- Beranda
- Komunitas
- Sports
- Sports
Black History Month: Kisah Ifeoma Dieke, Kapten Kulit Hitam Pertama Timnas Skotlandia


TS
KASKUS.KAPTEN
Black History Month: Kisah Ifeoma Dieke, Kapten Kulit Hitam Pertama Timnas Skotlandia
Setiap tahun di bulan Oktober, Inggris atau secara luasnya Kerajaan Inggris Raya (UK), termasuk Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara, memperingati Black History Month.
Momen ini adalah peringatan tahunan untuk mengapresiasi pencapaian atau prestasi yang dicapai orang-orang keturunan Afrika sebagai masyarakat diaspora.
Black History Month juga diperingati di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, atau Belanda.
Tujuannya sama, yakni untuk merayakan atau mengingat bahwa anggota masyarakat diaspora dari Benua Hitam juga memiliki peran penting sebagai bagian sejarah di segala bidang, termasuk politik, budaya, pendidikan, hingga olahraga.

Signifikasi Black History Month kini menguat dengan semakin gencarnya kampanye Black Lives Matter setelah dikipasi tragedi kematian George Floyd, Mei tahun ini.
Di bidang olahraga, stigma rasialisme juga masih menghantui orang-orang kulit hitam. Karena itu, memiliki peran signifikan di sebuah negara dengan cap rasialis yang masih kental adalah sebuah prestasi besar.
Hal ini terjadi dalam diri Ifeoma Nnenna Dieke, wanita 39 tahun yang memiliki kiprah penuh inspirasi.
Dieke ialah orang kulit hitam pertama yang menjabat kapten timnas wanita Skotlandia.
Perannya tak main-main. Dia mencatat 123 caps di timnas dan menjadi bagian skuat Skotlandia yang lolos ke Kejuaraan Eropa 2017, serta mewakili kontingen Great Britain di Olimpiade London 2012.
"Sebagai pesepak bola wanita kulit hitam pertama yang menjadi kapten Skotlandia, saya ingat saat mendapatkan ban kapten dan setelah pertandingan, Gemma Fay (eks kiper dan kapten timnas wanita Skotlandia) mengatakan 'Kamu pemain kulit hitam pertama yang jadi kapten Skotlandia," ujar Dieke.
"Malam itu rasanya, wow. Bahkan dengan hanya memikirkannya sekarang, saya kehabisan kata-kata karena saya tak pernah berpikir tentang warna kulit atau hal-hal semacam itu."

Secara pribadi, Ife - panggilan Dieke - berharap apa yang dialaminya menjadi inspirasi bagi orang-orang keturunan Afrika lainnya untuk tetap berprestasi.
Mengejar mimpi, tanpa diskriminasi, dan memandang semua orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama.
"Menjadi kapten tim mana pun oke-oke saja, tetapi Skotlandia, negara Anda dan memimpin semua pemain ini, dan memiliki privilese seperti itu. Kemudian orang-orang kulit hitam di luar sana bisa melihat Ife menjadi kapten dan bermain untuk Skotlandia lebih dari 100 kali," ujarnya.
Dieke memiliki darah Nigeria, tetapi lahir di Massachusetts, AS, dan tumbuh besar di Skotlandia.

Setelah menapaki karier sebagai pesepak bola, dia bolak-balik memperkuat beberapa klub AS dan Eropa.
Dieke punya kans membela ketiga negara tersebut, tetapi pada akhirnya memilih timnas Skotlandia.
Bagi Dieke, keputusan menentukan kariernya tidak dipengaruhi soal uang, popularitas, ataupun trofi dan medali. Murni berdasarkan panggilan jiwa dari benak yang paling dalam.
"Ini semua tentang apa yang kamu inginkan sesuai kata hati. Saya mengikuti hati saya yang menuntun untuk memilih Skotlandia. Saya tak pernah menyesali itu."
"Saya memang lahir di Amerika, tapi tak merasa sebagai orang Amerika. Saya cuma merasakan bahwa semua tentang saya adalah orang Skotlandia," kata defender yang kini bermain di tim wanita Apollon Limassol di Siprus.

Kesuksesan Dieke bukan cuma mendobrak barier rasialisme atau warna kulit, tetapi juga soal gender.
Ia lahir dari keluarga berpendidikan mumpuni. Ayahnya memegang gelar PhD. Ibunya sempat bilang, Dieke tak akan dapat pekerjaan di sepak bola.
Menjadi akademisi adalah target yang diharapkan, sedangkan sepak bola sekadar hobi.
Namun, waktu membuktikan karier Dieke di dunia bal-balan tak cuma menjadikannya sosok profesional yang sukses, tapi juga sumber inspirasi perihal kesetaraan seluruh warga dunia di semua bidang, termasuk olahraga.

Menurutnya, rasialisme bisa dilawan dengan cara bersuara lebih lantang dan menjadikannya motivasi untuk lebih percaya diri, daripada menyembunyikan perasaan tertekan sebagai korban diskriminasi.
"Ketika mendengar teriakan-teriakan dan kata-kata (rasialis) dari penonton, kamu merasa seperti tak berdaya. Mungkin saat saya masih muda, rasanya memalukan dan kamu tak akan mengatakan apa pun karena merasa tidak enak."
"Namun, jika saya bicara ke diri saya saat muda, saya harus bersuara lebih lantang. Jangan pernah membiarkan siapa pun mengurangi rasa lapar saya. Saya selalu memiliki dorongan untuk melakukannya," tutur Dieke yang pensiun dari tim nasional pada 2017 lalu.
sumber: BBC, The Guardian
Berbagi informasi olahraga kamu di kapten.kaskus.id
Main Tebak Skor serta KASKUS FPL berhadiah utama dan bulanan
Follow akun Instagram @kaptenkaskus untuk mendapat infografis menarik seputar dunia olahraga
Momen ini adalah peringatan tahunan untuk mengapresiasi pencapaian atau prestasi yang dicapai orang-orang keturunan Afrika sebagai masyarakat diaspora.
Black History Month juga diperingati di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, atau Belanda.
Tujuannya sama, yakni untuk merayakan atau mengingat bahwa anggota masyarakat diaspora dari Benua Hitam juga memiliki peran penting sebagai bagian sejarah di segala bidang, termasuk politik, budaya, pendidikan, hingga olahraga.
Barack Obama, salah satu negarawan keturunan Afrika tersukses.
Signifikasi Black History Month kini menguat dengan semakin gencarnya kampanye Black Lives Matter setelah dikipasi tragedi kematian George Floyd, Mei tahun ini.
Di bidang olahraga, stigma rasialisme juga masih menghantui orang-orang kulit hitam. Karena itu, memiliki peran signifikan di sebuah negara dengan cap rasialis yang masih kental adalah sebuah prestasi besar.
Hal ini terjadi dalam diri Ifeoma Nnenna Dieke, wanita 39 tahun yang memiliki kiprah penuh inspirasi.
Dieke ialah orang kulit hitam pertama yang menjabat kapten timnas wanita Skotlandia.
Perannya tak main-main. Dia mencatat 123 caps di timnas dan menjadi bagian skuat Skotlandia yang lolos ke Kejuaraan Eropa 2017, serta mewakili kontingen Great Britain di Olimpiade London 2012.
"Sebagai pesepak bola wanita kulit hitam pertama yang menjadi kapten Skotlandia, saya ingat saat mendapatkan ban kapten dan setelah pertandingan, Gemma Fay (eks kiper dan kapten timnas wanita Skotlandia) mengatakan 'Kamu pemain kulit hitam pertama yang jadi kapten Skotlandia," ujar Dieke.
"Malam itu rasanya, wow. Bahkan dengan hanya memikirkannya sekarang, saya kehabisan kata-kata karena saya tak pernah berpikir tentang warna kulit atau hal-hal semacam itu."
Ifeoma Dieke (kiri) saat menerima penghargaan 100 cap di timnas Skotlandia. (Scottish FA)
Secara pribadi, Ife - panggilan Dieke - berharap apa yang dialaminya menjadi inspirasi bagi orang-orang keturunan Afrika lainnya untuk tetap berprestasi.
Mengejar mimpi, tanpa diskriminasi, dan memandang semua orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama.
"Menjadi kapten tim mana pun oke-oke saja, tetapi Skotlandia, negara Anda dan memimpin semua pemain ini, dan memiliki privilese seperti itu. Kemudian orang-orang kulit hitam di luar sana bisa melihat Ife menjadi kapten dan bermain untuk Skotlandia lebih dari 100 kali," ujarnya.
Dieke memiliki darah Nigeria, tetapi lahir di Massachusetts, AS, dan tumbuh besar di Skotlandia.
Ifeoma Dieke saat memperkuat timnas wanita Skotlandia. (Womans Footie)
Setelah menapaki karier sebagai pesepak bola, dia bolak-balik memperkuat beberapa klub AS dan Eropa.
Dieke punya kans membela ketiga negara tersebut, tetapi pada akhirnya memilih timnas Skotlandia.
Bagi Dieke, keputusan menentukan kariernya tidak dipengaruhi soal uang, popularitas, ataupun trofi dan medali. Murni berdasarkan panggilan jiwa dari benak yang paling dalam.
"Ini semua tentang apa yang kamu inginkan sesuai kata hati. Saya mengikuti hati saya yang menuntun untuk memilih Skotlandia. Saya tak pernah menyesali itu."
"Saya memang lahir di Amerika, tapi tak merasa sebagai orang Amerika. Saya cuma merasakan bahwa semua tentang saya adalah orang Skotlandia," kata defender yang kini bermain di tim wanita Apollon Limassol di Siprus.
Ifeoma Dieke (kanan, bawah) di timnas Skotlandia. (Scottish FA)
Kesuksesan Dieke bukan cuma mendobrak barier rasialisme atau warna kulit, tetapi juga soal gender.
Ia lahir dari keluarga berpendidikan mumpuni. Ayahnya memegang gelar PhD. Ibunya sempat bilang, Dieke tak akan dapat pekerjaan di sepak bola.
Menjadi akademisi adalah target yang diharapkan, sedangkan sepak bola sekadar hobi.
Namun, waktu membuktikan karier Dieke di dunia bal-balan tak cuma menjadikannya sosok profesional yang sukses, tapi juga sumber inspirasi perihal kesetaraan seluruh warga dunia di semua bidang, termasuk olahraga.
Ifeoma Dieke (kiri) dalam laga timnas Skotlandia vs Inggris. (Football TBG247)
Menurutnya, rasialisme bisa dilawan dengan cara bersuara lebih lantang dan menjadikannya motivasi untuk lebih percaya diri, daripada menyembunyikan perasaan tertekan sebagai korban diskriminasi.
"Ketika mendengar teriakan-teriakan dan kata-kata (rasialis) dari penonton, kamu merasa seperti tak berdaya. Mungkin saat saya masih muda, rasanya memalukan dan kamu tak akan mengatakan apa pun karena merasa tidak enak."
"Namun, jika saya bicara ke diri saya saat muda, saya harus bersuara lebih lantang. Jangan pernah membiarkan siapa pun mengurangi rasa lapar saya. Saya selalu memiliki dorongan untuk melakukannya," tutur Dieke yang pensiun dari tim nasional pada 2017 lalu.
sumber: BBC, The Guardian
Berbagi informasi olahraga kamu di kapten.kaskus.id
Main Tebak Skor serta KASKUS FPL berhadiah utama dan bulanan
Follow akun Instagram @kaptenkaskus untuk mendapat infografis menarik seputar dunia olahraga






tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.2K
3


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan