Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

masramidAvatar border
TS
masramid
Nasib Muslim Prancis di Tengah Kuatnya Sekularisme
Nasib Muslim Prancis di Tengah Kuatnya Sekularisme

Nasib Muslim Prancis di Tengah Kuatnya Sekularisme

Gadis muslim Prancis. thecuttingedgenews.com

Pandasurya Wijaya

Merdeka.com - Di usianya yang ke-42 Mehdy Belabbas adalah sosok yang sesuai dengan janji Prancis untuk menjunjung tinggi cita-cita republik. Dia adalah putra seorang pekerja konstruksi keturunan Aljazair. Dia adalah anak pertama di keluarganya yang lulus dari sekolah di Prancis dan menjabat sebagai wakil wali kota di kota tempat dia tumbuh dewasa.

Dalam dua pekan terakhir ini Bellabas merenungkan satu hal: "Saya berpikir bagaimana seandainya saya harus pergi dari Prancis."

Renungan Belabbas dipicu oleh serangkaian kabar penuh kebencian, debat publik, terlebih diutarakan oleh para menteri di bawah kepemimpinan Presiden Emmanuel Macron sebagai respons atas pembunuhan seorang guru sejarah oleh remaja muslim ekstrem 18 tahun di Paris dan diikuti serangan di Nice Kamis lalu.

Aparat Prancis mengumumkan mereka berjanji hendak menindak tegas apa yang disebut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin sebagai "musuh dalam selimut" dengan menutup sebuah masjid, melarang sejumlah organisasi muslim yang dianggap ekstremis dan bahkan hendak melarang produk-produk buatan etnis muslim di toko-toko.

Khawatir dicap teroris

Nasib Muslim Prancis di Tengah Kuatnya Sekularisme

Macron yang memegang teguh nilai-nilai sekularisme Prancis awal bulan lalu mengatakan dia menentang separatisme Islam dan menyerukan Islam harus harus memberi pencerahan. Sebagian kalangan menilai perkataan Macron itu merendahkan Islam.

Pernyataan dari Macron dan sejumlah pejabat Prancis itu memicu kemarahan di sejumlah negara muslim. Hampir enam juta warga muslim Prancis kini khawatir mereka semua dicap sebagai teroris.

"Setelah serangkaian serangan ini, lima atau enam juta orang harus menyesuaikan diri dengan keadaan," kata Belabbas. "Tapi kami tidak tahu apa yang mereka mau dari kami."

Penikaman di sebuah gereja di Nice Kamis lalu kian menyudutkan warga muslim Prancis, meski para tokoh muslim mengecam serangan itu.

Naziha Mayoufi, anggota asosiasi muslim dan masjid Prancis, LES Musulmans, bisa merasakan kepedihan keluarga korban penikaman.

Tapi dia khawatir serangan Kamis lalu itu membuat para politisi Prancis semakin menyebut warga muslim sebagai "musuh dalam selimut."

"Sebagai muslim," kata dia, "kami yang harus menanggung akibat dari dua bentuk ekstremisme itu."

Faksi radikal

Nasib Muslim Prancis di Tengah Kuatnya Sekularisme

Kecemasan warga muslim Prancis terutama dirasakan di daerah Ivry-sur-Seine--kawasan kelas pekerja di pinggiran sebelah timur Paris tempat Belabbas tumbuh dewasa dan ribuan muslim lainnya sudah berintegrasi secara ekonomi dan sosial sejak 1950-an.

"Semua yang sudah dikatakan dan dilakukan membuat kami sebagai muslim merasa jadi target dan kami semua dikaitkan dengan paradigma baru "separatisme" ini," kata Muhammad Akrid, presiden Annur, organisasi yang tengah mengawasi pembangunan sebuah masjid yang dijadwalkan rampung 2023.

Akrid mengakui Islam di Prancis banyak dikepung oleh faksi radikal yang punya pengaruh besar terhadap kaum muda, terutama di media sosial. Namun kata dia, tindakan aparat yang memburu warga muslim dan organisasi muslim kian menimbulkan kebingungan.

Menteri Dalam Negeri Darmanin mengatakan sekitar 250 individu yang digerebek pekan lalu "sekitar puluhan dari mereka tidak ada kaitannya dengan penyelidikan" atas aksi pembunuhan di Paris.

Sekularisme

Nasib Muslim Prancis di Tengah Kuatnya Sekularisme

Belabbas mengatakan, ketika dia tumbuh dewasa di Ivry-sur-Seine, dia mengingat apa yang disampaikan pejabat di daerahnya: "Kalau Anda bekerja, sekolah, dan menghormati aturan Republik, Anda punya hak untuk membaur dengan masyarakat."

"Tapi itu tidak berarti kita harus makan sama seperti orang lain, atau meyakini kepercayaan orang lain," kata dia. Apa yang terjadi sekarang, kata Belabbas, seolah tradisi dan kebiasaan muslim tidak cocok dengan aturan Republik.

Aparat pemerintah berjanji untuk tetap membela hak untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad sebagai bagian dari nilai sekularisme yang membolehkan penistaan agama. Tapi bagi banyak warga muslim, mereka tidak nyaman dengan kartun itu dan mengatakan seharusnya ada batasan jika kebebasan berekspresi menyinggung masalah keyakinan.

Survei pada awal September lalu memperlihatkan sekitar 59 persen warga Prancis mendukung penerbitan kartun Nabi atas nama kebebasan berekspresi, hanya 19 persen warga muslim setuju dengan keputusan itu. (mdk/pan)

https://m.merdeka.com/dunia/nasib-mu....html?page=all
0
741
8
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan