Semenjak merebaknya COVID-19 di Indonesia, nyaris semua sektor kehidupan kita terkena dampaknya. Mulai dari sektor ekonomi hingga pendidikan.

Kita semua kemudian diimbau dilarang berkerumum, bergerombol, mengelompok, atau apalah itu yang melibatkan perkumpulan banyak orang. Ini pada dasarnya membuat kami para siswa terkena imbasnya. Belajar yang seharusnya kami lakukan tatap muka sejak pertengahan Juli lalu mendadak diubah jadi pembelajaran daring.

Alasannya, menghindari kerumunan di sekolah demi menekan penyebaran COVID-19. Iya sih bener. Dan walau bagaimanapun, cukup patut disyukuri juga sih karena sudah ada upaya represif dari pemerintah untuk tidak 'mengundang" klaster baru COVID-19 di sekolah. Tapi... Jujur saja, sebenarnya pembelajaran daring ini kurang efisien sih Pak Nadiem hihihi. Kok bisa? Coba nih tengok ulasannya!

1. Belajar Daring TIDAK LEBIH BAIK Ketimbang Tatap Muka

Kok begitu? Ya karena belajar daring memaksa kita untuk siap uang lebih (mau ga mau) demi membeli kuota, siap menerima koneksi internet yang roller coaster kecepatannya, siap juga dengan gangguan sinyal, maintenance situs (yang berkali-kali), ketidak-luwesan bertanya, mati listrik saat sedang nugas, dan segunung permasalahan lainnya. Dan jugaaa, kita dituntut menjadi sangat tepat waktu untuk sekadar formalitas absensi kelas. Hehehe... Padahal kadang gangguan deh si Sinyal Aselohay...

2. Belajar Daring CENDERUNG RENDAH INTEGRITAS

Keterbatasan guru di pembelajaran daring untuk memantau secara langsung siswanya membuat sebagian siswa memanfaatkan "golden chance" tersebut. Ya iyalah... Misalnya waktu ada kuis atau penilaian harian, para siswa yang jujur sering mendapat nilai lebih rendah ketimbang yang mencontek saat sedang ulangan. Ya jangan heran lagi, wong mereka saja membuka buku/internet saat sedang penilaian. Terkadang ini membuat jengkel sih, arghhhhh. Ya tapi sudahlah, barangkali memang tabiatnya begitu ... Xixixixi

3. Belajar Daring itu KURANG EFISIEN DAN MENGGANGGU DAYA TANGKAP MATERI

Pada kenyataannya, memang tidak semua siswa bisa belajar daring dengan baik. Ada yang susah memahami materi hanya melalui penjelasan virtual, ada juga yang bingung dan rancu bertanya akibat disruptifnya pola pembelajaran yang amat dinamis ini, ada juga yang bahkan harus mengulangi video materi sampai belasan kali. Itupun untung kalau para guru menjelaskan lewat video, kalau hanya diberi PPT? Yaaah belajar mandirilah kita ini. Meskipun sudah mulai terbiasa, tapi kalau dipikir-pikir, tatap muka lebih efisien sih Gansist karena simpel dan kalau ada yang kurang jelas tinggal acungkan tangan dan bertanya, kelar...

4. Pengambilan nilai jadi KURANG ADIL
Yaaap... Dengan segala keterbatasan, berbagai penilaian guru tak jarang menjadi ajang penyelewengan. Misal nih, waktu mendapat instruksi membuat video hapalan materi bisa saja diakali dengan menempelkan catatan di depan layar yang sedang merekam. Duh, banyak deh pola kreativitas pelajar +62! Asli... Intinya penilaian guru jadi terkesan kurang adil bagi siswa yang jujur... Hmmm

Semua itu yakin deh (walau sedikit) pasti hampir pernah terjadi di institusi pendidikan yang sedang sekolah daring di manapun.
Nah ya kurang lebih begitulah suara hati anak sekolahan era COVID-19 ini, kalau alasan di atas sih murni pengalaman pribadi sebagai seorang pelajar. Tapi yakin saja hampir semua siswa juga pasti ada yang merasakannya (ngaku ga nih?)

Eitsssss Gansist, berhubung pembelajaran daring juga punya keuntungan nanti akan dibahas juga ya di thread selanjutnya! Gitu dulu thread kali ini, sampai jumpa! Terima kasih juga sudah mampir!

Lampung, 6 Oktober 2020
21.33 WIB

Sumber Gambar