

TS
anton2019827
Pinjam Meminjam Menurut Pandangan Ekonomi Islam

Zaman sekarang kita tahu bahwa perekonomian bangsa dan negara kita semakin lemah dan masih banyaknya pengangguran, yang bersamaan dengan itu terjadinya pula wabah Covid-19 yang menyebabkan begitu banyak perusahaan yang mengalami kerugian bahkan kebangkrutan, kejadian ini telah menyebabkan terjadinya PHK dimana-mana. Begitupun usaha-usaha masyarakat bernasib sama terkena imbas dari adanya Covid-19, padahal masyarakat sangat membutuhkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka kejadian melemahnya perekonomian masyarakat ini menyebabkan banyaknya orang yang melakukan peminjaman baik dalam bentuk uang maupun barang kepada orang yang dianggap mampu atau kepada lembaga penyedia pinjaman.
Pertanyaannya, bagaimana pandangan Islam terhadap situasi seperti ini?, apakah pinjam meminjam diperbolehkan? dan seperti apa mekanisme pinjam meminjam yang sesuai dengan aturan agama mayoritas bangsa ini?
Pertanyaannya, bagaimana pandangan Islam terhadap situasi seperti ini?, apakah pinjam meminjam diperbolehkan? dan seperti apa mekanisme pinjam meminjam yang sesuai dengan aturan agama mayoritas bangsa ini?
Pinjam meminjam disebut juga dengan 'Ariyah'berasal dari kata I'arah yang artinya 'meminjam'. Adapun A'riyah yaitu meminjam barang dengan izin dari pemiliknya baik berupa tanah, benda atau uang yang dilakukan dengan ikhlas, maka sebagai peminjam harus mengembalikan yang telah dipinjamnya dengan nilai yang sama sesuai perjanjian diawal peminjaman.
Melakukan pinjam meminjam ini sebenarnya telah ada dan sudah berjalan sejak zaman Rasulullah SAW. Termasuk pada masyarakat Indonesia, pinjam meminjam ini telah menjadi tradisi (kebiasaan) yang turun temurun di masyarakat kita karena dapat membantu kehidupannya terutama dalam hal kebersamaan sosial, ekonomi atau yang lainnya dan saat ini aktivitas pinjam meminjam ini telah berkembang dengan pesat sehingga bermunculan lembaga keuangan maupun secara perorangan yang memberikan fasilitasnya terhadap masyarakat seperti koperasi, pegadaian, Bank swasta maupun pemerintah dan lainnya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 2, yang berbunyi :

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar suci Allah dan janganlah melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitul haram, mereka mencari karunia dan keridhoan tuhannya. Apabila kamu telah mebyelesaikan ihram, maka bolehlah berburu. Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari mesjidil haram, mendorongmu berbuat melampaui batas. Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya".
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun A'riyahhanyalah 'ijab' dari yang meminjamkan barang, sedangkan 'qabul' bukan merupakan rukun A'riyah.
Menurut ulama Syafi'iyah di syaratkan adanya lapadz sighat aqad yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang meminjamkan ketika transaksi sebab, memanfaatkan barang harus seizin pemiliknya.
Jumhur ulama fiqh menyebutkan bahwa secara umum ada tiga rukun A'riyah, yaitu :
Menurut ulama Syafi'iyah di syaratkan adanya lapadz sighat aqad yakni ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang meminjamkan ketika transaksi sebab, memanfaatkan barang harus seizin pemiliknya.
Jumhur ulama fiqh menyebutkan bahwa secara umum ada tiga rukun A'riyah, yaitu :
1. Orang yang beraqad, orang yang melakukannya disyaratkan dewasa (baligh) dan berakal.
2. Benda yang akan di aqadkan yaitu benda dan kebermanfaatannya
3. Sighat, yaitu ijab dan qabul (serah terima barang).
Ketika seseorang meminjam barang atau harta kepada pemiliknya, jika pemiliknya tidak memberikan batasan atau ketentuan dalam pemakaian barang tersebut untuk keperluan apapun, maka peminjam bebas dalam menggunakan barang itu dengan tujuan apapun selama masih dalam batas-batas pemakaian yang wajar, jika pemilik barang memberikan batasan dan ketentuan terhadap peminjam, maka harus mengikuti batasan tersebut.
Pemilik barang dapat mengambil barangnya yang sudah di pinjamkan sesuai dengan kesepakatan waktu yang telah disepakatinya atau setelah barang pinjamannya selesai digunakan oleh peminjam.
Ketika barang pinjaman itu rusak atau hilang maka peminjam wajib menggantinya, sedangkan jika barang pinjaman itu rusak dari pemilik barang tersebut maka peminjam berhak untuk tidak menggantinya.
Bagaimana hukumnya, jika peminjam meminjamkan lagi kepada orang lain tanpa seizin pemiliknya?
Dalam hal ini ada 2 pendapat ulama, yaitu :
Dalam hal ini ada 2 pendapat ulama, yaitu :
1. Tidak boleh peminjam menyewakan atau meminjamkannya kepada orang lain tanpa adanya izin dari pemilik barang. Sebab pada umumnya pemilik barang memberikan izin untuk menggunakan barang itu hanya ditujukan bagi si peminjam semata tanpa ditujukan kepada orang lain, ini pendapat dari para ulama Hanafiyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah.
2. Ulama Malikiyah membolehkan peminjam menyewakan atau meminjamkan kepada orang lain meskipun tanpa seizin pemilik barang, selama masih dalam masa peminjaman dan belum jatuh tempo benda itu untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
Bagaimana hukum meminjamkan emas?
2. Ulama Malikiyah membolehkan peminjam menyewakan atau meminjamkan kepada orang lain meskipun tanpa seizin pemilik barang, selama masih dalam masa peminjaman dan belum jatuh tempo benda itu untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
Bagaimana hukum meminjamkan emas?

Para ulama sepakat boleh hukumnya meminjamkan emas hanya untuk digunakan sebagai perhiasan, pemilik dapat mengambil kembali emasnya dalam waktu yang sudah ditentukan dan peminjam harus mengembalikannya, jika ternyata ada kerusakan atau hilang maka peminjam wajib menggantinya sesuai dengan berat dan kualitas dari barang yang telah dipinjamnya itu.
Pinjam meminjam memang telah menjadi tradisi dan kebiasaan, namun masyarakat kadang bingung! apakah pinjam meminjam uang itu sudah sesuai atau tidak dengan tuntunan ajaran agama kita?
Pinjam meminjam memang telah menjadi tradisi dan kebiasaan, namun masyarakat kadang bingung! apakah pinjam meminjam uang itu sudah sesuai atau tidak dengan tuntunan ajaran agama kita?

Dalam hal pinjam meminjam, terutama uang biasanya muncul yang disebut dengan unsur 'riba', padahal segala sesuatu yang mengandung riba ini sangat di larang oleh agama. Tapi, sebenarnya pinjam meminjam di perbolehkan dalam Islam, akan tetapi harus menghindari unsur riba.

Dibawah ini beberapa solusi untuk menghindari riba :
1. Ubah aqad menjadi kredit
Yaitu nasabah dan pihak bank sepakat mengubah transaksi bank meminjamkan uang kepada nasabah dengan pembayaran kredit yang sudah dipastikan nilainya sampai batas waktu yang telah ditentukan.
2. Ubah jadi kerjasama bagi hasil
Misalkan, kita meminjam uang kepada teman untuk memulai usaha, dan akan membagi hasil sebesar 2% pada setiap bulannya dari keuntungan hasil usahanya. Ini jelas halal, bahkan menyebabkan keberkahan dunia dan akhiratnya.
3. Ubah jadi gadai
Secara teknis gadai dapat dilakukan oleh lembaga itu sendiri seperti pegadaian, perusahaan swasta maupun pemerintah atau merupakan bagian dari produk-produk financialyang ditawarkan oleh bank. Misalkan kita butuh modal untuk biaya usaha Cafe, maka bisa saja kita menggadaikan motor untuk jaminan mendapatkan modal tadi, setelah usahanya berhasil, maju dan berkembang pesat maka secepat itu pula kita dapat menebus kembali motor yang telah kita gadaikan itu.
4. Ubah jadi sedekah
Aqad seperti ini sangat bagus karena bisa jadi keberkahan, karena tidak perlu adanya pengembalian dan kelebihannya. Misalnya kita meminjamkan uang kepada orang yang miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, jelas orang yang diberi pinjaman ini tidak akan mampu mengembalikan pinjaman karena ia miskin. Maka ubahlah menjadi 'sedekah' karena dengan cara seperti itu, setidaknya kita telah membantu meringankan beban hidupnya.
Yaitu nasabah dan pihak bank sepakat mengubah transaksi bank meminjamkan uang kepada nasabah dengan pembayaran kredit yang sudah dipastikan nilainya sampai batas waktu yang telah ditentukan.
2. Ubah jadi kerjasama bagi hasil
Misalkan, kita meminjam uang kepada teman untuk memulai usaha, dan akan membagi hasil sebesar 2% pada setiap bulannya dari keuntungan hasil usahanya. Ini jelas halal, bahkan menyebabkan keberkahan dunia dan akhiratnya.
3. Ubah jadi gadai
Secara teknis gadai dapat dilakukan oleh lembaga itu sendiri seperti pegadaian, perusahaan swasta maupun pemerintah atau merupakan bagian dari produk-produk financialyang ditawarkan oleh bank. Misalkan kita butuh modal untuk biaya usaha Cafe, maka bisa saja kita menggadaikan motor untuk jaminan mendapatkan modal tadi, setelah usahanya berhasil, maju dan berkembang pesat maka secepat itu pula kita dapat menebus kembali motor yang telah kita gadaikan itu.
4. Ubah jadi sedekah
Aqad seperti ini sangat bagus karena bisa jadi keberkahan, karena tidak perlu adanya pengembalian dan kelebihannya. Misalnya kita meminjamkan uang kepada orang yang miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, jelas orang yang diberi pinjaman ini tidak akan mampu mengembalikan pinjaman karena ia miskin. Maka ubahlah menjadi 'sedekah' karena dengan cara seperti itu, setidaknya kita telah membantu meringankan beban hidupnya.
Keadaan ekonomi masyarakat memang bisa dikatakan rendah, apalagi saat ini wabah Covid-19 sedang menimpa masyarakat, telah menyebabkan lumpuhnya perekonomian yang ada, terjadinya PHK dimana-mana, ambruknya usaha masyarakat dan permasalahan ekonomi lainnya, hal ini telah nenyebabkan sebagian masyarakat menganggur, mereka bingung harus bagaimana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama belum mendapatkan penghasilan dan pekerjaan yang baru.
Maka pinjam meminjam ini menjadi salah satu alternatif yang tepat, karena dengan cara pinjam meminjam ini mereka dapat memenuhi kebutuhan akan keberlangsungan hidupnya. Dengan melalui peminjaman modal kepada kembaga keuangan, perorangan atau yang lainnya, dalam agama Islam aktivitas pinjam meminjam diperbolehkan selama tidak menimbulkan riba dan merugikan orang lain.
Akan tetapi masih banyak orang yang ta'at terhadap ajaran agama Islam merasa ragu untuk melakukan pinjaman ke bank karena mereka takut dan khawatir dengan adanya riba. Maka sebagai pencegahannya, penting agar dilakukan perubahan aqad pinjam meminjam yang 'mengandung unsur riba' menjadi 'bebas riba' sesuai dengan anjuran dan aturan syari'at agama islam, sehingga tidak ada rasa takut dan khawatir lagi bagi kaum muslimin untuk melakukan pinjam meminjam kepada bank sebagai solusi dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menghidupkan kembali perekonomian bangsa.
Penulis : Diana Agustina(Mahasiswi Agribisnis-Faperta Universitas Garut)
Editor : Anton Kaskuser
Editor : Anton Kaskuser
Diubah oleh anton2019827 30-10-2020 21:43
0
1.3K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan