- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Bunga Edelweiss untuk Ilham


TS
ikusha
Bunga Edelweiss untuk Ilham
Bunga Edelweis Untuk Ilham
Aku sudah tahu, aku salah melangkah. Ditemani hujan dan amarah, aku menyusuri jalan-jalan yang penuh dengan tangis. Tuhan pasti menangis melihatku, karena tak mungkin seorang Anindya tahu letak hati seorang pria. Hanya Tuhan yang bisa melihatnya.
***
Malam itu, pujaanku yang sudah kurindukan ucapan cintanya, tiba-tiba mengajakku ke sebuah tempat. Tempat itu sungguh romantis. Bunga mawar dan kamboja menghiasi suasana haru itu. Suasana keindahan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Bagus tempatnya, Nin?"
Mataku seolah tak mau berkedip melihatnya. Sepasang manik mata kecokelatan ditemani paras tampan yang menggoda setiap penerus hawa itu membuatku degup jantungku meronta. Meminta harap yang sebentar lagi aku punya. Yaitu mencintainya sepenuh hati.
"Bagus sekali, Say."
"Ini buat Nita, aku akan menembaknya besok."
Kamu tahu artinya jatuh dari tebing tertinggi? Inilah yang saat ini aku rasakan. Akulah yang mengalami masa-masa kesedihan bersamanya. Sahabat yang selalu diam-diam mencuri pandang hanya untuk merekam setiap gurat senyumnya. Hanya untuk menunggu saat ini. Saat dirinya menyatakan cintanya hanya kepadaku. Bukan kepada wanita yang baru dikenalnya kemarin.
Aku meninggalkan dia--Ilham Hadits, dengan sebutan pengkhianat yang terpatri jelas mulai detik ini. Derap langkahku tak lagi seirama. Napasku seakan ingin berhenti saat itu juga.
***
Esoknya, aku melihat cincin bermata emas sudah tertambat di jari manis perempuan beruntung itu. Mengapa ia beruntung? Karena ia tak merasakan pengorbanan seorang Anindya untuk melambungkan harap setinggi mungkin.
Kau tahu, aku selalu menanam bunga edelweis di rumah. Berharap cinta Ilham seabadi bunga edelweis. Kuberi pot itu nama.
"My Dream, Ilham Hadits."
Aku selalu memajangnya di kamar, terkadang aku memeluknya, berpesta dengan pot edelweis itu dengan video karaoke pilihan. Bernyanyi bersama seolah aku melihat Ilham bernyanyi. Sekaligus mengusapnya seolah kepalanya berada di pangkuanku.
Meskipun itu hanya sebatas pot bunga dengan keabadian cintaku padanya.
***
Hari pernikahannya akhirnya tiba. Aku mencoba tegar. Setidaknya aku terlihat baik-baik saja di depan orang. Padahal hatiku sekarat, hampir mati sedikit lagi.
Aku hanya perlu memberikan pot bunga edelweis ini kepadanya. Ragaku memang pupus untuk mendapatkan hatinya. Namun, kuharap bunga edelweis ini akan bersamanya selamanya dan berharap Ilham akan memperlakukan bunga itu layaknya aku. Ilham yang bernyanyi dengan pot bunga. Ilham yang selalu menyentuh dan mengusap bunga. Ilham yang terus mencintai bunga itu. Seperti aku mencintainya.
"Maukah kamu merawat bunga ini? anggap saja ini permintaan terakhirku sebelum aku tak akan lagi bertemu denganmu."
Aku menahan tangis sekuat yang aku bisa. Aku tak ingin air mataku berlinang di hadapannya. Bagiku, ini akan membuatku tambah terpuruk.
"Baiklah, aku janji akan merawatnya," sahut ilham, kemudian memelukku dengan sangat erat. "Terima kasih sahabatku, kau memang yang terbaik."
Pecah, aku kalah.
Aku tak bisa lagi menyembunyikan tangisku ini. Aku menyerah.
-Ikusha-






pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
1
287
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan