Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

uray24Avatar border
TS
uray24
[COC Reg. Gorontalo] Sang Patriot Gorontalo Bernama Nani Wartabone
Assalamualaikum, Salam Sejahtera, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, dan Salam Kebajikan
Mohon izin sepuh regional ini, Nubie semenjana izin meramaikan dengan trit-trit sederhana yang mudah-mudahan ada yang bisa dimanfaatkan

Gorontalo, yang sedikit lagi akan memasuki hari jadi ke-20, termasuk Provinsi yang bisa dibilang beranjak dewaasa pasca reformasi dan penerapan otonomi daerah atau desentralisasi, yang menjadi Provinsi ke 32 dari 27 yang dulu di era Soeharto Gorontalo masih menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, dan tentunya terletak di bagian Utara dari Pulau Sulawesi tepatnya di sepanjang semenanjung Minahasa.

Spoiler for Monumen Pahlawan Gorontalo:


Masih di bulan November yang erat dengan peringatan Hari Pahlawan, akan coba diulas tokoh perjuangan sekaligus pahlawan yang kali ini dari tanah Gorontalo yang pernah mengharumkan negeri Indonesia dengan semangat nasionalisme dan patriotisme, yaitu Nani Wartabone.

Sekilas Biografi

Nani Wartabone, yang dilahirkan dengan Nama Abdul Kadir Wartabone (Nani adalah panggilan kesayangan orangtuanya) pada 30 April 1907, merupakan putra Gorontalo dari ayah yang bernama Zakaria Wartabone, yang bekerja sebagai aparat untuk pemerintah Hindia Belanda, sedangkan ibunya Saerah Mooduto berasal dari golongan ningrat Gorontalo.

Spoiler for Nani Wartabone Gorontalo:



Era Pendidikan dan Berorganisasi

Nani Wartabone tercatat pernah menempuh pendidikan dimulai dari Hollad Inlannsch School (HIS), kemudian melanjutkan pendidikan di Meter Uitgebreid Lagere Orderwijs(MULO) di Tondano dan sempat pindah ke MULO Surabaya dan menamatkan pendidikannya disana, hingga meneruskan pendidikan ke Europesche Lagere School (ELS), dan pendidikan tinggi dan mendaftar di Hoogere Burgerschool (HBS),  dan di HBS beliau banyak mendapat pendidikan berorganisasi dan pernah menimba ilmu dari H.O.S. Tjokroaminoto.

Selama di Surabaya pada 1923, beliau sudah tertarik dengan organisasi dan mendirikan Jong Gorontalo di Surabaya, dan sekembalinya ke Gorontalo pada 1927-1928 beliau kembali membentuk perkumpulan tani (Hutanga) dan pada 1930-1932 merambah organisasi keagamaan dengan membentuk Muhammadiyah Suwawa dan Sekolah Desa Muhammadiyah di Suwawa, setelah sebelumnya pada 1931 pernah mendirikan PNI dan Partindo cabang Gorontalo meski tidak berumur lama.

Memasuki tahun 1939 Nani Wartabone tergugah untuk bergabung dalam Komite 12 yang berisikan pemuda Gorontalo yang berujung pembentukan Indonesia Berparlemen-Daerah Indonesia Timur, yang terpengaruh aksi Indonesia Berparlemen di Jakarta yang dipelopori Muhammad Husni Thamrin dan pemuda Indonesia lainnya waktu itu.


Spoiler for Nani Wartabone (II):


Era Peralihan Belanda ke Jepang

Tidak hanya aktif di organisasi, Nani Wartabone pada 1941 berupaya mempengaruhi aparat lokal untuk melawan kolonialisme, dan sampailah pada awal januari 1942 tersiar kabar Jepang telah berlabuh di Manado dan bertempur dengan pasukan kolonial Belanda, hingga Belanda terdesak dan hendak melarikan diri menuju Poso, yang momen kepanikan Belanda tersebut dimanfaatkan untuk melancarkan aksi heroik pada 23 Januari 1942 dengan melucuti pos-pos pertahanan Belanda dan objek vital yang dikuasai Belanda di Gorontalo.

Belanda yang fokusnya telah terbagi akibat pendaratan Jepang terdesak oleh aksi Nani Wartabone dkk, yang akhirnya karena kalah jumlah beberapa pos Belanda pun menyerah, diantaranya WC Romer dari Detasemen Veldpolitie, Controleur D'Ancona , Asisten Residen Gorontalo bernama Corn, dan Kepala Polisi Cooper, dan di halaman Kantor Pos, Nani Wartabone sempat merobek warna biru dari bendera Belanda dan dikibarkan dalam bentuk merah putih sambil mengumandangkan lagu Indonesia Raya, yang disusul pernyataan Gorontalo bebas dari penjajahan dan pembentukan Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPG).

Pada 26 Februari 1942 rombongan armada besar Jepang tiba di pelabuhan Gorontalo setelah Manado ditaklukkan, namun Jepang tidak mengakui bentuk apapun termasuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPG) selain harus tunduk kepada Jepang, dan mulai menebar ancaman sehingga Nani Wartabone yang merasa kala itu Jepang lebih inferior meninggalkan Kota Gorontalo dan kembali ke Suwawa.

Pihak Jepang yang mengetahui Nani Wartabone mampu mempengaruhi masyarakat dan membahayakan kedudukan Jepang di Gorontalo, menangkap beliau pada 30 Desember 1943 dan dibawa ke Manado, dengan melakukan penyiksaan diantaranya pernah membenamkan badan kecuali kepala di pinggir pantai yang sekarang berada di belakang Kantor Gubernur Sulawesi Utara.


Spoiler for Tugu Nani Wartabone:


Era Pasca Kemerdekaan dan Kembalinya NICA

Nani Wartabone dibebaskan Jepang pada 6 Juni 1945 setelah Jepang mulai terdesak sekutu, dan pada 16 Agustus 1945 Jepang menyerahkan Gorontalo kepada beliau, dan pasca Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 serta direbutnya Kantor Telekomunikasi Radio Jepang di Gorontalo, beliau segera merampas persenjataan tentara Belanda dan Jepang dan memperkuat pos pertahanan diantaranya di wilayah Tabuliti Suwawa, dan pada September 1945 dibentuk Dewan Nasional Gorontalo yang berisikan tokoh berpengaruh di Gorontalo.

Pasca kedatangan Sekutu yang dibonceng NICA, Nani Wartabone menolak untuk berunding masalah kedaulatan Gorontalo dan tidak menyerahkan pemerintahan Gorontalo kepada pasukan Australia yang mewakili Sekutu dan NICA pada 30 November 1945 di Kapal Burdeken, sehingga beliau kembali ditangkap dan dipenjara dengan berpindah tempat mulai Morotai, Tomohon, hingga CIpinang Jakarta hingga pembebasannya pasca Konferensi Meja Bundar pada 23 Desember 1949.

Bentuk Indonesia menjadi RIS pada 1950 membuat Gorontalo masuk ke dalam Negara Indonesia Timur, yang ditentang oleh Nani Wartabone dengan menggerakkan massa tanggal 6 April 1950 untuk menolak RIS (yang membagi 7 negara bagian dan 9 daerah otonom) dan memilih bergabung dalam NKRI, yang pada waktu itu Gorontalo menjadi yang pertama menolak bentuk RIS.

Selama masa pemerintahan RIS, hingga tahun 1953 Nani Wartabone tercatat pernah menduduki jabatan diantaranya kepala pemerintahan Gorontalo, penjabat kepala daerah Sulawesi Utara dan anggota parlemen Sulawesi Utara, dan selepas itu beliau memilih berisitirahat di Suwawa untuk bertani dan pada 1956 sempat mendirikan Dana Usaha Petani Kopra (Dupko) karena Kopra adalah komoditas utama Gorontalo.


Spoiler for Musium Perjuangan:


Era Pemberontakan PERMESTA

Di usia 50 tahun tepatnya pada Maret 1957, Nani Wartabone kembali menghadapi gerakan pengambil-alihan kekuasaan dan pemisahan dari NKRI dengan diproklamirkan PRRI/Permesta di Manado oleh Letkol Ventje Sumual, namun karena kalah cepat dalam pengumpulan pasukan, Nani Wartabone bersama loyalis setia tetap melakukan perlawanan dengan gerilya terhadap Permesta Gorontalo pimpinan Letnan Tiendas hingga Gorontalo jatuh ke Permesta pada 17 Maret 1958.

Pada 1958 datang bantuan pasukan dari pusat diantaranya Satuan APRI di bawah Mayor Agus Prasmono yang mendarat di Bilungala (15 mil timur Gorontalo), pada 12 Mei 1958, Batalyon 512 Brawijaya pimpinan Kapten Acub Zaenal, dan Batalyon 715 Hasanuddin pimpinan Kapten Piola Isa, untuk bersama-sama pasukan Nani Wartabone merebut kembali Gorontalo dari tangan Permesta, yang kesemuanya tergabung dalam Operasi Sapta Marga II, namun sebelum pendaratan pasukan gabungan tesebut, Permesta Gorontalo yang berkekuatan Dua Peleton sempat menyerang Pantai dan membakar beberapa rumah penduduk.

Dalam operasi tersebut pada 18 Mei pagi hari, satuan APRI sudah menduduki markas pemberontak Permesta di Jalan Merdeka, dan satuan lain bersama pasukan Nani Wartabone tetap mengejar Pasukan Permesta yang mundur melalui Desa Potanga 5km dari utara Kota, hingga akhirnya Gorontalo dalam tempo 90 menit berhasil direbut dan Permesta Gorontalo sendiri telah bersih dari Gorontalo pada pertengahan Juni 1958.

Sepak terjang Nani Wartabone dalam membantu penumpasan Permesta di Gorontalo diakui oleh peneliti sejarah Amerika Serikat Barbara S. Harvey yang dituangkan dalam buku Permesta : Pemberontakan Setengah Hati (1984), dan atas jasanya beliau diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Residen pengganti Sulawesi Utara menggantikan Sam Ratulangie.

Spoiler for Makam Nani Wartabone:


Kehidupan Masa Tenang di Orde Baru

Setelah situasi Kamtibmas mulai kondusif di berbagai daerah, Nani Wartabone tercatat pernah menjadi anggota MPRS RI, anggota Dewan Perancang Nasional, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung pada era Orde Baru, dan beristirahat kembali sebagai petani di Suwawa hingga menutup mata pada 3 Januari 1986 di usia 79 tahun.

Atas dedikasi tinggi sejak era Kepemudaan hingga Mempertahankan Kemerdekaan dan sumbangsih terhadap Gorontalo, pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2003, Presiden Megawati melalui Keppres Nomor 085/TK/Tahun 2003 tertanggal 6 November 2003 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nani Wartabone yang diterima oleh perwakilan anak laki-lakinya H. Fauzi Wartabone di Istana Negara pada tanggal 7 November 2003, dan nama beliau diabadikan dalam Tugu Perjuangan dan nama Taman Bogani serta Korem 133 pun menggunakan nama Nani Wartabone.

Spoiler for Penghargaan Atas Dedikasi Nani Wartabone:


Demikian kisah yang tidak terlalu singkat ini karena Beliau memang sepakterjangnya sangat luar biasa untuk Gorontalo, yang mungkin masih banyak lagi yang belum terulas, namun tetap Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah, karena atas jasa mereka Indonesia bisa berdiri dan berdaulat walau masa itu penuh pergolakan dan pemberontakan.

Mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan Redaksi, Terima Kasih.

Sumur: G O R O N T A L O

Diubah oleh uray24 19-11-2020 00:46
anna1812Avatar border
eyefirst2Avatar border
eyefirst2 dan anna1812 memberi reputasi
2
594
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan