pakto 88). Sedangkan secara kelembagaan dimulai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991, yang merupakan satu-satunya bank pada saat itu yang murni menerapkan prinsip-prinsip syari'ah. Pada saat krisis berlangsung, bank muamalat menjadi satu-satunya bank yang dapat berjalan secara sehat. Dengan demikian selama krisis ekonomi terjadi ternyata bank syari'ah masih dapat menunjukan kinerja yang relatif lebih baik dibanding bank konvensional.
Setelah krisis pada tahun 1998, kini muncul ancaman baru bagi perekonomian Indonesia yaitu adanya pandemi covid-19 yang telah menyerang perekonomian di seluruh dunia, tidak dapat di pungkiri dengan terjadinya pandemi ini perekonomian menjadi lemah karena kegiatan manusia telah dibatasi, dengan adanya pembatasan-pembatasan dalam interaksi sosialnya dapat menyebabkan perekonomian dan dunia perbankan akan mengalami keterpurukan.

Maka diharafkan bangsa ini dapat mengambil pelajaran dari pengalaman terjadinya krisis ekonomi di masa lalu yaitu yang terjadi pada tahun 1998, yang ternyata dengan memunculkannya sistem perekonomian syari'ah sebagai alternatif, telah menyebabkan perekonomian nasional kembali kuat dan mampu menopang perekonomian konvensional yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka/Referensi:
1. Abdul Ghofur Ansori, Perbankan Syari'ah di Indonesia, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2018.
2. Okta Frida, Catharina Vista. Ekonomi Syari'ah: Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Garudhawaca, 2020.
3. DEPKOP, Data UMKM, www.depkop.co.id (diakses 13 Desember 2020)
4. Otoritas Jasa Keuangan, Statistik Perbankan Indonesia Indonesia, www.ojk.go.id (diakses 13 Desember 2020).
Penulis : Rd. Putri Mentari Aeni (Mahasiswi Faperta Universitas Garut)
Editor : Anton Kaskuser
Diubah oleh anton2019827 15-12-2020 19:56
0
322
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan