- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Supranatural
Pamali The Stories Episode 29 (END)


TS
diaz420
Pamali The Stories Episode 29 (END)

Cek part sebelumnya :
Part 1
Part 2
Spoiler for Part 3:
Di komunitas kerja Karto, tersiar kabar tentang seorang pemulung yang paling sukses di antara mereka. Darimana asal usul berita tersebut masih belum diketahui. Seorang pemulung bernama Manto yang menjadi buah bibir di komunitas tersebut. Semua rekan kerja Karto sangat berharap bisa menjadi seorang yang sukses seperti Manto. Kisah sukses tentang Manto diceritakan kembali oleh Karto kepada sang anak sebagai motivasi hidup mereka. Tidak ada yang pernah tahu seperti apa sosok Manto di kalangan para pemulung ini. Namun kisahnya benar-benar populer.
Diantara semua rekan kerja Karto, hanya Dia sendiri yang paling beruntung. Ya, Ia akhirnya bertemu dengan sosok Manto. Di suatu malam, Karto sedang memunguti sampah di sebuah komplek perumahan. Kebetulan, saat itu Rohmat kecil yang biasa membantunya bekerja sudah tertidur dengan pulas. Di sela-sela pekerjaannya, Ia melihat seorang pemulung gondrong sambil membawa 3 karung sekaligus di punggungnya. Karto terlihat takjub dengan kekuatan si pemulung. Ia belum pernah melihat pemulung itu sebelumnya. Dari penampilannya, Ia terlihat sedikit lebih muda darinya. Meski pakaiannya khas seorang pemulung, namun dalam batin Karto, Ia terlihat lebih bersih untuk penampilan seorang pemulung.
“Malam, Mas?”, ucap pemulung itu,
“Malam...Den?”, Karto menatap si pemulung dari ujung kepala sampai ujung kaki,
“Masih dikit, Mas?”,
“Ah, enggak...itu…”, Karto menunjukkan beberapa karung sampah yang sudah Ia pungut sejak pagi. Si pemulung tersenyum tipis,
“Oh...banyak juga ya?”, tanya si pemulung,
“Ya. Ini hasil kerja Saya dari pagi tadi.”,
“Wah...Mas rajin juga ya?”,
“Ehehe...kalau disebut rajin ya...mau bagaimana lagi?”, Karto menatap Rohmat kecil yang sedang tertidur di gerobak sampahnya, “Saya juga...harus kerja keras demi anak Saya.”,
“Oh gitu? Mmmm...Mas bisa minta waktunya sebentar?”, pinta si pemulung,
“Boleh. Ada perlu apa?”, si pemulung mendekati Karto sambil berbisik,
“Mas pernah berpikir kalau pekerjaan ini sangat berat dan melelahkan?”, Karto tersentak. Ia seperti tersindir oleh kata-kata si pemulung. Jujur...Karto setuju dengan pertanyaan si pemulung,
“Ehmmm...Iya sih…”, si pemulung kembali berbisik,
“Mas mau kerja sama Saya?”, si pemulung menurunkan “hasil kerjaannya”. Ia pun menunjukkan isinya yang membuat Karto terkejut bukan main,
“Ka-Kamu dapat dari mana semua ini? I-Ini kan…”, rupanya isi dari karung yang dibawa si pemulung adalah perhiasan dan barang-barang mahal, mulai dari gadget, kamera, jam tangan dan lainnya,
“Bagaimana Mas? Apa...Mas tertarik dengan semua ini?”,
“YA! SAYA MAU!....Tapi…”, Karto kembali menatap putranya, “...Hhhh...Saya ragu...soalnya...Saya masih harus mengurus anak Saya.”,
“Jangan risau, Mas. Pekerjaan Saya ini hanya dilakukan di tengah malam saja. Tepatnya...dikala orang-orang sudah tertidur. Pokoknya...Mas tenang saja, Mas hanya perlu mengikuti instruksi Saya, bagaimana? Apa Mas tertarik?”, Karto semakin ragu, namun si pemulung tak henti-hentinya membujuk Karto, “...ini adalah kesempatan sekali dalam seumur hidup, Mas. Jika Mas menolak tawaran Saya...Saya tidak jamin kalau Mas akan bertemu dengan Saya lagi.”
“YA! SAYA MAU! AYO KITA BEKERJA BERSAMA!”, si pemulung tersenyum puas,
“Bagus, dengan begini...Mas sudah resmi menjadi “rekan” Saya…”, tatapan Karto mulai kosong, si pemulung seakan menghipnotis Karto dengan sugestinya, “Sekarang, Mas ikuti instruksi Saya...mulai besok malam...Mas temui Saya di tempat dimana Mas biasa menyetorkan hasil kerjanya Mas. Ingat...pastikan...semua orang...sudah tertidur…”,
“Baik…”,
“Dan satu lagi...jangan beritahukan hal ini pada teman-temanmu…”, Karto menganggukan kepalanya. Kemudian, si pemulung kembali mengangkut “hasil kerja” miliknya dan mulai pergi meninggalkan Karto,
“Baiklah, sampai jumpa besok...Karto…”, Karto terkejut, bagaimana pemulung itu tahu namanya?
“TUNGGU!!”, si pemulung membalikkan badannya, “Namamu siapa?”, si pemulung tersenyum dan berkata,
“Manto...ingatlah selalu...nama itu…”, Manto pun berjalan menuju kegelapan jalanan dan menghilang dari pandangan.
Di malam berikutnya, Karto memenuhi janjinya dengan Manto. Ia pun bertemu dengan Manto dan mulai melakukan “pekerjaan” tersebut. Mula-mula, Manto mengajak Karto ke sebuah kompleks perumahan di kota. Lalu, Ia mengajak Karto pergi ke salah satu rumah. Manto terlihat seperti sedang melihat-lihat keadaan. Setelah itu, Manto melompati pagar rumah tersebut dan mulai melakukan aksinya. Ya, selama ini...Manto adalah seorang kriminal berkedok pemulung. Ia punya miliaran cara untuk menerobos masuk ke dalam rumah orang lain tanpa terdeteksi, bahkan oleh Anjing pengawas hingga kamera CCTV sekalipun. Manto pun membagikan caranya kepada Karto. Semenjak itu, Karto tidak hanya menjadi seorang rekan bagi Manto, tapi juga murid baginya. Kini, Karto memiliki 3 pekerjaan, pemulung, penyamun dan “pengajar”. Karto akan tetap mengerjakan tugas memulungnya, jika ada anak yang harus Ia beri “pelajaran”, Ia akan fokus sebagai “pengajar”. Namun jika Ia sedang senggang, Ia akan bekerja dengan Manto. Manto pun paham dengan keadaan Karto dan Ia pun memakluminya.
Singkat waktu, Rohmat kini sudah tinggal menunggu hari esok untuk lulus dari SMA. Ia pun sudah memberitahu sang Ayah untuk hadir di hari kelulusannya. Karto pun berjanji akan menghadiri hari paling bersejarah dalam hidup Rohmat. Tepat di tengah malamnya, Manto tidak seperti biasanya, datang ke rumah Karto. Karto pun terkejut dengan kedatangan Manto yang tiba-tiba. Selama bekerja dengan Manto, Karto sama sekali tidak pernah memberitahu dimana Ia tinggal. Ia pun tak tahu dimana Manto tinggal.
“Mas, sekarang saatnya…”, ucap Manto dari luar rumah,
“Tumben Kamu tahu dimana rumah Saya? Kamu tahu dari mana?”, tanya Karto,
“Soal itu tidak penting. Pokoknya...kita harus pergi sekarang!”, Karto sebetulnya ingin menolak untuk bekerja dulu malam itu, supaya Ia bisa fokus menemani Rohmat di wisuda,
“Tapi…”,
“CEPAT!!”, Manto memaksa Karto. Karto pun tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Manto. Sesaat sebelum Ia meninggalkan rumah, Karto menatap Rohmat dengan tatapan sedih. Matanya pun berkaca-kaca. Bagi Karto, ini adalah saat pertama kali Ia merasakan kesedihan yang teramat sangat. Karto pun pergi dan berkata,
“Maafkan Ayah, nak…”
FLASHBACK OFF
“Seperti itulah...dan di malam itu...adalah malam dimana saat yang kutunggu sudah tiba”, ucap Manto,
“Apa maksudmu?”, tanya Rohmat,
“Sudah saatnya bagiku...untuk menagih “janji” Ayahmu…”, Rohmat tidak mengerti apa maksud Manto,
“Apa yang Kau bicarakan? Apa maksudmu berkata seperti itu?”,
“Hehehehehahahaha….Aku sudah berjanji kepada Karto untuk mengambil jiwanya malam itu. Karena sesuai perjanjianku dulu...Aku akan mengabulkan seluruh keinginan Karto melalui dirimu. Aku meminta Karto untuk merawatmu hingga saatnya tiba. Dan saat yang Aku maksud adalah saat ini...saat dimana Kau sudah berusia matang sebagai manusia…”,
“Berusia matang sebagai manusia? Apa maksudmu?! APA KAU SUDAH GILA?!”, Manto tertawa dengan sinis,
“Tidak...Aku tidak gila...Aku...adalah...sumber dari segalanya...Aku...adalah…”, Manto pun berubah wujud. Rupanya...selama ini...Manto adalah sosok pria yang hadir di mimpi Karto waktu Ia memakan hidangan di bawah pohon waktu itu. Kemudian, pria itu pun menunjukkan wujud aslinya yang ternyata…
“KAU IBLIS!!!”, dengan suara tawa yang berat, si iblis alias Manto tertawa terbahak-bahak,
“YA...AKU ADALAH IBLIS. AKU YANG MEMBUAT AYAHMU MENDERITA!!! HAHAHAHA!!!”,
“KENAPA KAU MELAKUKAN INI KEPADA AYAHKU?! KENAPAAA??!!! APA YANG SUDAH AYAHKU PERBUAT?! TEGA SEKALI KAU!!!”, si iblis tertawa puas,
“OH...APA KAU SUDAH LUPA DENGAN CERITAKU?”, Rohmat mencoba mengingat-ingat kembali cerita si iblis,
“Tunggu...jangan-jangan…”, si iblis tertawa terbahak-bahak,
“AYAHMU SUDAH SEENAKNYA MENYANTAP “HIDANGAN MILIKKU”!!! DAN AKU TAK TERIMA DENGAN ITU!!....TAPI…”, si iblis mengusap dagunya sembari tersenyum jahat, “UNTUNGNYA...AYAHMU ITU ADALAH MANUSIA YANG BODOH. IA MUDAH SEKALI DI MANIPULASI OLEHKU. DAN DENGAN KEKUATANKU, AKU KABULKAN SAJA PERMINTAANNYA, NAMUN...KARENA AYAHMU SANGATLAH BODOH...IA LUPA DENGAN KONSEKUENSI YANG AKU BERIKAN”, Rohmat mulai mengerti. Ia terkejut dengan kenyataan yang Ia ketahui saat ini,
“Jadi...selama ini...Aku ini adalah…”,
“KAU...ADALAH...IBLIS...SAMA SEPERTIKU…”, Rohmat terkejut dengan kata-kata si iblis, “KAU ADALAH ALAT YANG AKU GUNAKAN UNTUK MENJEBAK KARTO…”, dari sini, si iblis mulai menjelaskan semuanya…
Diantara semua rekan kerja Karto, hanya Dia sendiri yang paling beruntung. Ya, Ia akhirnya bertemu dengan sosok Manto. Di suatu malam, Karto sedang memunguti sampah di sebuah komplek perumahan. Kebetulan, saat itu Rohmat kecil yang biasa membantunya bekerja sudah tertidur dengan pulas. Di sela-sela pekerjaannya, Ia melihat seorang pemulung gondrong sambil membawa 3 karung sekaligus di punggungnya. Karto terlihat takjub dengan kekuatan si pemulung. Ia belum pernah melihat pemulung itu sebelumnya. Dari penampilannya, Ia terlihat sedikit lebih muda darinya. Meski pakaiannya khas seorang pemulung, namun dalam batin Karto, Ia terlihat lebih bersih untuk penampilan seorang pemulung.
“Malam, Mas?”, ucap pemulung itu,
“Malam...Den?”, Karto menatap si pemulung dari ujung kepala sampai ujung kaki,
“Masih dikit, Mas?”,
“Ah, enggak...itu…”, Karto menunjukkan beberapa karung sampah yang sudah Ia pungut sejak pagi. Si pemulung tersenyum tipis,
“Oh...banyak juga ya?”, tanya si pemulung,
“Ya. Ini hasil kerja Saya dari pagi tadi.”,
“Wah...Mas rajin juga ya?”,
“Ehehe...kalau disebut rajin ya...mau bagaimana lagi?”, Karto menatap Rohmat kecil yang sedang tertidur di gerobak sampahnya, “Saya juga...harus kerja keras demi anak Saya.”,
“Oh gitu? Mmmm...Mas bisa minta waktunya sebentar?”, pinta si pemulung,
“Boleh. Ada perlu apa?”, si pemulung mendekati Karto sambil berbisik,
“Mas pernah berpikir kalau pekerjaan ini sangat berat dan melelahkan?”, Karto tersentak. Ia seperti tersindir oleh kata-kata si pemulung. Jujur...Karto setuju dengan pertanyaan si pemulung,
“Ehmmm...Iya sih…”, si pemulung kembali berbisik,
“Mas mau kerja sama Saya?”, si pemulung menurunkan “hasil kerjaannya”. Ia pun menunjukkan isinya yang membuat Karto terkejut bukan main,
“Ka-Kamu dapat dari mana semua ini? I-Ini kan…”, rupanya isi dari karung yang dibawa si pemulung adalah perhiasan dan barang-barang mahal, mulai dari gadget, kamera, jam tangan dan lainnya,
“Bagaimana Mas? Apa...Mas tertarik dengan semua ini?”,
“YA! SAYA MAU!....Tapi…”, Karto kembali menatap putranya, “...Hhhh...Saya ragu...soalnya...Saya masih harus mengurus anak Saya.”,
“Jangan risau, Mas. Pekerjaan Saya ini hanya dilakukan di tengah malam saja. Tepatnya...dikala orang-orang sudah tertidur. Pokoknya...Mas tenang saja, Mas hanya perlu mengikuti instruksi Saya, bagaimana? Apa Mas tertarik?”, Karto semakin ragu, namun si pemulung tak henti-hentinya membujuk Karto, “...ini adalah kesempatan sekali dalam seumur hidup, Mas. Jika Mas menolak tawaran Saya...Saya tidak jamin kalau Mas akan bertemu dengan Saya lagi.”
“YA! SAYA MAU! AYO KITA BEKERJA BERSAMA!”, si pemulung tersenyum puas,
“Bagus, dengan begini...Mas sudah resmi menjadi “rekan” Saya…”, tatapan Karto mulai kosong, si pemulung seakan menghipnotis Karto dengan sugestinya, “Sekarang, Mas ikuti instruksi Saya...mulai besok malam...Mas temui Saya di tempat dimana Mas biasa menyetorkan hasil kerjanya Mas. Ingat...pastikan...semua orang...sudah tertidur…”,
“Baik…”,
“Dan satu lagi...jangan beritahukan hal ini pada teman-temanmu…”, Karto menganggukan kepalanya. Kemudian, si pemulung kembali mengangkut “hasil kerja” miliknya dan mulai pergi meninggalkan Karto,
“Baiklah, sampai jumpa besok...Karto…”, Karto terkejut, bagaimana pemulung itu tahu namanya?
“TUNGGU!!”, si pemulung membalikkan badannya, “Namamu siapa?”, si pemulung tersenyum dan berkata,
“Manto...ingatlah selalu...nama itu…”, Manto pun berjalan menuju kegelapan jalanan dan menghilang dari pandangan.
Di malam berikutnya, Karto memenuhi janjinya dengan Manto. Ia pun bertemu dengan Manto dan mulai melakukan “pekerjaan” tersebut. Mula-mula, Manto mengajak Karto ke sebuah kompleks perumahan di kota. Lalu, Ia mengajak Karto pergi ke salah satu rumah. Manto terlihat seperti sedang melihat-lihat keadaan. Setelah itu, Manto melompati pagar rumah tersebut dan mulai melakukan aksinya. Ya, selama ini...Manto adalah seorang kriminal berkedok pemulung. Ia punya miliaran cara untuk menerobos masuk ke dalam rumah orang lain tanpa terdeteksi, bahkan oleh Anjing pengawas hingga kamera CCTV sekalipun. Manto pun membagikan caranya kepada Karto. Semenjak itu, Karto tidak hanya menjadi seorang rekan bagi Manto, tapi juga murid baginya. Kini, Karto memiliki 3 pekerjaan, pemulung, penyamun dan “pengajar”. Karto akan tetap mengerjakan tugas memulungnya, jika ada anak yang harus Ia beri “pelajaran”, Ia akan fokus sebagai “pengajar”. Namun jika Ia sedang senggang, Ia akan bekerja dengan Manto. Manto pun paham dengan keadaan Karto dan Ia pun memakluminya.
Singkat waktu, Rohmat kini sudah tinggal menunggu hari esok untuk lulus dari SMA. Ia pun sudah memberitahu sang Ayah untuk hadir di hari kelulusannya. Karto pun berjanji akan menghadiri hari paling bersejarah dalam hidup Rohmat. Tepat di tengah malamnya, Manto tidak seperti biasanya, datang ke rumah Karto. Karto pun terkejut dengan kedatangan Manto yang tiba-tiba. Selama bekerja dengan Manto, Karto sama sekali tidak pernah memberitahu dimana Ia tinggal. Ia pun tak tahu dimana Manto tinggal.
“Mas, sekarang saatnya…”, ucap Manto dari luar rumah,
“Tumben Kamu tahu dimana rumah Saya? Kamu tahu dari mana?”, tanya Karto,
“Soal itu tidak penting. Pokoknya...kita harus pergi sekarang!”, Karto sebetulnya ingin menolak untuk bekerja dulu malam itu, supaya Ia bisa fokus menemani Rohmat di wisuda,
“Tapi…”,
“CEPAT!!”, Manto memaksa Karto. Karto pun tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan Manto. Sesaat sebelum Ia meninggalkan rumah, Karto menatap Rohmat dengan tatapan sedih. Matanya pun berkaca-kaca. Bagi Karto, ini adalah saat pertama kali Ia merasakan kesedihan yang teramat sangat. Karto pun pergi dan berkata,
“Maafkan Ayah, nak…”
FLASHBACK OFF
“Seperti itulah...dan di malam itu...adalah malam dimana saat yang kutunggu sudah tiba”, ucap Manto,
“Apa maksudmu?”, tanya Rohmat,
“Sudah saatnya bagiku...untuk menagih “janji” Ayahmu…”, Rohmat tidak mengerti apa maksud Manto,
“Apa yang Kau bicarakan? Apa maksudmu berkata seperti itu?”,
“Hehehehehahahaha….Aku sudah berjanji kepada Karto untuk mengambil jiwanya malam itu. Karena sesuai perjanjianku dulu...Aku akan mengabulkan seluruh keinginan Karto melalui dirimu. Aku meminta Karto untuk merawatmu hingga saatnya tiba. Dan saat yang Aku maksud adalah saat ini...saat dimana Kau sudah berusia matang sebagai manusia…”,
“Berusia matang sebagai manusia? Apa maksudmu?! APA KAU SUDAH GILA?!”, Manto tertawa dengan sinis,
“Tidak...Aku tidak gila...Aku...adalah...sumber dari segalanya...Aku...adalah…”, Manto pun berubah wujud. Rupanya...selama ini...Manto adalah sosok pria yang hadir di mimpi Karto waktu Ia memakan hidangan di bawah pohon waktu itu. Kemudian, pria itu pun menunjukkan wujud aslinya yang ternyata…
“KAU IBLIS!!!”, dengan suara tawa yang berat, si iblis alias Manto tertawa terbahak-bahak,
“YA...AKU ADALAH IBLIS. AKU YANG MEMBUAT AYAHMU MENDERITA!!! HAHAHAHA!!!”,
“KENAPA KAU MELAKUKAN INI KEPADA AYAHKU?! KENAPAAA??!!! APA YANG SUDAH AYAHKU PERBUAT?! TEGA SEKALI KAU!!!”, si iblis tertawa puas,
“OH...APA KAU SUDAH LUPA DENGAN CERITAKU?”, Rohmat mencoba mengingat-ingat kembali cerita si iblis,
“Tunggu...jangan-jangan…”, si iblis tertawa terbahak-bahak,
“AYAHMU SUDAH SEENAKNYA MENYANTAP “HIDANGAN MILIKKU”!!! DAN AKU TAK TERIMA DENGAN ITU!!....TAPI…”, si iblis mengusap dagunya sembari tersenyum jahat, “UNTUNGNYA...AYAHMU ITU ADALAH MANUSIA YANG BODOH. IA MUDAH SEKALI DI MANIPULASI OLEHKU. DAN DENGAN KEKUATANKU, AKU KABULKAN SAJA PERMINTAANNYA, NAMUN...KARENA AYAHMU SANGATLAH BODOH...IA LUPA DENGAN KONSEKUENSI YANG AKU BERIKAN”, Rohmat mulai mengerti. Ia terkejut dengan kenyataan yang Ia ketahui saat ini,
“Jadi...selama ini...Aku ini adalah…”,
“KAU...ADALAH...IBLIS...SAMA SEPERTIKU…”, Rohmat terkejut dengan kata-kata si iblis, “KAU ADALAH ALAT YANG AKU GUNAKAN UNTUK MENJEBAK KARTO…”, dari sini, si iblis mulai menjelaskan semuanya…
Spoiler for The Truth:
Okay, so here's the thing guys...
Ane udah cerita di part kedua kalau si Karto ini tuh emang sejak awal gak pernah sekolah cuy, bahkan di usianya yang udah kepala empat (a.k.a. 40 tahunan). Karto cuma belajar "sesuatu" yang menurutnya penting (kayak membaca, menulis, menjadi pengrajin dan sebagainya) berdasarkan pengalamannya aja. Satu pelajaran yang gak dipelajari si Karto adalah "norma". Kenapa? Di part sebelumnya, karena saking laparnya itu orang, bahkan sesajen pun diembat sama Dia. Nah, si "pria berpakaian hitam" yang hadir di "mimpi" si Karto tuh sebetulnya "Penunggu" pohon tua di deket lapangan itu. Selama ini, selalu saja ada orang BAHLUL yang mengirim sesajen di pohon itu. Karena si Karto ini sikapnya polos bin blo'on, jadinya Ia dimanfaatin sama si Iblis. Si Iblis menjanjikan akan mengubah nasib si Karto, namun, namanya making the deal with devil (membuat perjanjian dengan iblis), selalu saja ada syarat & kententuan yang berlaku. Syarat si Iblis :
Nah, waktu yang diminta si Iblis sebenarnya tuh ketika si bayi ini (Rohmat) udah dinilai "cukup" bagi si Iblis. Untuk konsekuensinya, jika saatnya sudah tepat, jiwa si Karto bakalan diambil. Di ending part 1, si Karto diceritain udah jadi gila. Kenapa? Kejadiannya berawal pas Karto sama Manto "beraksi" di malam sebelum wisuda si Rohmat.
Ane udah cerita di part kedua kalau si Karto ini tuh emang sejak awal gak pernah sekolah cuy, bahkan di usianya yang udah kepala empat (a.k.a. 40 tahunan). Karto cuma belajar "sesuatu" yang menurutnya penting (kayak membaca, menulis, menjadi pengrajin dan sebagainya) berdasarkan pengalamannya aja. Satu pelajaran yang gak dipelajari si Karto adalah "norma". Kenapa? Di part sebelumnya, karena saking laparnya itu orang, bahkan sesajen pun diembat sama Dia. Nah, si "pria berpakaian hitam" yang hadir di "mimpi" si Karto tuh sebetulnya "Penunggu" pohon tua di deket lapangan itu. Selama ini, selalu saja ada orang BAHLUL yang mengirim sesajen di pohon itu. Karena si Karto ini sikapnya polos bin blo'on, jadinya Ia dimanfaatin sama si Iblis. Si Iblis menjanjikan akan mengubah nasib si Karto, namun, namanya making the deal with devil (membuat perjanjian dengan iblis), selalu saja ada syarat & kententuan yang berlaku. Syarat si Iblis :
Quote:
NGURUS BAYI IBLIS DAN MEMENUHI SEMUA KEBUTUHANNYA, BAGAIMANAPUN CARANYA. SAMPAI WAKTU YANG DITENTUKAN
Nah, waktu yang diminta si Iblis sebenarnya tuh ketika si bayi ini (Rohmat) udah dinilai "cukup" bagi si Iblis. Untuk konsekuensinya, jika saatnya sudah tepat, jiwa si Karto bakalan diambil. Di ending part 1, si Karto diceritain udah jadi gila. Kenapa? Kejadiannya berawal pas Karto sama Manto "beraksi" di malam sebelum wisuda si Rohmat.
Spoiler for Part 3:
Malam itu...
Aku dan Ayahmu seperti biasa melakukan "tugas Kami". Ada satu rumah besar yang konon...rumah dari salah seorang pejabat. Sesampainya Kami di sana...penjagaannya ketat sekali. Kami lihat ada 3 atau 4 orang Petugas Keamanan, 2 ekor Anjing pengawas, pagar yang diberi kawat berduri dan kamera pengintai dimana-mana. Aku sudah menyiapkan rute masuk ke dalam rumah tersebut sejak jauh-jauh hari, yaitu sebuah jalan tikus yang akan menembus ke ruang penyimpanan harta benda si penjabat.
Dengan instruksiku, Aku suruh Karto untuk berpura-pura memunguti sampah di rumah itu, sekaligus mengulur waktu bagiku untuk masuk dan mengambil seluruh harta benda yang bisa kuambil. Karto berhasil mengalihkan perhatian para penjaga, sementara Aku beraksi di dalam rumah. Setelah selesai, Aku bawa "hasil kerja" Kami dan memberi sinyal kepada Karto...
Sebuah sinyal yang menjadi jebakan untuknya...
Setelah sinyal diberikan, Aku pergi meninggalkan barang curian itu. Kulihat, Karto mencoba untuk mengikuti rencanaku, sayangnya...eksekusinya salah. Dia terlihat terburu-buru setelah mendengar sinyal dariku. Tentu saja, itu membuat para penjaga curiga. Karto pun digeledah, para penjaga memeriksa seluruh isi karungnya, termasuk karung di gerobaknya, dimana karung itu merupakan barang curian Kami. Saat barang curian Kami ditemukan, dari kejauhan Aku melempari para penjaga itu dengan batu tepat ke kepala mereka. Saat itulah kesempatan bagi Karto untuk kabur muncul. Aku menginstruksikan Karto untuk kabur. Lalu, Kami pun bergegas kabur.
Setelah berhasil lolos, Kami sempat beristirahat di sebuah jalanan kampung yang sepi. Kulihat Karto yang kelelahan mencoba untuk mengatur nafasnya. Saat itulah Ia mulai lengah. Aku pun segera membuat Karto tak sadarkan diri dengan memukul kepala belakangnya. Aku membawa Karto ke sebuah tempat yang "aman", dimana tempat tersebut...adalah pohon tua tempat dimana semuanya berasal.
Aku dengan kekuatanku kembali ke rumah itu dalam sekejap mata. Kulihat sudah ada Polisi disana. Aku dengan penyamaranku sebagai Manto mendekati tempat itu. Aku langsung ditahan di tempat. Aku beberkan semuanya yang "Aku ketahui". Dengan kata-kataku, mereka semua berhasil terperdaya. Aku arahkan mereka tepat ke rumah Karto yang jelek itu. Aku instruksikan para penjaga dan Polisi untuk melakukan penjebakan di rumah Karto.
Pagi pun tiba, kulihat Karto terbangun dari tidurnya. Ia bergegas berlari pulang menuju rumahnya. Yang ada dipikirannya adalah hari wisuda anak itu, Ia tidak mengingat mengapa Ia bisa tertidur di bawah pohon. Ia pikir Ia akan selamat jika sudah berada di rumah, tetapi...rumahnya adalah jebakannya...
Singkat waktu, Karto pun mendekam di sel tahanan. Tepat sehari masa tahanannya, Aku datang untuk "menjenguknya" sekaligus mengungkapkan kebenarannya. Semua memori tentang tindakan jahat yang telah Ia lakukan sudah kuhapus, tepat saat Aku memukul kepalanya. Bahkan semua "kekuatan" yang kupinjamkan kepadanya pada saat Ia menyiksa anak-anak itu...sudah kuambil kembali. Dengan begini...tugasku...sudah selesai.
Di akhir kunjungan, Aku berhasil mengambil jiwa Karto. Dan kini, Ia hanyalah tubuh tanpa jiwa. Ia akan terlihat dan berkelakuan seperti orang yang tidak waras...
"Bagaimana, nak? Apa Kau sudah paham?", terlihat raut muka Rohmat yang memendam kebencian dan dendam yang teramat sangat. Si iblis pun tertawa terbahak-bahak dan menghilang dari pandangan Rohmat...
Sejak pertemuannya dengan si Iblis, pihak kepolisian datang ke rumah reyot Rohmat. Mereka mengabarkan kondisi Karto yang sudah "diambil jiwanya". Karena pihak kepolisian merasa tidak sanggup dengan kondisi Karto, mereka pun melepaskannya. Setelah itu, Rohmat dan Ayahnya mulai menempati rumah tua di pinggiran kampung, rumah yang menjadi tempat "pembelajaran" bagi para anak nakal yang mengganggu Rohmat saat sekolah dulu. Saat Rohmat mengetahui semuanya, Ia melihat banyak sekali barang-barang milik "temannya" yang tertinggal, dari peralatan sekolah sampai pakaian dalam merekam khususnya teman perempuannya. Rohmat kini membenci sang Ayah. Ia merasa kecewa dengan semua dosa sang Ayah di masa lalu. Ia pun mulai memasung sang Ayah dan memperlakukannya layaknya "hewan ternak"...
Aku dan Ayahmu seperti biasa melakukan "tugas Kami". Ada satu rumah besar yang konon...rumah dari salah seorang pejabat. Sesampainya Kami di sana...penjagaannya ketat sekali. Kami lihat ada 3 atau 4 orang Petugas Keamanan, 2 ekor Anjing pengawas, pagar yang diberi kawat berduri dan kamera pengintai dimana-mana. Aku sudah menyiapkan rute masuk ke dalam rumah tersebut sejak jauh-jauh hari, yaitu sebuah jalan tikus yang akan menembus ke ruang penyimpanan harta benda si penjabat.
Dengan instruksiku, Aku suruh Karto untuk berpura-pura memunguti sampah di rumah itu, sekaligus mengulur waktu bagiku untuk masuk dan mengambil seluruh harta benda yang bisa kuambil. Karto berhasil mengalihkan perhatian para penjaga, sementara Aku beraksi di dalam rumah. Setelah selesai, Aku bawa "hasil kerja" Kami dan memberi sinyal kepada Karto...
Sebuah sinyal yang menjadi jebakan untuknya...
Setelah sinyal diberikan, Aku pergi meninggalkan barang curian itu. Kulihat, Karto mencoba untuk mengikuti rencanaku, sayangnya...eksekusinya salah. Dia terlihat terburu-buru setelah mendengar sinyal dariku. Tentu saja, itu membuat para penjaga curiga. Karto pun digeledah, para penjaga memeriksa seluruh isi karungnya, termasuk karung di gerobaknya, dimana karung itu merupakan barang curian Kami. Saat barang curian Kami ditemukan, dari kejauhan Aku melempari para penjaga itu dengan batu tepat ke kepala mereka. Saat itulah kesempatan bagi Karto untuk kabur muncul. Aku menginstruksikan Karto untuk kabur. Lalu, Kami pun bergegas kabur.
Setelah berhasil lolos, Kami sempat beristirahat di sebuah jalanan kampung yang sepi. Kulihat Karto yang kelelahan mencoba untuk mengatur nafasnya. Saat itulah Ia mulai lengah. Aku pun segera membuat Karto tak sadarkan diri dengan memukul kepala belakangnya. Aku membawa Karto ke sebuah tempat yang "aman", dimana tempat tersebut...adalah pohon tua tempat dimana semuanya berasal.
Aku dengan kekuatanku kembali ke rumah itu dalam sekejap mata. Kulihat sudah ada Polisi disana. Aku dengan penyamaranku sebagai Manto mendekati tempat itu. Aku langsung ditahan di tempat. Aku beberkan semuanya yang "Aku ketahui". Dengan kata-kataku, mereka semua berhasil terperdaya. Aku arahkan mereka tepat ke rumah Karto yang jelek itu. Aku instruksikan para penjaga dan Polisi untuk melakukan penjebakan di rumah Karto.
Pagi pun tiba, kulihat Karto terbangun dari tidurnya. Ia bergegas berlari pulang menuju rumahnya. Yang ada dipikirannya adalah hari wisuda anak itu, Ia tidak mengingat mengapa Ia bisa tertidur di bawah pohon. Ia pikir Ia akan selamat jika sudah berada di rumah, tetapi...rumahnya adalah jebakannya...
Singkat waktu, Karto pun mendekam di sel tahanan. Tepat sehari masa tahanannya, Aku datang untuk "menjenguknya" sekaligus mengungkapkan kebenarannya. Semua memori tentang tindakan jahat yang telah Ia lakukan sudah kuhapus, tepat saat Aku memukul kepalanya. Bahkan semua "kekuatan" yang kupinjamkan kepadanya pada saat Ia menyiksa anak-anak itu...sudah kuambil kembali. Dengan begini...tugasku...sudah selesai.
Di akhir kunjungan, Aku berhasil mengambil jiwa Karto. Dan kini, Ia hanyalah tubuh tanpa jiwa. Ia akan terlihat dan berkelakuan seperti orang yang tidak waras...
"Bagaimana, nak? Apa Kau sudah paham?", terlihat raut muka Rohmat yang memendam kebencian dan dendam yang teramat sangat. Si iblis pun tertawa terbahak-bahak dan menghilang dari pandangan Rohmat...
Sejak pertemuannya dengan si Iblis, pihak kepolisian datang ke rumah reyot Rohmat. Mereka mengabarkan kondisi Karto yang sudah "diambil jiwanya". Karena pihak kepolisian merasa tidak sanggup dengan kondisi Karto, mereka pun melepaskannya. Setelah itu, Rohmat dan Ayahnya mulai menempati rumah tua di pinggiran kampung, rumah yang menjadi tempat "pembelajaran" bagi para anak nakal yang mengganggu Rohmat saat sekolah dulu. Saat Rohmat mengetahui semuanya, Ia melihat banyak sekali barang-barang milik "temannya" yang tertinggal, dari peralatan sekolah sampai pakaian dalam merekam khususnya teman perempuannya. Rohmat kini membenci sang Ayah. Ia merasa kecewa dengan semua dosa sang Ayah di masa lalu. Ia pun mulai memasung sang Ayah dan memperlakukannya layaknya "hewan ternak"...
Oke, itu tadi akhir dari episode ke-29 ini. Kalau kalian punya pendapat, kritik dan saran bisa langsung tulis aja di kolom komentar. Traktir Ane dengan segelas cendol kalau kalian menyukai cerita ini atau timpuk Ane dengan bata jika cerita ini kurang menarik buat kalian. Thanks for coming and see you on the next episode...
-Diaz-

0
316
Kutip
0
Balasan


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan