- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Terjebak Di Dunia Game
![reikka](https://s.kaskus.id/user/avatar/2011/02/09/avatar2571552_55.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
reikka
Terjebak Di Dunia Game
Kalian semua tentunya pasti pernah bermain game, atau bahkan ada yang dijadikan sebuah profesi, hobi, atau sekedar untuk hiburan saja. nah bagaimana jika game tersebut membuat kalian terjebak didalamnya ??
silahkan simak kisah dibawah ini
![Shakehand2 emoticon-Shakehand2](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fbeqyos6i5nk.gif)
![2 Jempol emoticon-2 Jempol](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1x373yj.gif)
![Terjebak Di Dunia Game](https://s.kaskus.id/images/2020/10/01/2571552_20201001013832.jpg)
Terima kasih bagi kalian yang sudah berkenan menyempatkan waktu untuk membaca.
![2 Jempol emoticon-2 Jempol](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1x373yj.gif)
![Shakehand2 emoticon-Shakehand2](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fbeqyos6i5nk.gif)
![2 Jempol emoticon-2 Jempol](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1x373yj.gif)
![Roll Eyes (Sarcastic) emoticon-Roll Eyes (Sarcastic)](https://s.kaskus.id/images/smilies/sumbangan/01.gif)
![Shakehand2 emoticon-Shakehand2](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fbeqyos6i5nk.gif)
![2 Jempol emoticon-2 Jempol](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1x373yj.gif)
![Terjebak Di Dunia Game](https://s.kaskus.id/images/2020/10/01/2571552_20201001013832.jpg)
Spoiler for Cerita:
Seharian ini aku begitu penat, seharian penuh otakku terus-terusan dijejali materi-materi yang sangat sulit ku cerna di otakku. Ku lihat langit sudah mulai mendung, awan hitam tampak menjadi hiasan langit sore ini. Aku sengaja mempercepat laju motorku agar segera tiba di rumah, rasanya bukan hanya otak, tapi badanku juga sudah minta jatah istirahat.
“Kamu baru pulang Ran?” Tanya ayah melihat kedatanganku. Aku hanya mengangguk lesu, langsung menjatuhkan badanku di sofa. Sesaat aku terlelap.
“Ran, bangun! Ayo kita makan malam dulu!” Ibu membangunkanku. Masih dalam keadaan setengah sadar aku mencoba bangkit, 19.55 angka yang ku dapati di benda bulat berwarna hitam yang menempel di lengan kiriku. “Aku mandi dulu saja, Yah, Bu, biar lebih segar,” Kemudian aku bangkit.
“Randi tunggu dulu! Ayo sekalian panggil Adikmu, dari tadi sore dia terus saja diam di kamar dan bermain game!” Perintah ibu mengalihkan langkahku untuk pergi ke kamar Nathan. Nathan adikku yang baru duduk di bangku kelas 1 SMA. Saat berjalan melewati tangga, aku jadi teringat sudah beberapa kali Nathan mengajakku bermain game. Ku rasa inilah saat yang tepat. “Itung-itung hiburan, refreshing otak,” pikirku sambil mempercepat langkahku.
“Nathan!” Aku mengetuk pintu kamarnya. Tapi sama sekali tak ada jawaban.
“Nathan, ini Kakak!” Kembali ku coba mengetuk pintu kamarnya, tapi nihil, masih juga tak ada jawaban.
Akhirnya perlahan aku membuka pintunya, “Nathan,” tapi tak ku temukan siapa pun di sana, kamarnya kosong, yang ku lihat hanya layar komputer menyala bertuliskan “…” kemudian layar itu berubah bertuliskan “Play,” tak ku temukan kata lain di sana. Layarnya terus saja berkedip-kedip. Aku menatapnya dan mulai mendekat. “Sepertinya ini game yang keren,” pikirku.
Akhirnya tanpa pikir panjang aku mulai mengarahkan kursornya dan mengklik tombol “Play,”
Seketika semuanya berubah, seperti ada angin topan yang menghampiri dan aku terbawa ke dalamnya. “Aaaaaahhh…”
“Di mana aku? Aku berada di sebuah ruangan, seperti sebuah gedung tua,” Aku mulai bangkit memperhatikan sekitarku.
“Guubbbrraaakk,” Sesuatu mengejutkanku, seperti ada bangunan roboh, sebuah bom atau entah itu apa, yang jelas bisa ku tangkap suara itu begitu jelas. Aku ke luar mencari arah suara itu, ku lihat seorang anak tampak berlari ke arahku.
“Nathan?” Aku setengah berteriak.
“Kakak? Bagaimana Kakak bisa masuk juga ke dalam game ini?” Nathan tampak terkejut melihatku.
“Ke dalam game? Kita di dalam game? Bagaimana mungkin ini Nathan, jelas-jelas tadi Kakak ada di kamarmu dan ka…”
“Sudah Kak, nanti saja, sekarang ayo kita lari!” Nathan menarik lenganku.
“Kenapa harus berlari?” Aku menarik lengannya hingga langkahnya terhenti.
“Kakak ayolah, lihatlah! Karena itu kita lari!”
Aku menoleh ke belakang, rupanya 3 orang berwujud monster, atau itu memang benar monster mengejar kami. Berulang kali mereka melemparkan benda, dan menembakkan senjata pada kami. “Lihat Kak, di sana ada mobil, Kakak bisa mengemudi bukan? Ayo kita pakai mobil itu!” Ajaknya. Aku tak mengerti apa yang terjadi, tapi tanpa pikir panjang aku segera melajukan mobil itu. Tiga monster itu masih tampak mengejar kami. “Baiklah Nathan aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi sekarang apa yang harus kita lakukan? Bagaimana cara agar kita ke luar dari game ini dan kembali ke rumah?”
“Tidak bisa Kak, kita harus mengalahkan ketiga monster itu dulu dan menyelesaikan semua level dalam game ini, atau…” Ia kembali menengok ke belakang, kini jelas ku dengar napasnya begitu ngos-ngosan. “Apa? Baiklah dan sekarang berapa level lagi yang harus kita lalui? Bagaimana kau tahu semua ini? Baiklah, ini asyik kita jadi pahlawan bukan dalam game ini, kita selesaikan levelnya!” Aku mencoba santai dan menikmati apa yang sedang terjadi. “Aku juga tidak tahu Kak, hanya saja itu peraturan yang ku baca di game ini. Ini baru level 1 kita masih memiliki se…”
“Apa?” Aku langsung memotong ucapannya. “Sejak tadi kau masih di level 1? Baiklah tadi kau katakan atau? Atau apa? Ada cara lain agar kita bisa ke luar dari sini?” Kini aku tak bisa menyembunyikan kepanikanku.
“Ya, permainan ini hanya untuk 2 orang jika Kakak sudah masuk itu artinya, tidak ada lagi yang bisa masuk ke game ini otomatis game ini akan kembali seperti game pada umumnya, jika ada yang menekan tombol exit maka kita bisa ke luar dari sini! Kak belok kiri, awas mereka di depan!” Nathan setengah berteriak.
Sontak aku membelokkan mobil menuju sebuah gedung. “Kita naik gedung itu Nathan, Kakak akan coba menelepon Ayah, atau Ibu!” Aku sibuk mencari telepon di kantong celanaku.
“Handphone tidak berfungsi di sini Kak! Ambil senjata ini, kita harus melawan mereka!”
“Apa? Gila!”
Kami berlari menuju puncak menara di gedung ini, sementara itu ketiga monster tadi terus mengejar kami dan menyerang, menghancurkan beberapa benda, bahkan tangga yang kami naiki hancur dibuatnya. Aku mencoba meluncurkan serangan dengan menembaki ketiga monster itu, agar langkah mereka sedikit terhambat, tapi sia-sia saja peluruku tak berefek sama sekali. “Senjata macam apa ini? Ah.. wajar saja aku masih di level 1 belum cukup memiliki poin untuk membeli senjata yang lebih kuat,” Gumamku kesal. Kini kami sudah berada di puncak menara, begitu pun dengan ketiga monster itu. Di balik wajah buruknya ku lihat mereka tersenyum dan mengarahkan senjata ke arah kami.
“Matilah kalian!” Suaranya terdengar menggema.
Aku dan Nathan benar-benar terpojok, tak pernah ku sangka aku akan mati konyol dalam sebuah game.
—
“Loh, tadi Ibu ke sini kalian tidak ada di kamar? Ke mana tadi kalian ini?” Ibu tampak bingung.
Aku dan Nathan saling berpandangan, saat ini kami kembali berada di kamar Nathan. Ku lihat komputernya sudah mati. “Ibu tadi yang mengeluarkan gamenya dan Ibu juga yang mematikan komputernya,” Lanjut ibu melihat aku dan Nathan terdiam. “Sudah ayo cepat kita makan malam, Ayah sudah menunggu,” kata ibu kemudian berlalu.
Tiba-tiba layar komputernya menyala lagi dan…
“Tidak, tidak lagi!” Aku dan Nathan segera pergi meninggalkan kamar.
“Kamu baru pulang Ran?” Tanya ayah melihat kedatanganku. Aku hanya mengangguk lesu, langsung menjatuhkan badanku di sofa. Sesaat aku terlelap.
“Ran, bangun! Ayo kita makan malam dulu!” Ibu membangunkanku. Masih dalam keadaan setengah sadar aku mencoba bangkit, 19.55 angka yang ku dapati di benda bulat berwarna hitam yang menempel di lengan kiriku. “Aku mandi dulu saja, Yah, Bu, biar lebih segar,” Kemudian aku bangkit.
“Randi tunggu dulu! Ayo sekalian panggil Adikmu, dari tadi sore dia terus saja diam di kamar dan bermain game!” Perintah ibu mengalihkan langkahku untuk pergi ke kamar Nathan. Nathan adikku yang baru duduk di bangku kelas 1 SMA. Saat berjalan melewati tangga, aku jadi teringat sudah beberapa kali Nathan mengajakku bermain game. Ku rasa inilah saat yang tepat. “Itung-itung hiburan, refreshing otak,” pikirku sambil mempercepat langkahku.
“Nathan!” Aku mengetuk pintu kamarnya. Tapi sama sekali tak ada jawaban.
“Nathan, ini Kakak!” Kembali ku coba mengetuk pintu kamarnya, tapi nihil, masih juga tak ada jawaban.
Akhirnya perlahan aku membuka pintunya, “Nathan,” tapi tak ku temukan siapa pun di sana, kamarnya kosong, yang ku lihat hanya layar komputer menyala bertuliskan “…” kemudian layar itu berubah bertuliskan “Play,” tak ku temukan kata lain di sana. Layarnya terus saja berkedip-kedip. Aku menatapnya dan mulai mendekat. “Sepertinya ini game yang keren,” pikirku.
Akhirnya tanpa pikir panjang aku mulai mengarahkan kursornya dan mengklik tombol “Play,”
Seketika semuanya berubah, seperti ada angin topan yang menghampiri dan aku terbawa ke dalamnya. “Aaaaaahhh…”
“Di mana aku? Aku berada di sebuah ruangan, seperti sebuah gedung tua,” Aku mulai bangkit memperhatikan sekitarku.
“Guubbbrraaakk,” Sesuatu mengejutkanku, seperti ada bangunan roboh, sebuah bom atau entah itu apa, yang jelas bisa ku tangkap suara itu begitu jelas. Aku ke luar mencari arah suara itu, ku lihat seorang anak tampak berlari ke arahku.
“Nathan?” Aku setengah berteriak.
“Kakak? Bagaimana Kakak bisa masuk juga ke dalam game ini?” Nathan tampak terkejut melihatku.
“Ke dalam game? Kita di dalam game? Bagaimana mungkin ini Nathan, jelas-jelas tadi Kakak ada di kamarmu dan ka…”
“Sudah Kak, nanti saja, sekarang ayo kita lari!” Nathan menarik lenganku.
“Kenapa harus berlari?” Aku menarik lengannya hingga langkahnya terhenti.
“Kakak ayolah, lihatlah! Karena itu kita lari!”
Aku menoleh ke belakang, rupanya 3 orang berwujud monster, atau itu memang benar monster mengejar kami. Berulang kali mereka melemparkan benda, dan menembakkan senjata pada kami. “Lihat Kak, di sana ada mobil, Kakak bisa mengemudi bukan? Ayo kita pakai mobil itu!” Ajaknya. Aku tak mengerti apa yang terjadi, tapi tanpa pikir panjang aku segera melajukan mobil itu. Tiga monster itu masih tampak mengejar kami. “Baiklah Nathan aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi sekarang apa yang harus kita lakukan? Bagaimana cara agar kita ke luar dari game ini dan kembali ke rumah?”
“Tidak bisa Kak, kita harus mengalahkan ketiga monster itu dulu dan menyelesaikan semua level dalam game ini, atau…” Ia kembali menengok ke belakang, kini jelas ku dengar napasnya begitu ngos-ngosan. “Apa? Baiklah dan sekarang berapa level lagi yang harus kita lalui? Bagaimana kau tahu semua ini? Baiklah, ini asyik kita jadi pahlawan bukan dalam game ini, kita selesaikan levelnya!” Aku mencoba santai dan menikmati apa yang sedang terjadi. “Aku juga tidak tahu Kak, hanya saja itu peraturan yang ku baca di game ini. Ini baru level 1 kita masih memiliki se…”
“Apa?” Aku langsung memotong ucapannya. “Sejak tadi kau masih di level 1? Baiklah tadi kau katakan atau? Atau apa? Ada cara lain agar kita bisa ke luar dari sini?” Kini aku tak bisa menyembunyikan kepanikanku.
“Ya, permainan ini hanya untuk 2 orang jika Kakak sudah masuk itu artinya, tidak ada lagi yang bisa masuk ke game ini otomatis game ini akan kembali seperti game pada umumnya, jika ada yang menekan tombol exit maka kita bisa ke luar dari sini! Kak belok kiri, awas mereka di depan!” Nathan setengah berteriak.
Sontak aku membelokkan mobil menuju sebuah gedung. “Kita naik gedung itu Nathan, Kakak akan coba menelepon Ayah, atau Ibu!” Aku sibuk mencari telepon di kantong celanaku.
“Handphone tidak berfungsi di sini Kak! Ambil senjata ini, kita harus melawan mereka!”
“Apa? Gila!”
Kami berlari menuju puncak menara di gedung ini, sementara itu ketiga monster tadi terus mengejar kami dan menyerang, menghancurkan beberapa benda, bahkan tangga yang kami naiki hancur dibuatnya. Aku mencoba meluncurkan serangan dengan menembaki ketiga monster itu, agar langkah mereka sedikit terhambat, tapi sia-sia saja peluruku tak berefek sama sekali. “Senjata macam apa ini? Ah.. wajar saja aku masih di level 1 belum cukup memiliki poin untuk membeli senjata yang lebih kuat,” Gumamku kesal. Kini kami sudah berada di puncak menara, begitu pun dengan ketiga monster itu. Di balik wajah buruknya ku lihat mereka tersenyum dan mengarahkan senjata ke arah kami.
“Matilah kalian!” Suaranya terdengar menggema.
Aku dan Nathan benar-benar terpojok, tak pernah ku sangka aku akan mati konyol dalam sebuah game.
—
“Loh, tadi Ibu ke sini kalian tidak ada di kamar? Ke mana tadi kalian ini?” Ibu tampak bingung.
Aku dan Nathan saling berpandangan, saat ini kami kembali berada di kamar Nathan. Ku lihat komputernya sudah mati. “Ibu tadi yang mengeluarkan gamenya dan Ibu juga yang mematikan komputernya,” Lanjut ibu melihat aku dan Nathan terdiam. “Sudah ayo cepat kita makan malam, Ayah sudah menunggu,” kata ibu kemudian berlalu.
Tiba-tiba layar komputernya menyala lagi dan…
“Tidak, tidak lagi!” Aku dan Nathan segera pergi meninggalkan kamar.
Terima kasih bagi kalian yang sudah berkenan menyempatkan waktu untuk membaca.
![2 Jempol emoticon-2 Jempol](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1x373yj.gif)
![Shakehand2 emoticon-Shakehand2](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fbeqyos6i5nk.gif)
![2 Jempol emoticon-2 Jempol](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1x373yj.gif)
Diubah oleh reikka 01-10-2020 06:38
![bukhorigan](https://s.kaskus.id/user/avatar/2014/03/16/avatar6559625_16.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
![tien212700](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/12/18/avatar10974720_1.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
tien212700 dan bukhorigan memberi reputasi
2
1.1K
Kutip
17
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan