- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Supranatural
Pamali The Stories #29 (Part 2)


TS
diaz420
Pamali The Stories #29 (Part 2)

Heyyo whaDZup? Kali ini Ane balik lagi dengan lanjutan part sebelumnya. Tadinya tuh ini bakalan dibikin satu postingan aja, cuman karena keterbatasan jumlah karakter, Ane terpaksa harus membagi part terakhir ini jadi 2 bagian (sama yang part 1 jadi totalnya ada 3 part).
So daripada berlama-lama lagi, langsung aja ke ceritanya...
Part 1
Spoiler for Part 2:
Sebagian dari kalian pasti bertanya mengenai penyebab bagaimana Ayahku berakhir menjadi orang gila seperti ini. Dan sebagian dari kalian pasti mengutukku karena apa yang kuperbuat pada Ayahku. Baiklah...akan kuceritakan kepada kalian semuanya.
Hari itu...
Sehari sebelum hari kelulusanku di bangku SMA, Aku mendapat undangan dari sekolah. Katanya kita harus datang dengan orang tua. Saat kutanya apakah Ayah bisa hadir atau tidak, Ayah berjanji akan menyanggupinya. Waktu itu sama sekali tidak ada ekspresi wajah Ayah yang mencurigakan, bahkan gelagatnya sekalipun. Tibalah hari H, Aku masih menunggu kehadiran Ayah di rumah, padahal seharusnya Aku sudah berangkat ke sekolah. Sudah berjam-jam kumenunggu, namun Ayah tak kunjung pulang. Walaupun cemas, Aku terpaksa harus ke sekolah. Selama acara kelulusan berlangsung, Aku terus mencari Ayah, tapi sayangnya hingga acara berakhir Ayah tidak pernah datang. Aku pun pulang dengan perasaan kecewa. Orang yang kutunggu ternyata tidak ada. Dan saat Aku tiba di rumah...barulah Aku mengetahui fakta mengejutkan.
Aku lihat para warga kampung berkumpul di depan rumahku. Tak hanya mereka, rupanya ada 3 orang Polisi di sana. Ternyata Ayahku ditangkap Polisi...
Aku mencoba mencari kejelasan dari kejadian itu. Aku bahkan tidak mengerti mengapa Ayahku harus ditangkap, memangnya...apa yang sudah Ayahku perbuat? Saat kutanya para warga, mereka malah mencemooh diriku. Mengapa mereka memperlakukanku seperti itu? Aku kan hanya menginginkan penjelasan dan keadilan untuk orang tuaku sendiri? Aku bahkan nyaris dihakimi oleh mereka, beruntung Polisi dengan sigap mengamankan diriku dan membawaku ke kantor Polisi untuk dimintai keterangan. Sepanjang perjalanan menuju ke kantor Polisi, Aku lihat Ayahku yang hanya bisa diam seribu bahasa sambil menundukkan kepalanya. Dia bahkan tidak berani menatapku. Ingin sekali Aku bertanya kepadanya, namun...ah sudahlah...terlalu menyedihkan jika kulakukan itu.
Sesampainya di kantor Polisi, barulah Aku mengetahui semuanya. Selama ini, Ayah sengaja kerja malam hari hanya untuk melakukan aksi kriminal. Polisi menemukan beberapa barang curian di dalam karung yang Ayah bawa, dari perhiasan hingga peralatan elektronik. Saat dimintai keterangan, Ayah berdalih bahwa Ia sama sekali tidak mengingat apa-apa soal barang curian itu. Selama Ia bekerja, Ia tidak pernah sama sekali melakukan aksi kriminal apa pun. Aku pun bersaksi dan membela Ayahku, Aku yakin seseorang telah menjebak Ayahku. Namun, Polisi tetap tidak mau tahu. Hanya dengan barang bukti itu, Ayahku tetap akan berakhir di penjara...kecuali...dengan cara “main belakang”. Aku yang hanya seorang keluarga pemulung tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa pasrah dan merelakan Ayahku mendekam di penjara selama 6 tahun lamanya.
Tunggu...Aku baru ingat...
Rasanya ada seseorang yang pernah dekat dengan Ayah...
Satu malam, Aku pergi ke tempat dimana Ayah biasa bekerja. Aku sengaja bekerja kembali sebagai pemulung dengan satu maksud. Bertemu dengan orang itu...
“Apa kabar, nak? Lama tidak berjumpa ya?”, Dia memasang senyuman sinis kepadaku,
“Kau...Kau pasti yang sudah menjebak Ayahku...ya kan?”, tanyaku sambil menahan amarah,
“Hehehehahahaha......Apa menurutmu...Aku seperti itu? Maksudku...lihatlah diriku...”, Dia tidak ada bedanya dengan pemulung pada umumnya, “Apa menurutmu...Aku ini orang jahat? Kau kira...Aku yang sudah menjebak Ayahmu?”, Dia menggelengkan kepalanya, “Mungkin...Kau sudah lupa...dengan masa lalumu...”,
“M-maksudnya?”, tanyaku keheranan,
“Hohoho...sepertinya kasih sayang Lelaki tua itu sudah membutakanmu...mungkin...ada baiknya jika kuberitahu...”
FLASHBACK ON
18 tahun yang lalu, ada seorang pria paruh baya bernama Karto. Sejak kecil, Karto sudah hidup sebatang kara. Dia tidak pernah tahu siapa dan dimana keluarganya berada. Meski begitu, Ia bisa bertahan hidup dari pekerjaannya memunguti sampah. Ya, sejak kecil Karto sudah menjadi seorang pemulung. Selain menyambung hidup sebagai pemulung, Karto kecil sering mendapat simpati dari para tetangga. Ada saja yang memberinya makanan, pakaian hingga uang jajan.
Sebetulnya, Karto sempat berpikir untuk berhenti menjadi pemulung dan mulai untuk hidup bergantung kepada para tetangga. Namun...baru saja Ia memulai “hidup baru”, Dia langsung mendapatkan penolakan. Seketika, reputasi seorang Karto hancur berantakan. Itu terjadi ketika Ia sudah menginjak usia remaja. Setelah itu, Karto kembali kepada pekerjaan lamanya, yakni menjadi seorang pemulung. Bertahun-tahun lamanya, Karto masih menekuni pekerjaannya hingga usianya yang sudah berkepala empat. Ia pun masih tinggal sendirian, tanpa keluarga maupun pasangan. Semakin bertambah usianya, Ia semakin kesal dengan nasibnya. Ingin sekali Ia berubah, Ia berandai-andai jika Ia memiliki keluarga, bisa menempuh pendidikan, memiliki pekerjaan yang baik dan juga seorang pasangan yang setia, hidupnya takkan pernah seperti ini. Namun kenyataannya tidak demikian, Ia tidak bisa bersekolah karena keterbatasan biaya, Ia tidak pernah tahu siapa dan dimana keluarganya juga tidak akan pernah memiliki pasangan, karena tidak ada yang mau dengan seorang pemulung seperti Dia
Namun satu malam merubah semuanya...
Kala itu, Karto sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Saat itu, Ia belum sama sekali mendapatkan isi untuk perutnya, bahkan seteguk air sekalipun. Sampai di satu tempat, Ia melihat sebuah pohon besar yang nampaknya sudah sangat tua. Daunnya lebat sekali, siapapun yang beristirahat di bawahnya pasti akan langsung tertidur pulas. Di dekat pohon itu, Karto melihat banyak sekali makanan. Tanpa pikir panjang, Karto langsung menyambar makanan dan minuman di sana, mulai dari buah, air kelapa sampai segelas kopi hitam. Setelah puas mengisi perutnya, Karto menyandarkan kepalanya tepat di batang pohon tersebut. Kedua mata Karto pun tertutup dengan sendirinya. Baru sebentar Ia menutup matanya…
“HEI!!”, seseorang memanggil Karto. Karto yang kaget langsung berdiri. Ia melihat seorang pria menatap tajam ke arahnya, “APA YANG KAMU LAKUKAN DISITU?!”, tanya pria tersebut. Karto gelagapan dan tidak bisa mengucap sepatah katapun, “MENGAPA KAU MEMAKAN SEMUANYA?! SIAPA YANG MENYURUHMU MEMAKANNYA?!”,
“A-A-Ampun…Ampun…maafkan Saya…Saya hanya seorang yang kelaparan saja…Kebetulan…Saya melihat ada makanan disini, jadi…Saya makan saja semuanya…maafkan Saya Tuan…Saya mohon…Saya akan lakukan apa saja…”, kata-kata terakhir Karto membuat pria tersebut tertarik,
“Kau bilang…apapun?”, Karto mendongak ke atas setelah bersujud di kaki si pria. Ia menatap tatapan tajam si pria,
“Ya! Apapun akan Saya lakukan Tuan! Asalkan…Tuan mau memaafkan Saya…”, pria tersebut mengelus dagunya dan tersenyum,
“Baiklah kalau begitu...sekarang...bangkitlah!”, tubuh Karto berdiri dengan sendirinya, “Sekarang...Kau dengarkan...apa kata-kataku…”, ucap si pria sambil membisikkannya di telinga Karto,
“Baik, Tuan.”, jawab Karto dengan polosnya,
“Sekarang...katakan padaku...apa keinginan terbesarmu? Sebuah keinginan yang ingin sekali Kau impikan jauh di dalam lubuk hatimu…”, ucap si pria sembari berjalan mengelilingi Karto yang tengah berdiri mematung,
“Saya ingin kaya, Tuan.”,
“Lalu?”,
“Saya ingin...hidup Saya berubah Tuan...Saya tidak ingin hidup seperti ini Tuan…”, si pria mengangguk paham dengan ucapan polos Karto,
“Begitu ya? Ada lagi?”, Karto menggelengkan kepalanya, “...Bagus, Saya bisa kabulkan itu semua...namun…”, Karto penasaran dengan lanjutan omongan si pria. Si pria yang berhenti tepat di depan mata Karto langsung berjalan mendekati Karto dan mulai membisikkan sesuatu…
Setelah itu, Karto terbangun dari tidurnya. Selama ini, perjumpaannya dengan seorang pria misterius berpakaian serba hitam hanyalah mimpi. Saat Karto terbangun, Ia melihat hari sudah mulai memasuki waktu Subuh. Ia tidak sempat pulang ke rumah hari itu. Karena hari sudah mulai Pagi, Karto sudah harus menyetor pekerjaannya. Karto pun bangkit dan…
OEEEKKK!!! OEEEKKKK!!!
Karto terkejut saat mendengar suara tangisan bayi. Ia mencari asal suara tersebut…
Dan ternyata…
“Ya Ampun!!”, Karto melihat seorang bayi terlantar tepat di atas nampan makanan yang baru saja Ia santap malam itu. Ia yakin sekali bahwa malam itu tidak ada sama sekali bayi di atas salah satu nampan tersebut, “Waduh...kasihan sekali Kamu, nak…”, Karto menggendong bayi tersebut dan berusaha menenangkannya. Dalam sekejap, bayi tersebut mulai tenang. Setelah itu, Karto bergegas pulang ke rumah sambil berharap menemukan sang empunya bayi tersebut.
Sesampainya di kampung, para warga yang baru saja selesai shalat Subuh langsung melihat Karto menggendong bayi tersebut. Karto pun langsung dikerubungi warga bak artis dikerubungi oleh wartawan. Karto pun menjelaskan semuanya.
“Dimana Kamu menemukan anak ini, To?”, tanya salah seorang warga,
“Saya menemukannya di pohon besar di dekat lapangan. Semalam, sehabis Saya makan dekat situ, Saya tertidur di bawah pohon saking kenyangnya. Saat Saya bangun...Saya lihat bayi ini…”, para warga mulai membicarakan orang “tak bertanggung jawab” yang telah menelantarkan bayi tersebut,
“Siapapun yang membuang bayi ini...benar-benar BIADAB!”, para warga mengiyakan omongan salah seorang pria, tiba-tiba…
“Kenapa Pak Karto tidak rawat saja bayi itu? Pak Karto juga kan sudah tua, siapa tahu Dia akan menjadi penerus cita-cita Bapak?”, ucap salah seorang warga,
“Betul, kalau Pak Karto didik anak itu dengan baik, semoga saja anak itu bisa menjadi anak yang sukses dan mengangkat derajat Pak Karto.”, para warga membenarkan ucapan salah seorang dari mereka. Karto dengan mata yang berbinar mulai berangan-angan tentang masa depannya. Ia membayangkan kehidupannya yang berubah 180°. Ia takkan menjadi seorang pemulung lagi di masa yang akan datang. Karto yang menaruh harapan pada anak itu langsung menyetujui usulan warga tersebut. Dan akhirnya, Karto secara resmi menjadi Ayah dari anak tersebut. Di saat yang sama, Karto pun meminta saran kepada para warga untuk memberi nama kepada anaknya itu. Lalu, nama Rohmat pun terpilih.
Selama bertahun-tahun, Karto mendidik Rohmat dengan baik, meskipun Karto tidak pernah sama sekali mendapatkan pendidikan yang layak dalam hidupnya. Selama hidupnya, Karto banyak belajar dari pengalaman hidupnya, karena bagi Karto, pengalaman adalah Guru yang terbaik.
Tak ingin nasib Rohmat berakhir buruk seperti dirinya, Karto mulai menyekolahkan Rohmat. Bermula dari Taman Pendidikan Anak di kampung, Rohmat dididik dengan penuh kasih sayang dari guru-gurunya. Sama halnya dengan anak-anak seusianya, Rohmat kecil juga sangat suka minta uang jajan. Meskipun kondisi ekonominya pas-pasan, Karto selalu menyisihkan uangnya demi Rohmat kecil. Apapun akan Ia lakukan demi kebahagiaan sang anak semata wayang.
Bertambahnya usia Rohmat, Karto harus menyekolahkan Rohmat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Karto pun memasukkan Rohmat ke Sekolah Dasar. Berbekal atribut sekolah pemberian tetangga, Rohmat pun bersekolah di sana. Masa-masa sekolah Rohmat tidaklah berjalan dengan mulus, ada yang menyukainya dan ada yang membencinya. Rohmat disukai karena sifatnya yang periang, di sisi lain ada anak yang merasa jijik dengan kehadiran sosok “anak pemulung” di lingkungan sekolahnya. Rohmat kecil sering kali dikerjai oleh anak-anak yang membencinya, baik dari anak yang seusianya, maupun yang lebih tua darinya. Sebagaimana anak kecil pada umumnya, Rohmat selalu mengadu kepada Bapaknya setiap kali Ia dikerjai. Karto selalu berpesan untuk bersabar, Ia juga menyemangati sang anak untuk terus belajar agar kelak Rohmat bisa membungkam pembencinya. Di depan layar, Karto tampak seperti seorang Bapak yang bijak dan “berkepala dingin” dalam menghadapi permasalahan anaknya…
Namun di belakang layar...itu semua lain cerita. Karto sering mengantar Rohmat pergi ke sekolah. Setelah itu, Karto akan “pergi bekerja”. Tetapi, nyatanya Karto selalu memperhatikan Rohmat dari kejauhan. Ia “menandai” setiap anak yang berbuat jahil kepada putra semata wayangnya. Di jam pulang sekolah, Ia selalu mencari kesempatan untuk bisa berhadapan dengan anak yang mengerjai Rohmat. Biasanya, Ia menemui anak tersebut saat Ia dalam perjalanan pulang ke rumah. Karto yang berhasil menemui anak tersebut lalu membawanya ke sebuah rumah tua di pinggiran kampung. Karto menculik anak itu dan memberi anak itu…”pelajaran”. “Pelajaran” paling dasar yang diberikan oleh Karto adalah dengan membiarkan anak tersebut kelaparan dan kehausan. Kemudian, Karto akan menyuguhkan hidangan yang tidak layak bagi si anak. Dengan begitu, si anak mulai ketakutan dan merengek minta pulang. Dari situ, Karto akan membiarkan si anak selama semalaman tertidur dalam kondisi terpasung, kelaparan dan kehausan. Lalu, Karto akan lihat kondisi si anak. Beberapa anak yang sudah ia beri “pelajaran” ada yang bisa bertahan tanpa makan & minum selama 2 hari, sementara sisanya ada yang hanya bisa bertahan semalaman. Saat kondisi si anak dirasa Karto “sudah cukup”, Ia akan membebaskan si anak dan memberinya 2 potong roti dan 2 bungkus permen. “Pelajaran” yang diberikan oleh Karto sangat efektif dalam memberikan efek jera pada anak-anak nakal tersebut, baik anak laki-laki maupun perempuan. Setelahnya, anak-anak nakal itu mulai takut setiap kali melihat Karto dan berusaha untuk kabur jika melihatnya. Dalam beberapa kesempatan, Karto sampai nyaris dipenjara, namun itu tidak pernah berhasil. Penampilan sederhana Karto selalu membuat siapapun yang hendak menjebloskannya ke penjara menjadi iba.
Bertahun-tahun lamanya Karto melakukan hal yang serupa. Seiring berjalannya waktu, tantangan yang dihadapi oleh Karto juga semakin sulit. Karto harus memutar otak untuk memberi “pelajaran” kepada anak-anak nakal yang mencoba untuk mengerjai Rohmat. Tak hanya Karto, masa-masa sekolah Rohmat juga semakin berat saja seiring waktu berjalan. Semenjak Rohmat masuk SMP misalnya, perundungan verbal dan fisik yang dialaminya semakin parah saja. Saat SD, Rohmat lebih sering didorong atau dijegal kakinya. Saat SMP, Rohmat sampai pernah dipukuli oleh “temannya”. Tanpa Rohmat melaporkannya kepada sang Ayah, Karto langsung tahu kalau ada sesuatu yang buruk telah menimpa putranya.
“Pelajaran” yang diberikan Karto kepada anak-anak nakal tersebut pada dasarnya sama seperti apa yang Ia lakukan dulu. Bedanya, pada saat ini Ia mulai melakukan apa yang sudah anak nakal itu lakukan terhadap Rohmat. Misalkan ada satu anak yang memukul wajah Rohmat, sebagai balasannya, anak tersebut tak hanya dipasung dan dibiarkan lemah tak berdaya begitu saja, Karto juga akan menghajar wajah anak itu 2 kali lipat lebih parah dari apa yang dilakukan anak itu kepada Rohmat. Atau jika ada yang anak yang memasukkan kepala Rohmat ke dalam kloset, maka Karto akan melakukan hal yang serupa. Karto akan menenggelamkan anak itu setiap 1 jam sekali, dimana dalam satu kali percobaannya, anak itu akan ditenggelamkan selama 3 menit. Metode ini merupakan metode yang paling efektif, karena dalam waktu semalam saja, si anak sudah bisa dipulangkan. Seperti biasa, Karto juga akan mengawasi kondisi si anak, berapa lama Ia bertahan dengan “pelajaran” yang didapatkannya. Setelah dirasa “cukup”, Karto akan mengobati luka anak tersebut, kemudian anak itu pun dikembalikan kepada keluarganya. Baik anak laki-laki maupun perempuan, semuanya akan mendapatkan “pelajaran” dari Karto, apapun yang sudah anak itu lakukan baik perundungan fisik maupun verbal, pasti akan dapat balasannya. Dari sini, sesuatu yang “ajaib” terjadi pada Karto. Secara tiba-tiba, Ia mulai bisa menyembuhkan luka seseorang hanya dalam sekejap mata. Namun, Karto sebetulnya sama sekali tidak menyadari kemampuannya ini.
Di masa-masa SMA, Rohmat mendapatkan perundungan yang jauh lebih menyakitkan. Dalam beberapa kesempatan, Rohmat bahkan pernah sampai nyaris meregang nyawa hanya karena “keisengan” semata. Tentunya, Karto pun tidak tinggal diam. Apa yang dilakukan oleh Karto saat ini sudah selayaknya seorang Psikopat di film-film. Ia juga mulai tak segan-segan untuk membuat anak-anak nakal itu sekarat. Dan disaat itulah Karto baru menghentikan “pelajarannya”. Kekuatan magis Karto juga semakin bertambah kuat, di dalam keadaan sekaratnya, anak-anak nakal itu bisa kembali dengan keadaan baik-baik saja, berkat kemampuan magis Karto. Namun tentu saja, itu membuat si anak jera dalam “mengerjai” Rohmat. Apakah Rohmat tahu tentang apa yang Ayahnya lakukan selama ini?
Belum…Tetapi...yang Rohmat tahu adalah perubahan sikap yang terjadi pada “temannya”. Semenjak saat itu, Rohmat selalu merasa tenang meskipun Ia disakiti, karena pada akhirnya, merekalah yang akan mendapat “pelajarannya”.
Selain masalah yang dialami Rohmat, masalah yang harus dihadapi oleh Karto adalah masalah ekonomi. Terutama biaya sekolah Rohmat. Sejak Rohmat masuk SD, Karto sudah dipusingkan dengan masalah biaya sekolah. Namun, Karto takkan tinggal diam. Ia akan melakukan apa saja demi sekolah Rohmat.
Sampai satu waktu...
Hari itu...
Sehari sebelum hari kelulusanku di bangku SMA, Aku mendapat undangan dari sekolah. Katanya kita harus datang dengan orang tua. Saat kutanya apakah Ayah bisa hadir atau tidak, Ayah berjanji akan menyanggupinya. Waktu itu sama sekali tidak ada ekspresi wajah Ayah yang mencurigakan, bahkan gelagatnya sekalipun. Tibalah hari H, Aku masih menunggu kehadiran Ayah di rumah, padahal seharusnya Aku sudah berangkat ke sekolah. Sudah berjam-jam kumenunggu, namun Ayah tak kunjung pulang. Walaupun cemas, Aku terpaksa harus ke sekolah. Selama acara kelulusan berlangsung, Aku terus mencari Ayah, tapi sayangnya hingga acara berakhir Ayah tidak pernah datang. Aku pun pulang dengan perasaan kecewa. Orang yang kutunggu ternyata tidak ada. Dan saat Aku tiba di rumah...barulah Aku mengetahui fakta mengejutkan.
Aku lihat para warga kampung berkumpul di depan rumahku. Tak hanya mereka, rupanya ada 3 orang Polisi di sana. Ternyata Ayahku ditangkap Polisi...
Aku mencoba mencari kejelasan dari kejadian itu. Aku bahkan tidak mengerti mengapa Ayahku harus ditangkap, memangnya...apa yang sudah Ayahku perbuat? Saat kutanya para warga, mereka malah mencemooh diriku. Mengapa mereka memperlakukanku seperti itu? Aku kan hanya menginginkan penjelasan dan keadilan untuk orang tuaku sendiri? Aku bahkan nyaris dihakimi oleh mereka, beruntung Polisi dengan sigap mengamankan diriku dan membawaku ke kantor Polisi untuk dimintai keterangan. Sepanjang perjalanan menuju ke kantor Polisi, Aku lihat Ayahku yang hanya bisa diam seribu bahasa sambil menundukkan kepalanya. Dia bahkan tidak berani menatapku. Ingin sekali Aku bertanya kepadanya, namun...ah sudahlah...terlalu menyedihkan jika kulakukan itu.
Sesampainya di kantor Polisi, barulah Aku mengetahui semuanya. Selama ini, Ayah sengaja kerja malam hari hanya untuk melakukan aksi kriminal. Polisi menemukan beberapa barang curian di dalam karung yang Ayah bawa, dari perhiasan hingga peralatan elektronik. Saat dimintai keterangan, Ayah berdalih bahwa Ia sama sekali tidak mengingat apa-apa soal barang curian itu. Selama Ia bekerja, Ia tidak pernah sama sekali melakukan aksi kriminal apa pun. Aku pun bersaksi dan membela Ayahku, Aku yakin seseorang telah menjebak Ayahku. Namun, Polisi tetap tidak mau tahu. Hanya dengan barang bukti itu, Ayahku tetap akan berakhir di penjara...kecuali...dengan cara “main belakang”. Aku yang hanya seorang keluarga pemulung tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa pasrah dan merelakan Ayahku mendekam di penjara selama 6 tahun lamanya.
Tunggu...Aku baru ingat...
Rasanya ada seseorang yang pernah dekat dengan Ayah...
Satu malam, Aku pergi ke tempat dimana Ayah biasa bekerja. Aku sengaja bekerja kembali sebagai pemulung dengan satu maksud. Bertemu dengan orang itu...
“Apa kabar, nak? Lama tidak berjumpa ya?”, Dia memasang senyuman sinis kepadaku,
“Kau...Kau pasti yang sudah menjebak Ayahku...ya kan?”, tanyaku sambil menahan amarah,
“Hehehehahahaha......Apa menurutmu...Aku seperti itu? Maksudku...lihatlah diriku...”, Dia tidak ada bedanya dengan pemulung pada umumnya, “Apa menurutmu...Aku ini orang jahat? Kau kira...Aku yang sudah menjebak Ayahmu?”, Dia menggelengkan kepalanya, “Mungkin...Kau sudah lupa...dengan masa lalumu...”,
“M-maksudnya?”, tanyaku keheranan,
“Hohoho...sepertinya kasih sayang Lelaki tua itu sudah membutakanmu...mungkin...ada baiknya jika kuberitahu...”
FLASHBACK ON
18 tahun yang lalu, ada seorang pria paruh baya bernama Karto. Sejak kecil, Karto sudah hidup sebatang kara. Dia tidak pernah tahu siapa dan dimana keluarganya berada. Meski begitu, Ia bisa bertahan hidup dari pekerjaannya memunguti sampah. Ya, sejak kecil Karto sudah menjadi seorang pemulung. Selain menyambung hidup sebagai pemulung, Karto kecil sering mendapat simpati dari para tetangga. Ada saja yang memberinya makanan, pakaian hingga uang jajan.
Sebetulnya, Karto sempat berpikir untuk berhenti menjadi pemulung dan mulai untuk hidup bergantung kepada para tetangga. Namun...baru saja Ia memulai “hidup baru”, Dia langsung mendapatkan penolakan. Seketika, reputasi seorang Karto hancur berantakan. Itu terjadi ketika Ia sudah menginjak usia remaja. Setelah itu, Karto kembali kepada pekerjaan lamanya, yakni menjadi seorang pemulung. Bertahun-tahun lamanya, Karto masih menekuni pekerjaannya hingga usianya yang sudah berkepala empat. Ia pun masih tinggal sendirian, tanpa keluarga maupun pasangan. Semakin bertambah usianya, Ia semakin kesal dengan nasibnya. Ingin sekali Ia berubah, Ia berandai-andai jika Ia memiliki keluarga, bisa menempuh pendidikan, memiliki pekerjaan yang baik dan juga seorang pasangan yang setia, hidupnya takkan pernah seperti ini. Namun kenyataannya tidak demikian, Ia tidak bisa bersekolah karena keterbatasan biaya, Ia tidak pernah tahu siapa dan dimana keluarganya juga tidak akan pernah memiliki pasangan, karena tidak ada yang mau dengan seorang pemulung seperti Dia
Namun satu malam merubah semuanya...
Kala itu, Karto sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Saat itu, Ia belum sama sekali mendapatkan isi untuk perutnya, bahkan seteguk air sekalipun. Sampai di satu tempat, Ia melihat sebuah pohon besar yang nampaknya sudah sangat tua. Daunnya lebat sekali, siapapun yang beristirahat di bawahnya pasti akan langsung tertidur pulas. Di dekat pohon itu, Karto melihat banyak sekali makanan. Tanpa pikir panjang, Karto langsung menyambar makanan dan minuman di sana, mulai dari buah, air kelapa sampai segelas kopi hitam. Setelah puas mengisi perutnya, Karto menyandarkan kepalanya tepat di batang pohon tersebut. Kedua mata Karto pun tertutup dengan sendirinya. Baru sebentar Ia menutup matanya…
“HEI!!”, seseorang memanggil Karto. Karto yang kaget langsung berdiri. Ia melihat seorang pria menatap tajam ke arahnya, “APA YANG KAMU LAKUKAN DISITU?!”, tanya pria tersebut. Karto gelagapan dan tidak bisa mengucap sepatah katapun, “MENGAPA KAU MEMAKAN SEMUANYA?! SIAPA YANG MENYURUHMU MEMAKANNYA?!”,
“A-A-Ampun…Ampun…maafkan Saya…Saya hanya seorang yang kelaparan saja…Kebetulan…Saya melihat ada makanan disini, jadi…Saya makan saja semuanya…maafkan Saya Tuan…Saya mohon…Saya akan lakukan apa saja…”, kata-kata terakhir Karto membuat pria tersebut tertarik,
“Kau bilang…apapun?”, Karto mendongak ke atas setelah bersujud di kaki si pria. Ia menatap tatapan tajam si pria,
“Ya! Apapun akan Saya lakukan Tuan! Asalkan…Tuan mau memaafkan Saya…”, pria tersebut mengelus dagunya dan tersenyum,
“Baiklah kalau begitu...sekarang...bangkitlah!”, tubuh Karto berdiri dengan sendirinya, “Sekarang...Kau dengarkan...apa kata-kataku…”, ucap si pria sambil membisikkannya di telinga Karto,
“Baik, Tuan.”, jawab Karto dengan polosnya,
“Sekarang...katakan padaku...apa keinginan terbesarmu? Sebuah keinginan yang ingin sekali Kau impikan jauh di dalam lubuk hatimu…”, ucap si pria sembari berjalan mengelilingi Karto yang tengah berdiri mematung,
“Saya ingin kaya, Tuan.”,
“Lalu?”,
“Saya ingin...hidup Saya berubah Tuan...Saya tidak ingin hidup seperti ini Tuan…”, si pria mengangguk paham dengan ucapan polos Karto,
“Begitu ya? Ada lagi?”, Karto menggelengkan kepalanya, “...Bagus, Saya bisa kabulkan itu semua...namun…”, Karto penasaran dengan lanjutan omongan si pria. Si pria yang berhenti tepat di depan mata Karto langsung berjalan mendekati Karto dan mulai membisikkan sesuatu…
Setelah itu, Karto terbangun dari tidurnya. Selama ini, perjumpaannya dengan seorang pria misterius berpakaian serba hitam hanyalah mimpi. Saat Karto terbangun, Ia melihat hari sudah mulai memasuki waktu Subuh. Ia tidak sempat pulang ke rumah hari itu. Karena hari sudah mulai Pagi, Karto sudah harus menyetor pekerjaannya. Karto pun bangkit dan…
OEEEKKK!!! OEEEKKKK!!!
Karto terkejut saat mendengar suara tangisan bayi. Ia mencari asal suara tersebut…
Dan ternyata…
“Ya Ampun!!”, Karto melihat seorang bayi terlantar tepat di atas nampan makanan yang baru saja Ia santap malam itu. Ia yakin sekali bahwa malam itu tidak ada sama sekali bayi di atas salah satu nampan tersebut, “Waduh...kasihan sekali Kamu, nak…”, Karto menggendong bayi tersebut dan berusaha menenangkannya. Dalam sekejap, bayi tersebut mulai tenang. Setelah itu, Karto bergegas pulang ke rumah sambil berharap menemukan sang empunya bayi tersebut.
Sesampainya di kampung, para warga yang baru saja selesai shalat Subuh langsung melihat Karto menggendong bayi tersebut. Karto pun langsung dikerubungi warga bak artis dikerubungi oleh wartawan. Karto pun menjelaskan semuanya.
“Dimana Kamu menemukan anak ini, To?”, tanya salah seorang warga,
“Saya menemukannya di pohon besar di dekat lapangan. Semalam, sehabis Saya makan dekat situ, Saya tertidur di bawah pohon saking kenyangnya. Saat Saya bangun...Saya lihat bayi ini…”, para warga mulai membicarakan orang “tak bertanggung jawab” yang telah menelantarkan bayi tersebut,
“Siapapun yang membuang bayi ini...benar-benar BIADAB!”, para warga mengiyakan omongan salah seorang pria, tiba-tiba…
“Kenapa Pak Karto tidak rawat saja bayi itu? Pak Karto juga kan sudah tua, siapa tahu Dia akan menjadi penerus cita-cita Bapak?”, ucap salah seorang warga,
“Betul, kalau Pak Karto didik anak itu dengan baik, semoga saja anak itu bisa menjadi anak yang sukses dan mengangkat derajat Pak Karto.”, para warga membenarkan ucapan salah seorang dari mereka. Karto dengan mata yang berbinar mulai berangan-angan tentang masa depannya. Ia membayangkan kehidupannya yang berubah 180°. Ia takkan menjadi seorang pemulung lagi di masa yang akan datang. Karto yang menaruh harapan pada anak itu langsung menyetujui usulan warga tersebut. Dan akhirnya, Karto secara resmi menjadi Ayah dari anak tersebut. Di saat yang sama, Karto pun meminta saran kepada para warga untuk memberi nama kepada anaknya itu. Lalu, nama Rohmat pun terpilih.
Selama bertahun-tahun, Karto mendidik Rohmat dengan baik, meskipun Karto tidak pernah sama sekali mendapatkan pendidikan yang layak dalam hidupnya. Selama hidupnya, Karto banyak belajar dari pengalaman hidupnya, karena bagi Karto, pengalaman adalah Guru yang terbaik.
Tak ingin nasib Rohmat berakhir buruk seperti dirinya, Karto mulai menyekolahkan Rohmat. Bermula dari Taman Pendidikan Anak di kampung, Rohmat dididik dengan penuh kasih sayang dari guru-gurunya. Sama halnya dengan anak-anak seusianya, Rohmat kecil juga sangat suka minta uang jajan. Meskipun kondisi ekonominya pas-pasan, Karto selalu menyisihkan uangnya demi Rohmat kecil. Apapun akan Ia lakukan demi kebahagiaan sang anak semata wayang.
Bertambahnya usia Rohmat, Karto harus menyekolahkan Rohmat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Karto pun memasukkan Rohmat ke Sekolah Dasar. Berbekal atribut sekolah pemberian tetangga, Rohmat pun bersekolah di sana. Masa-masa sekolah Rohmat tidaklah berjalan dengan mulus, ada yang menyukainya dan ada yang membencinya. Rohmat disukai karena sifatnya yang periang, di sisi lain ada anak yang merasa jijik dengan kehadiran sosok “anak pemulung” di lingkungan sekolahnya. Rohmat kecil sering kali dikerjai oleh anak-anak yang membencinya, baik dari anak yang seusianya, maupun yang lebih tua darinya. Sebagaimana anak kecil pada umumnya, Rohmat selalu mengadu kepada Bapaknya setiap kali Ia dikerjai. Karto selalu berpesan untuk bersabar, Ia juga menyemangati sang anak untuk terus belajar agar kelak Rohmat bisa membungkam pembencinya. Di depan layar, Karto tampak seperti seorang Bapak yang bijak dan “berkepala dingin” dalam menghadapi permasalahan anaknya…
Namun di belakang layar...itu semua lain cerita. Karto sering mengantar Rohmat pergi ke sekolah. Setelah itu, Karto akan “pergi bekerja”. Tetapi, nyatanya Karto selalu memperhatikan Rohmat dari kejauhan. Ia “menandai” setiap anak yang berbuat jahil kepada putra semata wayangnya. Di jam pulang sekolah, Ia selalu mencari kesempatan untuk bisa berhadapan dengan anak yang mengerjai Rohmat. Biasanya, Ia menemui anak tersebut saat Ia dalam perjalanan pulang ke rumah. Karto yang berhasil menemui anak tersebut lalu membawanya ke sebuah rumah tua di pinggiran kampung. Karto menculik anak itu dan memberi anak itu…”pelajaran”. “Pelajaran” paling dasar yang diberikan oleh Karto adalah dengan membiarkan anak tersebut kelaparan dan kehausan. Kemudian, Karto akan menyuguhkan hidangan yang tidak layak bagi si anak. Dengan begitu, si anak mulai ketakutan dan merengek minta pulang. Dari situ, Karto akan membiarkan si anak selama semalaman tertidur dalam kondisi terpasung, kelaparan dan kehausan. Lalu, Karto akan lihat kondisi si anak. Beberapa anak yang sudah ia beri “pelajaran” ada yang bisa bertahan tanpa makan & minum selama 2 hari, sementara sisanya ada yang hanya bisa bertahan semalaman. Saat kondisi si anak dirasa Karto “sudah cukup”, Ia akan membebaskan si anak dan memberinya 2 potong roti dan 2 bungkus permen. “Pelajaran” yang diberikan oleh Karto sangat efektif dalam memberikan efek jera pada anak-anak nakal tersebut, baik anak laki-laki maupun perempuan. Setelahnya, anak-anak nakal itu mulai takut setiap kali melihat Karto dan berusaha untuk kabur jika melihatnya. Dalam beberapa kesempatan, Karto sampai nyaris dipenjara, namun itu tidak pernah berhasil. Penampilan sederhana Karto selalu membuat siapapun yang hendak menjebloskannya ke penjara menjadi iba.
Bertahun-tahun lamanya Karto melakukan hal yang serupa. Seiring berjalannya waktu, tantangan yang dihadapi oleh Karto juga semakin sulit. Karto harus memutar otak untuk memberi “pelajaran” kepada anak-anak nakal yang mencoba untuk mengerjai Rohmat. Tak hanya Karto, masa-masa sekolah Rohmat juga semakin berat saja seiring waktu berjalan. Semenjak Rohmat masuk SMP misalnya, perundungan verbal dan fisik yang dialaminya semakin parah saja. Saat SD, Rohmat lebih sering didorong atau dijegal kakinya. Saat SMP, Rohmat sampai pernah dipukuli oleh “temannya”. Tanpa Rohmat melaporkannya kepada sang Ayah, Karto langsung tahu kalau ada sesuatu yang buruk telah menimpa putranya.
“Pelajaran” yang diberikan Karto kepada anak-anak nakal tersebut pada dasarnya sama seperti apa yang Ia lakukan dulu. Bedanya, pada saat ini Ia mulai melakukan apa yang sudah anak nakal itu lakukan terhadap Rohmat. Misalkan ada satu anak yang memukul wajah Rohmat, sebagai balasannya, anak tersebut tak hanya dipasung dan dibiarkan lemah tak berdaya begitu saja, Karto juga akan menghajar wajah anak itu 2 kali lipat lebih parah dari apa yang dilakukan anak itu kepada Rohmat. Atau jika ada yang anak yang memasukkan kepala Rohmat ke dalam kloset, maka Karto akan melakukan hal yang serupa. Karto akan menenggelamkan anak itu setiap 1 jam sekali, dimana dalam satu kali percobaannya, anak itu akan ditenggelamkan selama 3 menit. Metode ini merupakan metode yang paling efektif, karena dalam waktu semalam saja, si anak sudah bisa dipulangkan. Seperti biasa, Karto juga akan mengawasi kondisi si anak, berapa lama Ia bertahan dengan “pelajaran” yang didapatkannya. Setelah dirasa “cukup”, Karto akan mengobati luka anak tersebut, kemudian anak itu pun dikembalikan kepada keluarganya. Baik anak laki-laki maupun perempuan, semuanya akan mendapatkan “pelajaran” dari Karto, apapun yang sudah anak itu lakukan baik perundungan fisik maupun verbal, pasti akan dapat balasannya. Dari sini, sesuatu yang “ajaib” terjadi pada Karto. Secara tiba-tiba, Ia mulai bisa menyembuhkan luka seseorang hanya dalam sekejap mata. Namun, Karto sebetulnya sama sekali tidak menyadari kemampuannya ini.
Di masa-masa SMA, Rohmat mendapatkan perundungan yang jauh lebih menyakitkan. Dalam beberapa kesempatan, Rohmat bahkan pernah sampai nyaris meregang nyawa hanya karena “keisengan” semata. Tentunya, Karto pun tidak tinggal diam. Apa yang dilakukan oleh Karto saat ini sudah selayaknya seorang Psikopat di film-film. Ia juga mulai tak segan-segan untuk membuat anak-anak nakal itu sekarat. Dan disaat itulah Karto baru menghentikan “pelajarannya”. Kekuatan magis Karto juga semakin bertambah kuat, di dalam keadaan sekaratnya, anak-anak nakal itu bisa kembali dengan keadaan baik-baik saja, berkat kemampuan magis Karto. Namun tentu saja, itu membuat si anak jera dalam “mengerjai” Rohmat. Apakah Rohmat tahu tentang apa yang Ayahnya lakukan selama ini?
Belum…Tetapi...yang Rohmat tahu adalah perubahan sikap yang terjadi pada “temannya”. Semenjak saat itu, Rohmat selalu merasa tenang meskipun Ia disakiti, karena pada akhirnya, merekalah yang akan mendapat “pelajarannya”.
Selain masalah yang dialami Rohmat, masalah yang harus dihadapi oleh Karto adalah masalah ekonomi. Terutama biaya sekolah Rohmat. Sejak Rohmat masuk SD, Karto sudah dipusingkan dengan masalah biaya sekolah. Namun, Karto takkan tinggal diam. Ia akan melakukan apa saja demi sekolah Rohmat.
Sampai satu waktu...
To be continue...
Part Selanjutnya
Diubah oleh diaz420 29-10-2020 11:36


MAQ375 memberi reputasi
1
233
Kutip
0
Balasan


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan