- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Tidak Ada Naskah UU Cipta Kerja saat Ketok Palu


TS
masramid
Tidak Ada Naskah UU Cipta Kerja saat Ketok Palu
Tidak Ada Naskah UU Cipta Kerja saat Ketok Palu
9 Oktober 2020, 14:16:15 WIB

PARIPURNA DPR: Suasana sidang paripurna DPR di gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
JawaPos.com – Salah satu fraksi yang menentang keras pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengungkap bahwa sebenarnya naskah UU tersebut belum tersedia saat ketok palu Senin (5/10). Karena itu, perlu ditegaskan bahwa UU tersebut cacat prosedur.
Anggota Fraksi Demokrat DPR Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan bahwa ini merupakan kali pertama dalam tiga periode terakhir DPR ada UU yang disahkan meski prosedurnya tak sesuai dengan tata tertib DPR.
’’Tidak ada naskah RUU Ciptaker saat paripurna,’’ jelasnya kemarin (8/10).
Naskah tersebut, lanjut dia, tidak dibagikan kepada anggota yang hadir saat rapat Senin lalu. Padahal, menurut Didi, para anggota DPR seharusnya sudah membaca rancangan UU tersebut sebelum sama-sama menyepakati untuk ketok palu. Tidak hanya mengikuti suara fraksi.
“Sebagai perbandingan, bahan-bahan untuk rapat tingkat komisi dan badan saja kami bisa dapat beberapa hari sebelumnya,” lanjut Didi.
Padahal, UU Ciptaker tergolong penting karena berdampak luas tidak hanya untuk buruh. Tapi juga UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) serta lingkungan hidup.
Didi pun menyatakan bahwa sebelumnya jadwal pengesahan adalah Kamis (8/10). Pelaksanaan paripurna yang diajukan pun menimbulkan tanda tanya besar. ’’Inilah undangan rapat yang memecahkan rekor. Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan sekrusial ini,’’ tegasnya.
Fraksi Partai Demokrat kembali menyampaikan lima hal yang perlu diperhatikan DPR. Salah satunya penegasan soal cacat substansi dan cacat prosedur yang bisa digugat.
Apalagi, menurut Didi, alasan ada anggota yang positif Covid-19 tidak bisa dijadikan pembenaran untuk mempercepat paripurna. ’’Justru itu, khusus terkait RUU Ciptaker yang sangat penting ini mutlak harus ditunda dulu,’’ jelas Didi.
Dari Fraksi PKS, mereka mendorong agar perppu dikeluarkan atau ada pengajuan judicial review ke MK. Sebab, jelas ada ketidaklaziman formil dalam persetujuan UU itu. ’’Bagaimana mungkin fraksi dipaksa menyampaikan pendapat mininya dan bahkan pendapat akhir di paripurna, tetapi draf utuh RUU itu tidak dibagikan lebih dulu,’’ tegas anggota FPKS Hidayat Nurwahid.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo menjelaskan bahwa draf final UU itu memang belum ada karena perlu dirapikan. Karena itu, dia menyayangkan adanya draf yang beredar di media sosial. Sebab, bisa berbeda dengan draf dari baleg.
’’Sampai hari ini kami sedang rapikan kembali naskahnya. Jangan sampai ada salah typ dan sebagainya,’’ jelas Firman di DPR kemarin.
Setelah masalah teknis itu selesai, dia menyatakan bahwa draf segera dikirimkan ke presiden untuk ditandatangani.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyatakan, lembaganya siap memfasilitasi kekecewaan publik yang menggugat UU Ciptaker. ’’Ya, pasti siap lah,’’ ujarnya kemarin.
Fajar tidak mempermasalahkan kalaupun gugatan yang masuk membeludak. Sejauh ini, MK sudah berpengalaman menangani gugatan yang membanjir. ’’Kalau misalnya pemohon banyak, strateginya bisa dengan menggabungkan persidangan,’’ imbuhnya.
Terkait dengan skeptisisme masyarakat terhadap MK, pria asal Jogja itu mengaku tidak mempersoalkan. Dia memastikan, hakim MK akan netral dan melihat persoalan omnibus law secara konstitusional.
’’Kejernihan berpikir MK tak akan terkurangi dengan peristiwa apa pun, apalagi menyangkut kebenaran dan keadilan berdasar UUD,’’ tuturnya.
Bahkan, pihaknya mempersilakan masyarakat untuk memantau langsung penanganan perkara. Persidangan MK dilakukan secara terbuka sehingga bisa memastikan perkara berjalan sesuai dengan koridor ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disinggung soal permintaan dukungan Presiden Jokowi saat menghadiri laporan tahunan MK, Fajar mengatakan bahwa itu di luar kuasa MK. Yang pasti, MK tidak pernah menyatakan pendapat mendukung atau tidak pernyataan presiden.
’’Sebagai pernyataan politik, ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahu lah, MK tak terlibat dalam dukung-mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang dimiliki,’’ ungkapnya.***
Editor : Ilham Safutra
Reporter : deb/far/wan/c19/ttg
https://www.jawapos.com/nasional/pol...at-ketok-palu/
9 Oktober 2020, 14:16:15 WIB

PARIPURNA DPR: Suasana sidang paripurna DPR di gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
JawaPos.com – Salah satu fraksi yang menentang keras pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengungkap bahwa sebenarnya naskah UU tersebut belum tersedia saat ketok palu Senin (5/10). Karena itu, perlu ditegaskan bahwa UU tersebut cacat prosedur.
Anggota Fraksi Demokrat DPR Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan bahwa ini merupakan kali pertama dalam tiga periode terakhir DPR ada UU yang disahkan meski prosedurnya tak sesuai dengan tata tertib DPR.
’’Tidak ada naskah RUU Ciptaker saat paripurna,’’ jelasnya kemarin (8/10).
Naskah tersebut, lanjut dia, tidak dibagikan kepada anggota yang hadir saat rapat Senin lalu. Padahal, menurut Didi, para anggota DPR seharusnya sudah membaca rancangan UU tersebut sebelum sama-sama menyepakati untuk ketok palu. Tidak hanya mengikuti suara fraksi.
“Sebagai perbandingan, bahan-bahan untuk rapat tingkat komisi dan badan saja kami bisa dapat beberapa hari sebelumnya,” lanjut Didi.
Padahal, UU Ciptaker tergolong penting karena berdampak luas tidak hanya untuk buruh. Tapi juga UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) serta lingkungan hidup.
Didi pun menyatakan bahwa sebelumnya jadwal pengesahan adalah Kamis (8/10). Pelaksanaan paripurna yang diajukan pun menimbulkan tanda tanya besar. ’’Inilah undangan rapat yang memecahkan rekor. Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan sekrusial ini,’’ tegasnya.
Fraksi Partai Demokrat kembali menyampaikan lima hal yang perlu diperhatikan DPR. Salah satunya penegasan soal cacat substansi dan cacat prosedur yang bisa digugat.
Apalagi, menurut Didi, alasan ada anggota yang positif Covid-19 tidak bisa dijadikan pembenaran untuk mempercepat paripurna. ’’Justru itu, khusus terkait RUU Ciptaker yang sangat penting ini mutlak harus ditunda dulu,’’ jelas Didi.
Dari Fraksi PKS, mereka mendorong agar perppu dikeluarkan atau ada pengajuan judicial review ke MK. Sebab, jelas ada ketidaklaziman formil dalam persetujuan UU itu. ’’Bagaimana mungkin fraksi dipaksa menyampaikan pendapat mininya dan bahkan pendapat akhir di paripurna, tetapi draf utuh RUU itu tidak dibagikan lebih dulu,’’ tegas anggota FPKS Hidayat Nurwahid.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo menjelaskan bahwa draf final UU itu memang belum ada karena perlu dirapikan. Karena itu, dia menyayangkan adanya draf yang beredar di media sosial. Sebab, bisa berbeda dengan draf dari baleg.
’’Sampai hari ini kami sedang rapikan kembali naskahnya. Jangan sampai ada salah typ dan sebagainya,’’ jelas Firman di DPR kemarin.
Setelah masalah teknis itu selesai, dia menyatakan bahwa draf segera dikirimkan ke presiden untuk ditandatangani.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menyatakan, lembaganya siap memfasilitasi kekecewaan publik yang menggugat UU Ciptaker. ’’Ya, pasti siap lah,’’ ujarnya kemarin.
Fajar tidak mempermasalahkan kalaupun gugatan yang masuk membeludak. Sejauh ini, MK sudah berpengalaman menangani gugatan yang membanjir. ’’Kalau misalnya pemohon banyak, strateginya bisa dengan menggabungkan persidangan,’’ imbuhnya.
Terkait dengan skeptisisme masyarakat terhadap MK, pria asal Jogja itu mengaku tidak mempersoalkan. Dia memastikan, hakim MK akan netral dan melihat persoalan omnibus law secara konstitusional.
’’Kejernihan berpikir MK tak akan terkurangi dengan peristiwa apa pun, apalagi menyangkut kebenaran dan keadilan berdasar UUD,’’ tuturnya.
Bahkan, pihaknya mempersilakan masyarakat untuk memantau langsung penanganan perkara. Persidangan MK dilakukan secara terbuka sehingga bisa memastikan perkara berjalan sesuai dengan koridor ketentuan peraturan perundang-undangan.
Disinggung soal permintaan dukungan Presiden Jokowi saat menghadiri laporan tahunan MK, Fajar mengatakan bahwa itu di luar kuasa MK. Yang pasti, MK tidak pernah menyatakan pendapat mendukung atau tidak pernyataan presiden.
’’Sebagai pernyataan politik, ya itu tak bisa dihindarkan. Tapi, semua tahu lah, MK tak terlibat dalam dukung-mendukung suatu UU atas nama kewenangan yang dimiliki,’’ ungkapnya.***
Editor : Ilham Safutra
Reporter : deb/far/wan/c19/ttg
https://www.jawapos.com/nasional/pol...at-ketok-palu/
0
694
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan