Kaskus

Regional

ElviHusnaAvatar border
TS
ElviHusna
[Coc Reg. Papua] Frans Kaisiepo, Pahlawan Papua yang Gambarnya Ada di Uang 10.000
Frans Kaisiepo, pahlawan dari Papua

[Coc Reg. Papua] Frans Kaisiepo, Pahlawan Papua yang Gambarnya Ada di Uang 10.000

Frans Kaisiepo adalah salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Papua. Ia dikenal dengan sebutan Putra Papua. Pada tahun 2016, gambarnya diabadikan pada lembaran uang pecahan sepuluh ribu rupiah.

Jujur, ya, sebelum melihat gambar di uang itu, ane belum pernah mendengar namanya. Apa memang pengetahuan sejarah ane yang kurang? Atau memang sejarahnya kurang terupdate ke media sosial?

Kayaknya kemungkinan nomor satu yang benar ya, hehe.

Hai, Gansist sekalian. Selamat hari Senin, semoga aktivitasnya lancar ya. Masih mematuhi protokol kesehatan kan? Iyup. Kreator Kaskus emang patuh peraturan.

Oke, kali ini ane akan menulis tentang sejarah lagi, Gan. Ane akan membahas tentang kiprah seorang Frans Keisipo, pejuang asal Papua.

Oiya, nanti jika ada kesalahan atau tambahan, jangan sungkan-sungkan untuk memberikan krisannya ya. Boleh tulis di kolom komentar. Tenang, TS gak ngeyel atau anti kritik, asal tetap menggunakan kata yang sopan sebagai ciri khas orang yang cinta damai.

Cekidot!

Frans Kaisiepo lahir di Pulau Biak, 10 Oktober 1921, dari pasangan Albert Kaisiepo dan Alberthina Maker. Meski berasal dari pedalaman Biak, Kaisiepo dibesarkan dalam pendidikan kolonial. Hal ini dimungkinkan mengingat garis klan ayahnya yang seorang kepala suku Biak Numfor dan pandai besi. Jadi, menurut catatan sejarah, Frans Kaisiepo ini termasuk salah satu elite terdidik Papua angkatan pertama. Pada 1945, dia merupakan satu dari 150 putra Papua yang mengikuti Kursus Kilat Pamong Praja di Kota Nica (kini Kampung Harapan), Hollandia. 

[Coc Reg. Papua] Frans Kaisiepo, Pahlawan Papua yang Gambarnya Ada di Uang 10.000
Potret Frans Kaisiepo saat muda

Lalu apa kiprahnya sehingga ia disebut sebagai pahlawan?

Simak, Gan!

Kiprah Frans Kaisiepo di Papua itu sangat besar. Papua dan Kolonial Belanda berhasil menumbangkan kekuasaan Jepang di tanah Papua. Nah, saat itu berlaku sistem pemerintahan kolonial Belanda yang tidak menguntungkan untuk Papua. Ibaratnya, rakyat Papua hidup di tanah sendiri, tapi masa iya Belanda ngatur-ngatur? 

Hal itu sama dengan sistem penjajahan Belanda di tempat lain juga. Mungkin ini permainannya lebih halus.

Frans Kaisiepo bekerja sebagai salah satu pegawai pemerintahan Belanda, tapi ia mempunyai tujuan tersendiri, yaitu menggabungkan Papua menjadi bagian dari Indonesia. Saat itu Indonesia telah merdeka, tapi Papua masih dalam genggaman Belanda.

Frans Kaisiepo juga merupakan orang pertama di Papua yang mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya di tanah Papua.

Awal mula perjuangan Frans Kaisiepo adalah saat ia berguru pada Soegoro.

Soegoro lahir di Yogyakarta, bekas aktivis Taman Siswa bentukan Ki Hadjar Dewantara, Partai Indonesia (Partindo), dan Digulis. Guru Frans ini juga bekerja untuk pemerintah Belanda. Namun, ia menggunakan posisi itu untuk menumbuhkan ke-Indonesia-an di Papua. Terhadap anak didiknya, Soegoro memperkenalkan lagu Indonesia Raya dan meyakinkan mereka sebagai bagian dari Indonesia.

“Kita dididik oleh beliau untuk mendidik anak-anak kita, supaya kita tidak menjadi pegawai Irian, akan tetapi menjadi pemimpin dan pengembala di Irian. Beliau sendiri adalah pemimpin dan pembina bangsa,” tulis Kaisiepo dalam risalahnya.

Nah, pergerakan-pergerakan sang guru ini rupanya tercium oleh Belanda, sehingga ia dijebloskan ke penjara.

Saat itu, Frans dengan beraninya menyelundup ke penjara tempat gurunya ditahan. Keisipo berhasil masuk, karena penjaga penjara merupakan orang Biak. Saat itu keduanya membicarakan tentang masa depan Irian yang memang direncanakan untuk bisa bersatu dengan Indonesia.

Oiya, ane sedikit membahas tentang penyebutan Papua, Irian Jaya hingga menjadi Papua lagi.

[Coc Reg. Papua] Frans Kaisiepo, Pahlawan Papua yang Gambarnya Ada di Uang 10.000

Dulu, Keisipo menolak penyebutan Papua karena dianggap merendahkan.

Dia mengusulkan agar nama Papua atau Nederlands Nieuw Guinea yang dipakai saat itu diganti dengan Irian. Sebab, kata Papua –sebutan dari pendatang asal Maluku, pua-pua yang berarti keriting– mengandung kesan merendahkan orang-orang lokal. Kata Irian kemudian dipolitisasi kelompok nasionalis Indonesia di Papua sebagai akronim dari “Ikut Indonesia Anti Nederlands."

Kaisiepo juga memperkenalkan kata Irian, yang berasal dari bahasa asli Biak. Irian berarti panas yang diserap dari tradisi pelaut Biak. Biasanya, pelaut Biak yang hendak menuju Pulau Papua selalu mengharapkan panas matahari untuk melenyapkan kabut yang menyelebungi daratan. “Berarti di sini bahwa Irian juga, yaitu cahaya yang mengusir kegelapan,” tulis Kaisiepo.

Nah, Papua diganti namanya menjadi Irian Barat saat itu, kemudian diganti lagi menjadi Papua.

Provinsi Papua, sebelumnya mencakup seluruh wilayah Indonesia di Pulau Papua. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1963 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi sampai terbitnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.

Selain Aceh, Papua juga termasuk provinsi yang mempunyai otonomi khusus ya. 

Ada orang Papua di sini? Komen yak.

Oke, back to basic, wkwk.

Setelah menyusup ke penjara, dua hari kemudian, Kaisiepo berangkat menuju Konferensi Malino di Sulawesi Selatan, yang digagas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus van Mook untuk membentuk negara federal. Frans Kaisiepo berkiprah di bidang politik sejak berkenalan dengan gurunya, ia seolah ingin melanjutkan peran sang guru untuk Papua.

Namun, usaha Kaisiepo di Malino tak mendapat dukungan dari Belanda. Wakil-wakil Indonesia juga menanggapinya dengan penolakan.

[Coc Reg. Papua] Frans Kaisiepo, Pahlawan Papua yang Gambarnya Ada di Uang 10.000
Van Mook memimpin Malino

Usulan Frans Kaisiepo mengundang kemarahan Belanda, sehingga pada konferensi-konferensi selanjutnya, tak ada lagi wakil dari Papua. Karena ulahnya, Keisipo ditepikan oleh Belanda, ia dibungkam dan disekolahkan lagi selama lima tahun di Sekolah Pendidikan Pamong Praja atau Opleidingsschool voor Inheemsche Bestuursambtenaren (OSIBA). Setelah itu, ia ditugaskan ke daerah-daerah terpencil di Papua.

Namun, yang namanya perjuangan tak boleh berhenti di situ. Pada tahun 1961, saat Keisipo menjabat sebagai kepala distrik Mimika, ia mendirikan partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI). Dengan tujuan penyatuan Papua ke dalam Republik Indonesia.

Pada tahun yang sama Trikora dikumandangkan Presiden Sukarno. Melalui ISI, Kaisiepo berperan dalam membantu pendaratan sukarelawan Indonesia yang diterjunkan ke Mimika.

Sejak pengakuan kedaulatan, wilayah Papua disengketakan antara Indonesia dan Belanda. Belanda menangguhkan penyerahan wilayah ini karena kepentingan politik dan ekonomi. Indonesia mendapat pengakuan atas wilayah Papua dalam Perjanjian New York, 15 Agustus 1962.

Pada 1964, Kaisiepo ditunjuk sebagai gubernur menggantikan Eliezer Jan Bonay. Ia menggunakan kepemimpinannya untuk memenangkan Indonesia dalam penentuan pendapat rakyat (Pepera) –yang ditetapkan dalam Perjanjian New York– tahun 1969.

[Coc Reg. Papua] Frans Kaisiepo, Pahlawan Papua yang Gambarnya Ada di Uang 10.000

Nah, saat itu Kaisiepo melancarkan kampanye ke seluruh kabupaten: Merauke, Jayawijaya, Paniai, Fak-fak, Sorong, Manokwari, Teluk Cendrawasih, dan Jayapura. Setiap kabupaten diwakili beberapa wakil dalam Dewan Musyawarah Pepera. Kaisiepo terus meyakinkan anggota dewan agar memilih Indonesia, alih-alih memerdekakan diri.

Pepera dimenangkan pemerintah Indonesia. Pada 1969, Frans Kaisiepo menjadi delegasi Indonesia yang turut menyaksikan ratifikasi hasil Pepera di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York. Namun, di sana dia “dijaga ketat” dan tak diberikan kesempatan untuk bersuara.

Selepas pensiun, Kaisiepo ditarik pemerintah pusat ke Jakarta. Dia diperbantukan sebagai pegawai tinggi Kementrian Dalam Negeri. Pada saat bersamaan, dia diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sampai akhir hayatnya tahun 1979. Dia dimakamkan di tanah kelahirannya, Biak, di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih.

Namun, menurut yang ane baca, kematian Keisipo ini ada misterinya, ia meninggal setelah berobat di rumah sakit dan baru diketahui keluarganya beberapa hari kemudian. Diagnosis medis menyatakan Kaisepo mengalami serangan jantung.

Aneh nggak, Gansist?

Ada yang mau nambah tentang ini? Silakan.

Nah, dari jasa-jasanya di atas, pemerintah menyematkan status pahlawan nasional pada 1993. Namanya juga diabadikan menjadi salah satu kapal perang TNI AL, KRI Frans Kaisiepo (bernomor seri 368) dan bandara udara internasional di Pulau Biak. Terakhir, potretnya menandai lembaran uang rupiah emisi 2016 bernilai sepuluh ribu.

Oke, sekian thread ane kali ini. Jangan lupa cendol, rate, komen dan share ya. See you.

Ditulis oleh @Elvi Husna

Sumber dan gambar 1 3 4 5 6 7
Diubah oleh ElviHusna 25-11-2020 12:32
anna1812Avatar border
lianasari993Avatar border
anjaultrasAvatar border
anjaultras dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.1K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan