viqry02Avatar border
TS
viqry02
Negeri Para Bedebah
*Tragedi Semanggi



Dor! Dor! Dor!

Tembakan membabi-buta dilepaskan oleh aparat. Mahasiswa dan demonstran lain yang sedang duduk di jalan, seketika kocar-kacir. Sebagian lari berlindung, sebagian membantu kawannya, sebagian tetap mengepalkan tinju ke udara, penuh keberanian.

Dor! Dor! Dor!

Kendaraan lapis baja bergerak maju, membubarkan demonstran. Tembakan terus dilepaskan. Itu bukan peluru karet, itu butir logam yang menembus daging, merobek tubuh. Darah bersimbah. Melukis merah hati yang terluka. Hari2 itu, 11-13 November 1998. 17 tewas. 6 diantaranya mahasiswa.

Mereka berkumpul untuk menyuarakan perlawanan. Bahwa rezim orde baru yang sangat korup, kolusi dimana2, nepotisme menggila. Mereka menginginkan perubahan. Mereka menolak dwifungsi ABRI. Mereka berkumpul karena masih punya harapan negeri ini menjadi sejahtera dan berkeadilan. Bukan cuma dikangkangi oleh pejabat, cukong, oportunis, dan jangan lupakan jenderal2.

17 tewas dalam tragedi Semanggi 1. Jangan lupakan itu, kawan. Saat peluru ditembakkan ke arah mereka. Dor! Dor! Dor!

Pun jangan lupakan, setahun kemudian, 24 September 1999, juga gugur seorang mahasiswa, saat demontrasi menyuarakan perlawanan atas UU Penanggulangan Keadaan Bahaya yang bisa mengancam demokrasi dan kebebasan bersuara.

Peristiwa ini sudah terjadi 22 tahun lalu. Pernah terungkap siapa yang bertanggung-jawab di puncaknya? Pernah diseret ke penjara orang2 tersebut? Nyawa manusia dihabisi begitu saja. Itu jelas sekali pelanggaran Hak Asasi Manusia tingkat berat.

Berganti rezim, berganti presiden, mereka hanya sibuk jualan saja pas kampanye. Sibuk jual kecap akan menyelesaikan kasus2 ini. Nyatanya? Zong! Ambyar. Dan saat mereka terdesak, hendak lepas tangan, simpel, ganti definisinya: bahwa kejadian tersebut hanyalah peristiwa biasa saja. Toh, setiap hari, ribuan orang mati. Apa spesialnya Tragedi Semanggi?

Susah sekali mencari keadilan di negeri ini. Tanyakan ke keluarga korban. Anak2 mereka, pergi demo karena tujuan mulia. Berharap negeri ini berubah. Apa dosa dari harapan? Yes. Di tangan diktator, penguasa jahat, 'harapan' adalah dosa terbesar umat manusia. Apa harganya? Orang tua mereka memeluk jasad yang dingin membeku. Dengan lubang peluru di tubuhnya.

1998, ribuan orang demo, belasan mati, karena membenci KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme. Hari ini, 2020, kita berpesta atas nama demokrasi, korupsi semakin menggila, kolusi jangan ditanya, nepotisme? Yes! Resmi sudah dikasih karpet merah. Toh, demokrasi, itu kata kunci. Lupakan etika. Adab. Lantas dwifungsi? Sudah berubah, Kawan. Sekarang jamannya Polri. Mulai dari PSSI, Kementerian, hingga KPK, jenderal polisi ada di sana.

Selamat datang di era baru. Ternyata, 22 tahun berlalu, kita hanya di situ2 saja, siklus itu terus terjadi.

Karena sungguh, kita itu memang pelupa. Pemaaf. Dan gampang sekali ditipu oleh mulut manis penjual kecap. Padahal, duuh, kelompoknya tetap itu2 saja. Hanya berganti nama, berganti kendaraan. Dan mereka pintar gantian peran. Untuk besok berkongsi lagi.

Tabik!

*Tere Liye, penulis novel "Selamat Tinggal"
nomoreliesAvatar border
nomorelies memberi reputasi
1
932
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan