- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Bapak, Pahlawan Tanpa Senjata


TS
gitalubis
Bapak, Pahlawan Tanpa Senjata
Jika mendengar kata merdeka, tentunya kita tak bisa melupakan kata pahlawan. Ya, dua kata itu saling berhubungan. Indonesia merdeka karena adanya para pejuang yang memperjuangkannya, tak peduli nyawa melayang, tak peduli tubuh sudah berlumur darah, asal Indonesia mendapatkan haknya untuk merdeka. Ya, segitu cintanya para pejuang terhadap negara ini, sehingga tanggal 10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan untuk menghargai jasa-jasa mereka.
Indonesia memang sudah merdeka sejak 1945, tapi sosok para pahlawan masih banyak di sekitar kita, bahkan begitu dekat dengan saya.
Ketika lahir, saya tidak ingat apakah hari itu Sang Kuasa memberi pilihan pada saya untuk keluar dari rahim yang mana. Hari itu, mungkin saya menangis hebat, seperti kebanyakan bayi yang baru lahir. Lalu, dengan bahagia mereka menyambut kedatangan saya. Mungkin begitu cerita awalnya saya mengenal para pahlawan-pahlawan ini.

Para pahlawan yang saya maksud adalah keluarga, Bapak, Ibu, abang, kakak, dan semuanya. Mereka adalah pahlawan hebat bagi saya, terutama Bapak dan Ibu.
Pernah suatu hari, Bapak mengantarkan saya ke sekolah. Waktu itu, saya duduk di bangku kelas dua Madrasah Aliyah. Karena, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat, saya meminta Bapak untuk lebih sedikit kencang.
Niat awal ingin cepat sampai, berujung pada sebuah kecelakaan yang tak dapat dielakkan lagi. Sepeda motor yang dibawa Bapak, menabrak sepeda motor yang ada di depannya. Dua sepeda motor saling jatuh, sedangkan kami masing-masing sudah tergelincir sampai beram aspal.
Orang-orang yang ada tepat di tempat kejadian, dengan sigap membantu. Ternyata, sepeda motor yang tadinya kami tabrak adalah milik wakil kepala sekolahku, yang juga hendak mengantarkan anaknya ke sekolah dengan seragam sekolah dasar. Setelah memohon maaf pada bapak itu dan berjanji akan bertanggung jawab, kami kembali.
Di sepanjang jalan, Bapak terus saja mengkhawatarikanku.
“Gita, nggak papa?”
“Itu lututnya sakit, nggak?”
Aku lupa, apa lagi yang diucapkan Bapak saat itu. Namun, aku masih ingat betul, saat Bapak sibuk mengkhawatirkan luka di lutut kakiku yang tidak seberapa parah, mulutnya terluka hebat bahkan sampai mengeluarkan darah.
Ya, karena saat kejadian itu, posisi Bapak tersungkur seperti mencium aspal jalan. Lalu kaki sebelah juga tertimpa oleh sepeda motor. Namun, ia hanya memperdulikan lukaku yang tak seberapa itu. Mengabaikan rasa sakit yang ada di sekitar wajah.
Itu hanyalah secuil dari banyaknya kisah yang terjadi antara aku dan Bapak. Kejadian itu sudah berlalu sekitar lima tahun lalu, tapi jika aku mengingatnya kembali, air mata selalu menetes. Bapak adalah pahlawan untukku, untuk kami sebagai anak-anaknya.
Semoga beliau diberi kesehatan dan kebahagian. Bapak pahlawanku, siapa pahlawanmu?
Narasi pribadi
Foto pribadi
Pengalaman pribadi
Diubah oleh gitalubis 22-11-2020 06:50






tien212700 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
583
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan