- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Waspadai, Nyali Investor Terkikis Rentetan Demo Omnibus Law


TS
db84x3
Waspadai, Nyali Investor Terkikis Rentetan Demo Omnibus Law
Yuli Yanna Fauzie, CNN Indonesia | Selasa, 13/10/2020 07:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) terus mengalir dari hari ke hari. Tidak hanya dari kalangan pekerja atau buruh, penolakan kini juga datang dari berbagai lembaga, termasuk yang berlatar belakang Islam, seperti MUI, NU, hingga Muhammadiyah.
Bahkan, gerakan PA 212 juga berencana menggelar demo penolakan UU Ciptaker pada hari ini, Selasa (13/10). Rentetan aksi demo dari buruh juga akan terus dilakukan sampai momen setahun pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada 20 Oktober mendatang.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti pemerintah atas dampak demo penolakan UU Ciptaker yang berkepanjangan. Sebab, bukan tidak mungkin kepercayaan investor terkikis.
"Apalagi demo berakhir rusuh, ini bisa memberi sentimen negatif dan berdampak ke penilaian serta kepercayaan investor, karena penolakannya semakin besar. Jadi perlu diwaspadai," ungkap Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/10).
Dampak lebih besarnya, aliran investasi yang diharap-harap pemerintah justru bisa urung masuk ke Indonesia. Toh, investor masih punya opsi berinvestasi ke negara berkembang lainnya yang punya iklim investasi lebih baik. Sebutlah, Vietnam.
"Pertumbuhan investasi ke depan juga tentu akan jadi pertaruhan, meski dengan omnibus law pun belum tentu investasi besar akan langsung masuk, tapi ini memberi ancaman. Yang paling tidak disukai investor ya, ketidakpastian dan kondisi yang tak kondusif, seperti demo berkepanjangan," katanya.
Kendati begitu, ia belum bisa memberi hitung-hitungan berapa besar dampak ke pertumbuhan investasi ke depan. Masalahnya, tanpa persoalan ini pun, aliran investasi sudah berpotensi seret lantaran Indonesia masih di tahap pemulihan dari tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona atau covid-19 pada tahun depan.
Untuk jangka pendek, memang, Yusuf melihat dampak demo UU Ciptaker yang berkepanjangan sejatinya tidak terlalu besar. Hal ini terlihat dari kondisi pasar keuangan yang masih cukup 'adem', meski bukan tidak mungkin terpengaruh.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di zona hijau sampai kemarin. Begitu pula, dengan nilai tukar rupiah yang justru cenderung menguat sejak pekan lalu.
"Paling dampaknya yang merugi DKI Jakarta dalam jangka pendek, karena banyak fasilitas kota yang rusak, meski mungkin tidak terlalu besar. Namun, cukup menambah pengeluaran di tengah sulitnya ekonomi karena pandemi," imbuh Yusuf.
Atas kondisi ini, ia menilai pemerintah sudah harus benar-benar serius menanggapi gelombang penolakan UU Ciptaker. Hanya saja, tidak mungkin pemerintah mengalah dengan mudah.
Ambil contoh, saat demo penolakan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan secara besar pun pada akhirnya isu mereda dengan sendiri. Hal ini pula yang terbaca oleh Yusuf akan dilakukan pemerintah.
"Kalau dari gesture pemerintah saat ini sih sepertinya memang tidak akan dibatalkan," jelasnya.
Di sisi lain, ia melihat jalan paling ideal adalah membawa penolakan UU Ciptaker ke judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang alias perppu yang membatalkan UU Ciptaker akan lebih konyol lagi.
"Justru ketika dibatalkan dengan terbitkan perppu, ini akan memberi dampak buruk ke investor, karena muncul sisi tidak konsisten dari pemerintah. Dampaknya justru lebih tidak bagus, win-winnya judicial review," tuturnya.
Senada, Ekonom Indef Eko Listyanto juga ragu dengan solusi penerbitan perppu. Sebab, ada pertimbangan dampak ke investor.
"Masa UU ini sudah diminta dipercepat, bahkan waktu itu kalau bisa selesai tiga bulan, setelah dipercepat, dibahasnya ngebut, tiba-tiba ditarik karena ditolak, meski ya tidak ada yang tidak mungkin di politik. Tapi idealnya judicial review," katanya.
Masalahnya, judicial review juga bukan perkara mudah, tetap butuh waktu dan selama prosesnya berlangsung bukan tidak mungkin memberi dampak bagi kondisi ekonomi di dalam negeri. Termasuk, pandangan dari investor.
"Meski kalau ditanya dampak ke pertumbuhan investasi itu sendiri belum tahu, karena omnibus law bisa tarik investasi 'gede' kan sebenarnya juga belum tentu karena problem utama yang dikeluhkan investor itu sebenarnya banyak dan tidak semua bisa diselesaikan lewat UU Cipta Kerja," jelasnya.
Di sisi lain, Eko kembali mengingatkan hal yang juga tak ketinggalan sebagai penentu pertumbuhan investasi ke depan adalah penanganan pandemi covid-19. Baginya, selama omnibus law masih diperdebatkan, namun penanganan pandemi tak juga memberi dampak positif, maka akan tetap berpengaruh ke aliran investasi.
Sebab, Indonesia akan membutuhkan proses pemulihan ekonomi yang jauh lebih lama. Bahkan, bukan tidak mungkin tertinggal dari negara lain yang sudah lebih dulu bisa mengatasi pandemi dan pulih dari tekanan ekonomi.
"Pertumbuhan investasi tiga tahun ke depan pasti masih susah digenjot karena dampak pemulihan ekonomi dan ini juga dipertimbangkan investor. Seberapa besar pemerintah keluarkan stimulus, tapi kalau penanganan pandemi dan pemulihannya berjalan lambat, tetap akan memberi dampak negatif ke investor," terang dia.
Sementara, terkait dampak jangka pendek ke ekonomi DKI Jakarta dan pasar keuangan, menurut Eko, belum perlu terlalu dipusingkan.
"Rasanya, respons IHSG dan rupiah masih datar-datar saja. Kalau imbas penolakan besar itu harusnya terlihat seperti saat pasar khawatir dengan revisi UU BI, langsung drop. Mungkin karena investor melihat omnibus law ini pengaruhnya tidak ke portofolio, tapi investasi PMA dan PMDN," pungkasnya. (bir)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...mo-omnibus-law

Efek kejar setoran, mestinya masih sempat lah sosialisasi 3 bulan dulu. Kelihatannya fee jualan alat anti huru-hara Rp 408 M lebih menarik bagi rezim pemburu rente.
ICW Duga Polisi Belanja Rp 408 Miliar untuk Persiapan Demo Omnibus Law

Jakarta, CNN Indonesia -- Gelombang penolakan terhadap Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) terus mengalir dari hari ke hari. Tidak hanya dari kalangan pekerja atau buruh, penolakan kini juga datang dari berbagai lembaga, termasuk yang berlatar belakang Islam, seperti MUI, NU, hingga Muhammadiyah.
Bahkan, gerakan PA 212 juga berencana menggelar demo penolakan UU Ciptaker pada hari ini, Selasa (13/10). Rentetan aksi demo dari buruh juga akan terus dilakukan sampai momen setahun pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada 20 Oktober mendatang.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti pemerintah atas dampak demo penolakan UU Ciptaker yang berkepanjangan. Sebab, bukan tidak mungkin kepercayaan investor terkikis.
"Apalagi demo berakhir rusuh, ini bisa memberi sentimen negatif dan berdampak ke penilaian serta kepercayaan investor, karena penolakannya semakin besar. Jadi perlu diwaspadai," ungkap Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/10).
Dampak lebih besarnya, aliran investasi yang diharap-harap pemerintah justru bisa urung masuk ke Indonesia. Toh, investor masih punya opsi berinvestasi ke negara berkembang lainnya yang punya iklim investasi lebih baik. Sebutlah, Vietnam.
"Pertumbuhan investasi ke depan juga tentu akan jadi pertaruhan, meski dengan omnibus law pun belum tentu investasi besar akan langsung masuk, tapi ini memberi ancaman. Yang paling tidak disukai investor ya, ketidakpastian dan kondisi yang tak kondusif, seperti demo berkepanjangan," katanya.
Kendati begitu, ia belum bisa memberi hitung-hitungan berapa besar dampak ke pertumbuhan investasi ke depan. Masalahnya, tanpa persoalan ini pun, aliran investasi sudah berpotensi seret lantaran Indonesia masih di tahap pemulihan dari tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona atau covid-19 pada tahun depan.
Untuk jangka pendek, memang, Yusuf melihat dampak demo UU Ciptaker yang berkepanjangan sejatinya tidak terlalu besar. Hal ini terlihat dari kondisi pasar keuangan yang masih cukup 'adem', meski bukan tidak mungkin terpengaruh.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di zona hijau sampai kemarin. Begitu pula, dengan nilai tukar rupiah yang justru cenderung menguat sejak pekan lalu.
"Paling dampaknya yang merugi DKI Jakarta dalam jangka pendek, karena banyak fasilitas kota yang rusak, meski mungkin tidak terlalu besar. Namun, cukup menambah pengeluaran di tengah sulitnya ekonomi karena pandemi," imbuh Yusuf.
Atas kondisi ini, ia menilai pemerintah sudah harus benar-benar serius menanggapi gelombang penolakan UU Ciptaker. Hanya saja, tidak mungkin pemerintah mengalah dengan mudah.
Ambil contoh, saat demo penolakan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan secara besar pun pada akhirnya isu mereda dengan sendiri. Hal ini pula yang terbaca oleh Yusuf akan dilakukan pemerintah.
"Kalau dari gesture pemerintah saat ini sih sepertinya memang tidak akan dibatalkan," jelasnya.
Di sisi lain, ia melihat jalan paling ideal adalah membawa penolakan UU Ciptaker ke judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang alias perppu yang membatalkan UU Ciptaker akan lebih konyol lagi.
"Justru ketika dibatalkan dengan terbitkan perppu, ini akan memberi dampak buruk ke investor, karena muncul sisi tidak konsisten dari pemerintah. Dampaknya justru lebih tidak bagus, win-winnya judicial review," tuturnya.
Senada, Ekonom Indef Eko Listyanto juga ragu dengan solusi penerbitan perppu. Sebab, ada pertimbangan dampak ke investor.
"Masa UU ini sudah diminta dipercepat, bahkan waktu itu kalau bisa selesai tiga bulan, setelah dipercepat, dibahasnya ngebut, tiba-tiba ditarik karena ditolak, meski ya tidak ada yang tidak mungkin di politik. Tapi idealnya judicial review," katanya.
Masalahnya, judicial review juga bukan perkara mudah, tetap butuh waktu dan selama prosesnya berlangsung bukan tidak mungkin memberi dampak bagi kondisi ekonomi di dalam negeri. Termasuk, pandangan dari investor.
"Meski kalau ditanya dampak ke pertumbuhan investasi itu sendiri belum tahu, karena omnibus law bisa tarik investasi 'gede' kan sebenarnya juga belum tentu karena problem utama yang dikeluhkan investor itu sebenarnya banyak dan tidak semua bisa diselesaikan lewat UU Cipta Kerja," jelasnya.
Di sisi lain, Eko kembali mengingatkan hal yang juga tak ketinggalan sebagai penentu pertumbuhan investasi ke depan adalah penanganan pandemi covid-19. Baginya, selama omnibus law masih diperdebatkan, namun penanganan pandemi tak juga memberi dampak positif, maka akan tetap berpengaruh ke aliran investasi.
Sebab, Indonesia akan membutuhkan proses pemulihan ekonomi yang jauh lebih lama. Bahkan, bukan tidak mungkin tertinggal dari negara lain yang sudah lebih dulu bisa mengatasi pandemi dan pulih dari tekanan ekonomi.
"Pertumbuhan investasi tiga tahun ke depan pasti masih susah digenjot karena dampak pemulihan ekonomi dan ini juga dipertimbangkan investor. Seberapa besar pemerintah keluarkan stimulus, tapi kalau penanganan pandemi dan pemulihannya berjalan lambat, tetap akan memberi dampak negatif ke investor," terang dia.
Sementara, terkait dampak jangka pendek ke ekonomi DKI Jakarta dan pasar keuangan, menurut Eko, belum perlu terlalu dipusingkan.
"Rasanya, respons IHSG dan rupiah masih datar-datar saja. Kalau imbas penolakan besar itu harusnya terlihat seperti saat pasar khawatir dengan revisi UU BI, langsung drop. Mungkin karena investor melihat omnibus law ini pengaruhnya tidak ke portofolio, tapi investasi PMA dan PMDN," pungkasnya. (bir)
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi...mo-omnibus-law
Efek kejar setoran, mestinya masih sempat lah sosialisasi 3 bulan dulu. Kelihatannya fee jualan alat anti huru-hara Rp 408 M lebih menarik bagi rezim pemburu rente.
ICW Duga Polisi Belanja Rp 408 Miliar untuk Persiapan Demo Omnibus Law
Diubah oleh db84x3 15-10-2020 01:02




winehsuka dan magelys memberi reputasi
2
1.2K
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan