Peristiwa g30spki adalah sejarah yang paling banyak mengundang banyak tanda tanya saat ini.
Kebenaran yang dulunya menjadi kepastian kini berubah menjadi big puzzle dengan banyaknya jejak-jejak sejarah yang mulai bermunculan setelah era reformasi di mulai.
Film hasil buatan Pemerintah orde baru yang dulunya adalah tontonan wajib dan menjadi sumber pengetahuan satu-satunya tentang pemberontakan g30spki bagi masyarakat awam mulai di banjiri kritikan yang mempertanyakan kebenaran kisah film tersebut.
Hal tersebut bukanlah semata-mata hanya berdasarkan dugaan namun banyaknya terungkap kesaksian yang bertentangan dengan adegan di film tersebut.
Terutama adegan-adegan saat di lubang buaya saat para jenderal tersebut di aniaya keji dengan berbagai macam kekejaman.
Namun ane tidak akan membahas kontroversial yang ada film itu.
Karena peristiwa g30spki tersebut bagi ane seperti lingkaran setan yang satu sama lainnya saling terhubung antara kebenaran dan keuntungan.
Ane ingin mengajak gansis melihat apa saja yang terjadi setelah usainya tragedi g30spki tersebut.
Spoiler for Dokumen CIA:
2 OKTOBER 1965
Keberadaan Sukarno dan kondisinya masih tidak jelas. Kekuatan countercoup Jenderal Suharto melanjutkan tindakannya dan Jakarta cukup tenang.
Suharto dilaporkan punya kekuatan terbesar AD, AL, Marinir dan Polri di sisinya. AU di bawah Marsekal Dani tampaknya masih mendukung Kol Untung dan pelaku penculikan. Meski begitu, tidak ada aksi udara yang dilaporkan.
Satu laporan mengklaim Untung dan Dani terbang meninggalkan ibukota ke Jawa Tengah. Elemen dari AD dari kawasan itu sudah bergerak untuk Untung. Suharto, sepertinya mengirim tentara dari Jakarta untuk mengatasi masalah itu.
PKI sudah jelas ada di pihak penculik. Konjen AS di Medan melaporkan pejabat AD di sana menyiapkan operasi 'pembersihan'.
Komunis di luar negeri reaksinya masih ringan. Sejauh ini, cuma koran Moskow memberitakan kisah Indonesia dan artikelnya salinan dari media AS dan Prancis.
4 OKTOBER 1965
Sukarno sedang merapikan kekuasaannya, tapi mungkin kehilangan beberapa sumber kekuatannya karena hasil dari percobaan kudeta 30 September.
Tindakannya sejauh ini tampaknya dirancang untuk memutar waktu kembali dan mengembalikan keseimbangan antara kekuatan yang bertikai seperti pada Kamis lalu. Gerakan Sukarno membuat para jenderal tidak puas, tapi mereka tidak berani melawan langsung.
Jenderal Suharto yang berwenang menjaga ketertiban, hari ini kepada publik mengatakan berbeda sikap dengan Sukarno mengenai keterlibatan AU dalam upaya kudeta. Sebagai tambahan, pemimpin AS kini tampaknya yakin kalau Sukarno sendiri terlibat dalam plot melawan mereka.
Meski Sukarno menepis anggapan itu, ada cukup perasaan di lingkaran AD bahwa ini saatnya menggulung Komunis. Perasaan ini muncul setelah pembunuhan Jenderal Yani dan 5 petinggi senior lain.
Aksi unjuk rasa anti-Komunis akan dijadwalkan besok di Jakarta, tapi masih dilihat dulu apakah cara lebih keras akan ditempuh.
Jakarta tenang hari ini sebagai ibukota. Situasi berlanjut di Jawa Tengah di mana kekuatan pemberontak sekitar 110 orang di bawah Untung masih berkeliaran. Komunis bersenjata juga ada di kawasan ini.
5 OKTOBER 1965
Suasana makin dekat dengan pertarungan antara AD dan Komunis, tapi kemampuan pimpinan AD untuk terus menekan isu ini masih meragukan berhadapan dengan Sukarno yang meminta mereka menahan diri.
PARAGRAF DISENSOR
Unjuk rasa massa di Jakarta mendapat dukungan pasif tentara, mereka meminta semua kelompok yang mendukung 'Gerakan 30 September' dibubarkan dan khususnya PKI dan kelompoknya.
Radio Jakarta mengumumkan hari ini 300 pendukung Komunis dikepung kelompok tentara dan kelompok agama.
(PARAGRAF DISENSOR)
PKI, untuk bagian ini, tampaknya tiarap. Beberapa Komunis merasa putus harapan kecuali Sukarno menggunakan sulap politiknya untuk menyelamatkan PKI.
Sukarno melanjutkan upayanya memulihkan kekuatan dan mengembalikan tatanan politik yang dulu.
6 OKTOBER 1965
Sukarno hari ini menunjukan diri sebentar kepada wartawan di Bogor, Istana 40 mil di selatan Jakarta. Dia menolak menjawab pertanyaan, dan menyuruh Wakil PM berhaluan kiri, Subandrio, menjelaskan rapat kabinet pagi ini.
Pernyataan Subandrio mencakup omongan Sukarno yang meminta bersatu dalam 'suasana tenang dan tertib' dan tidak melakukan 'balas dendam'.
Dari semua indikasi, tampaknya pimpinan AD masih ingin menghabisi Komunis dan menjadi waspada dengan Sukarno.
(PARAGRAF DISENSOR)
Menhan Jenderal Nasution, brain trust (kelompok pemikir-red) paling penting di AD yang lolos dari pembunuhan, muncul di muka umum kemarin dan mungkin memainkan peran lebih aktif untuk strategi politik AD. Nasution tidak menghadiri rapat kabinet hari ini.
Di Jakarta, selebaran beredar pagi ini meminta masyarakat menghancurkan Komunis dan kawasan di mana komandan AD membolehkan koran Komunis untuk terbit kembali. Menteri komunikasi telah melarang semua penerbitan koran yang 'memberi kesan' mendukung Gerakan 30 September.
7 OKTOBER 1965
Sukarno membuat kemajuan untuk meredam Gerakan 30 September dan mencegah aksi anti-Komunis. Kedubes AS mengatakan AD akan beraksi melawan mereka yang terlibat langsung membunuh para jenderal dan mengizinkan Sukarno untuk kembali dengan kekuatannya.
Tapi, Kedubes AS juga melaporkan pemakaman para jenderal dan anak perempuan Nasution telah berhasil membangkitkan kemarahan elemen Muslim dan ini bisa mengarah kepada kekerasan baru antara mereka dan Komunis.
Di titik ini, Sukarno dan Wakil PM Subandrio akan mencoba menyalahkan CIA untuk skandal 30 September. Subandrio, sebagai tambahan menyebutkan kepada publik pernyataan PKI tidak terlibat di dalam plot tersebut. AD ingin menangkis pernyataan itu. Subandrio bisa jadi saluran PKI untuk mengungkapkan itu.
(PARAGRAF DISENSOR)
8 OKTOBER 1965
Para jenderal tampaknya galau.
Di satu sisi, Sukarno dibantu Subandrio berupaya segala hal untuk merehabilitasi Komunis dan elemen AU yang menyebabkan insiden 30 September. Radio Jakarta yang dikuasai AD sudah menyiarkan imbauan untuk tenang dan tidak balas dendam seperti ucapan yang pernah diomongkan Sukarno.
Di sisi lain, unjuk rasa muslim anti-Komunis turun ke jalanan Jakarta hari ini dan menggeruduk kantor pusat PKI. Beberapa sentimen pro-AS juga terdengar, yang pertama dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun, aksi ini disetujui AD, para jenderal yang menjabat yang ingin melawan Komunis, tetap ada.
Ada dokumen yang membahas periode pergolakan dalam sejarah Indonesia, hubungan Jakarta-Washington yang sempat memburuk, konfrontasi dengan Inggris terkait pembentukan Negara Federasi Malaysia, meningkatnya ketegangan antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia, meningkatnya radikalisasi pada era Presiden Sukarno, dan perluasan operasi rahasia AS yang bertujuan memicu bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI.
"Puncaknya adalah, upaya pembersihan para pimpinan Angkatan Darat dalam Gerakan 30 September (G 30 S) -- yang dilakukan sejumlah pejabat militer yang bekerja sama dengan pimpinan PKI," demikian dimuat dalam situs National Security Archive.
"Setelah menumpas upaya kudeta, yang menewaskan enam jenderal Angkatan Darat, militer dan paramiliter pendukungnya melancarkan kampanye pemberantasan PKI dan organisasi pendukungnya, yang menewaskan 500 ribu terduga pendukung PKI antara Oktober 1965 dan Maret 1966, memenjarakan jutaan lainnya, dan akhirnya menyingkirkan Sukarno dan menggantikannya dengan Jenderal Soeharto, yang memerintah Indonesia selama 32 tahun sebelum dilengserkan pada Mei 1998."
Mengutip BBC, Tragedi 1965 adalah pembunuhan massal paling mengerikan pada Abad ke-20, namun saat itu, sejumlah orang menilai, Washington memilih bungkam.
Dari dokumen yang di sebutkan di atas maka bisa di simpulkan ada semacam pemicu terjadinya pembunuhan massal setelah usainya g30spki.
Mau tidak mau andai kita berbicara dari segi HAM maka telah terjadi pelanggaran HAM terberat yang pernah terjadi di Indonesia.
Benar atau tidaknya hanya Tuhan yang maha tau.
Sebuah pertanyaan terlintas di benak ane dan mungkin bagi banyak orang-orang.
Benarkah semua orang yang mereka basmi benar-benar bagian dari organisasi terlarang tersebut ?
Benarkah yang terbunuh itu melakukan perlawanan ?
Benarkah sikap mereka yang melakukan pembunuhan skala besar ?
Apakah negara ini saat itu tidak mempunyai produk produk hukum seperti sekarang ?
Semua pertanyaan tersebut,kini hanya bisa di jawab "Hanya Tuhan yang tau".
Spoiler for jejak kematian setelah peristiwa 30 september:
Segepok dokumen berisi catatan tentang aktivitas militer di Aceh itu seakan membuka kotak pandora tentang tragedi kelam pada 1965-1966 itu.
Peneliti Australia itu mencatat dan mengkonfirmasi temuan-temuannya itu. Hasilnya kemudian dijadikan buku berjudul "The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder". Dalam bukunya Melvin berpendapat pembunuhan massal 1965-1966 di Indonesia bukanlah hasil aksi spontan rakyat yang marah terhadap PKI.
Dari dokumen sebanyak hampir 3.000 halaman tersebut, Melvin sampai pada kesimpulan bahwa pembunuhan massal 1965-1966 itu tersentralisasi secara nasional di bawah kendali pemimpin Angkatan Darat saat itu Mayor Jenderal Soeharto.
Melvin menyatakan sudah banyak peneliti dan masyarakat Indonesia yang menduga peran militer dalam peristiwa ini. Namun tak ada bukti yang memperkuat keyakinan tersebut. Selain itu, selama 50 tahun terakhir, militer menyangkal terlibat.
Surat pertama muncul dari Soeharto sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) kepada Komandan Militer Wilayah Aceh Ishak Djuarsa pada pagi hari, 1 Oktober 1965. Dia mengabarkan telah terjadi kudeta di Jakarta di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Melvin menyatakan, kabar tersebut juga diduga disampaikan kepada komandan wilayah lainnya meski hingga saat ini buktinya belum ditemukan.
Pada pagi itu juga, martial law atau darurat militer dideklarasikan di seluruh Sumatera. Operasi Berdikari diaktifkan di Aceh untuk memfasilitasi operasi penumpasan.
Pesan tersebut sempat direspons Komandan Mandala I (Panglatu) Sumatera Letnan Jenderal Ahmad Junus Mokoginta. Dia menginstruksikan tentara tetap tenang dan bekerja seperti biasa dan “menunggu perintah/instruksi selanjutnya dari Panglatu”.
Instruksi selanjutnya datang pada tengah malam. Melalui radio, Mokoginta mengumumkan bahwa PKI telah melakukan upaya kudeta. Presiden Soekarno selamat dan situasi di ibukota telah dikendalikan oleh Soeharto. Dia memerintahkan agar semua perintah pengganti Jenderal Ahmad Yani itu dipatuhi.
Mokoginta pun memerintahkan, "Segenap anggota Angkatan Bersenjata untuk setjara tegas/tandas, menumpas contra-revolusi ini dan segala bentuk pencianatan2 dan sematjamnja sampai keakar2nja." Melvin mengatakan, perintah ini membuktikan militer menggunakan kampanye militer ofensif untuk menumpas rakyat yang dianggap terlibat gerakan 30 September sejak hari pertama. Militer tetap memerintahkannya meski mengetahui situasi ibu kota dinyatakan sudah terkendali.
Militer juga terbukti memobilisasi warga sipil untuk menumpas orang-orang tersebut mulai 4 Oktober. Melvin merujuk kepada pernyataan Soeharto yang menyatakan, "kami yakin dengan bantuan dari masyarakat ... kami dapat menghancurkan kontra revolusi gerakan 30 September sepenuhnya."
Pada 5 Oktober, protes masyarakat terhadap PKI berubah berbentuk kekerasan. Berdasarkan "peta kematian" yang dibuat militer, terdapat 1.941 pembunuhan terjadi di Aceh. TNI kemudian mendirikan Ruang Perang yang berupa sentral koordinasi perang non-konvensional terhadap PKI.
Menurut Melvin, pembunuhan massal yang sistematik bermula saat itu di Aceh. Setiap malam, truk bermuatan tahanan melaju memindahkan mereka ke situs pembunuhan terkontrol militer. Di sana mereka dibunuh secara sistematis.
Melvin mencatat kegiatan militer ini dilakukan melalui sistem komunikasi yang kompleks dan membentang hingga ke tingkat desa. Pola tersebut membentuk pola pemberantasan berskala nasional. Dengan cakupan yang luas, Melvin melihat upaya perebutan kekuasan negara atau kudeta di balik penumpasan PKI.
Vena Taka. Kakak dan ayahnya ditangkap pada 1966. “Saya tidak tahu bahwa ayah dan adik saya ditahan, atau di mana mereka dibunuh. Bahkan di mana mereka dikuburkan, saya tidak tahu.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Frangkina Boboy. Ayahnya diduga terlibat dengan Partai Komunis, dan ditangkap dan ditahan pada 1965. “Ayah saya memiliki tanah di Lasiana -sebuah rumah dan sawah – tetapi karena dia dituduh sebagai komunis, keluarganya mengambil itu semua. Kami tidak memiliki apa-apa lagi, dan harus tunduk di atas tanah yang sebenarnya dimiliki oleh orang tua saya.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Migelina A. Markus, ditahan pada 1965 bersama dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya. “Tragedi '65 membuat kami kehilangan orang tua kami, kakak saya, dan ada banyak penghilangan tanpa pengadilan atau bukti [yang menunjukkan] mereka telah mengkhianati negara atau bangsa ini. Saya ingin bersaksi sehingga orang tahu kebenaran tentang peristiwa yang kami alami.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Suami Lasinem ditangkap dan disiksa pada 1969, dan akhirnya dikirim ke Pulau Buru. “[Suami saya] dijemput oleh tentara, teman-temannya sendiri, dan dibawa ke kantor desa (Kelurahan). Ia dipukuli, duduk terikat di kursi dan dipukuli. Punggungnya diinjak-injak sampai ia terluka parah. Awalnya saya bingung dan ciut, ketakutan, dan saya menyadari bahwa saya telah kehilangan pelindung saya, dan sumber nafkah saya. Bagaimana dengan anak-anak saya? Mereka perlu makan! … Saya masih terluka karena saya ingat hal-hal yang terjadi di masa lalu … Masih ada luka di hati saya.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Kadmiyati sedang belajar di sekolah pendidikan guru di Yogyakarta pada 1965 ketika ia ditangkap. “Kapan akan ada keadilan? Siapa yang sadis dan kejam? Komunis? Atau pelaku pembunuhan? [Kita harus] menemukan kebenaran.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Hartiti. Ditangkap pada 1966, salah satu anaknya meninggal karena penyakit tatkala dia ditahan. “Anak pertama saya sudah cukup dewasa untuk mengerti penderitaan ibunya. Dia berpikir tentang hal itu sampai dia meninggal. Dia juga sering mendengar berita tentang saya. Dia meninggal karena dia mendengar orang-orang mengatakan hal-hal yang menyakitinya.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Oni Ponirah. Dia baru 17 tahun ketika ditangkap pada 1965. “Saya diberitahu saya hanya dibawa untuk ditanyai. Ternyata saya ditahan selama 14 tahun. Dari tahun 1965 sampai akhir Desember 1979 … Kami tidak pernah mendapat keadilan. Saya berharap pemerintah akan meminta maaf kepada para korban.” Foto dari Asia Justice and Rights.
Dari banyaknya rentetan peristiwa seusai tragedi g30spki maka tak salah kata doktor sejarah Universiteit Leiden, Belanda.Grace Laksana bahwa pola pikir kita hanya terhenti di tanggal 1 oktober 1965 dalam memahami peristiwa g30spki.
Padahal setelah peristiwa tersebut banyak kejadian-kejadian sejarah kelam lainnya yang mengikuti peristiwa kelam g30spki.
Bahkan ane cukup terkejut dengan pernyataan sejarahwan John Roosa, yang saat ini menjadi profesor di University of British Columbia (UBC), Kanada.
Beliau mengatakan ini sebuah peristiwa yang sangat besar yang pernah terjadi namun sangat minim yang di ketahui.
Dengan pernyataan dua sejarahwan di atas seakan-akan membuat ane terpaksa tertawa kecil.
Apalah arti jargon yang mengatakan bahwa "Sebuah Bangsa yang besar takkan melupakan sejarah bangsanya sendiri".
Namun di peristiwa g30spki ini,masa kecil ane hanya melihat dari satu sisi saja yaitu tayangan film pemberontakan g30spki yang setiap tahun di putar dan wajib di tonton bangsa ini hingga era reformasi.
Dalam buku sejarah sekolah pun tak lebih sama.
Kini ane hanya berharap bahwa masih ada banyak generasi penerus bangsa ini yang berani dan tertantang menyatukan puzzle-puzzle dari peristiwa bersejarah ini.
Hasil akhirnya janganlah tuk menghakimi namun demi meluruskan sejarah bangsa ini agar menjadi pendidikan yang benar-benar mendidik dalam ilmu sejarah bangsa Indonesia bagi generasi di masa depan.
Paham komunis adalah paham yang terlarang tuk bangkit dan hadir di negara Indonesia dan itu tugas seluruh rakyat Indonesia tuk tetap menjaga dan waspada akan paham komunis ini.
Namun negara ini tidak melarang kita tuk mempelajarinya karena ideologi ini dan ideologi lainnya yang ingin merongrong Pancasila adalah musuh kita bersama.
Namun bagaimana kita bisa menang kalau kita sendiri tidak pernah mengenal siapa musuh kita.
NKRI DAN PANCASILA ADALAH HARGA MATI BAGI BANGSA INDONESIA.
JAYALAH SELALU NEGERIKU.