- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Supranatural
Pamali The Stories #28 (Part 2)


TS
diaz420
Pamali The Stories #28 (Part 2)
Previous Part

The truth will be revealed soon...

Spoiler for 3rd Person Point of View:
"Ndra?",
"Eh, ada apa Mang?",
"Hayu, udah siap belum?",
"Oh iya Mang, hayu atuh!",
Hari ini, di suatu Jumat malam, Indra dan Pamannya sedang dalam perjalanan menuju kampung halamannya. Mereka pulang dengan menaiki sepeda motor milik sang Paman. Tidak seperti perjalanan biasanya, Indra lebih banyak diam. Biasanya Ia dan Pamannya saling mengobrol atau saling melempar lelucon.
"Ndra? Ndra!", Paman memanggil Indra yang terlihat sedang melamun dari kaca spion,
"Ngg...apa Mang?"
"Kamu kenapa? Daritadi Mamang perhatiin ngelamun aja? Kangen si Dewi ya?", biasanya Indra langsung tersipu malu, namun kini, ekspresinya datar,
"Nggak, Mang.", Paman bilang,
"Hmm? Kayanya lagi berantem nih? Hehe...", Indra tak menggubris candaan Pamannya. Kembali, Paman memperhatikan raut muka keponakan kesayangannya, "Kamu ngantuk, Ndra? Daritadi diem wae?", Indra menjawab dengan lemas,
"Nggak, Mang.",
"Laper nggak?", Indra menggeleng, "Terus kenapa atuh?", Paman mulai cemas. Dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Indra. Indra tidak menjawab pertanyaan Pamannya. Paman langsung berbelok ke arah pom bensin. Ia dan Indra beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Paman masuk ke minimarket untuk membeli cemilan dan minuman, sementara Indra duduk termenung di kursi penumpang. Masih tidak diketahui mengapa Ia seperti itu. Setelah selesai belanja, Paman menawarkan minuman kepada Indra. Tawaran pun diterima dan mereka berdua menikmati cemilannya.
Perjalanan pun berlanjut dan hari semakin larut. Paman menancap gas sekencang-kencangnya agar sampai lebih cepat ke rumah. Sekitar 2 jam kemudian, sampailah mereka di Karawang. Sesampainya mereka di rumah...
"Ada apa nih, Ndra? Tumben jam segini masih rame?", Indra mengabaikan pertanyaan Paman dan langsung turun dari motor.
Terlihat warga tengah berkerumun di dekat rumah Paman dan Bibinya Indra. Selain warga yang berkerumun, rupanya ada beberapa Polisi disana. Sepertinya, Polisi sedang melakukan olah TKP di sebuah rumah yang ada di sebelah rumah Paman dan Bibinya Indra. Saat Indra menghampiri kerumunan...
Perasaan Indra seakan hancur berkeping-keping. Ia disambut oleh tangisan Bibi dan Ibunya. Ia juga melihat 2 tubuh manusia yang sudah tak bernyawa tergeletak di ruang tengah rumah itu. Ternyata...itu adalah orang tuanya Dewi. Ya, seseorang telah menghabisi nyawa 2 orang tua tak berdosa itu. Indra segera mencari kebenaran mengenai kejadian itu.
"Pak, punten, ada...apa ya ini?", tanya Indra agak tersentak.
"Oh...ini, Kami dapet laporan penemuan mayat. Katanya, penghuni rumah udah seminggu terakhir gak keluar rumah...", Indra mulai syok. Ia bertanya kepada Polisi,
"Mana Dewi?", Polisi kebingungan dengan pertanyaan Indra,
"Dewi? Maksud Bapak?",
"Dewi dimana Pak? Dia...anak perempuan dari korban, Pak,"
"Oh...jadi korban ini orang tua dari...",
"Dewi, Pak. Namanya Dewi Citrawati...",
"Bapak kenal dengan saudari Dewi?", Indra mengangguk. Karena syok, tubuhnya gemetaran. Ia dibawa keluar oleh salah seorang Polisi untuk ditenangkan, sekaligus dimintai keterangan...
Purwakarta...satu tahun kemudian...
"Aa'? Aa'? Aa..aaa...bangun...",
"Ngghh...uhhh...ya Neng, ini Aa' bangun.", nampak sepasang suami istri yang baru saja menikah sebulan yang lalu.
Di pagi hari, seperti biasanya sang suami bersiap-siap untuk berangkat kerja, sementara sang istri sudah melakukan tugasnya, membereskan rumah dan menyiapkan sarapan. Pasutri itu menyantap sarapan mereka. Setelah itu...
TIN! TIN!
"Itu Mamang, Aa' pergi dulunya Geulis?", sang istri mencium tangan suaminya dan sang suami mencium kening istrinya,
"Ya, hati-hati ya?", sang suami pun pergi bekerja. Ia diantar bersama dengan Pamannya.
Sang istri pun sendiri di rumah. Meski kesepian, Ia coba untuk mengusirnya dengan melakukan aktivitas Ibu Rumah Tangga, beres-beres rumah, cuci baju dan piring, belanja, sampai memasak. Hingga tak terasa waktu sudah sore. Sang suami pulang dari tempat kerja. Pasangan itu menghabiskan quality time mereka hingga malam menjelang. Itu pun terjadi hingga berbulan-bulan kemudian.
Singkat cerita, sang istri pun hamil. Kini kebahagiaan menyelimuti pasangan itu. Sang suami semakin giat bekerja untuk menutupi biaya persalinan istrinya. Hari-hari pun berlalu, pasangan itu semakin tidak sabar menanti kehadiran buah hati mereka...
Nahas...di usia kandungannya yang sudah mencapai bulan ke-6, harapan pasangan tersebut untuk mendapatkan keturunan harus pupus. Sang istri mengalami pendarahan pada kandungannya dan membuatnya keguguran. Selama 6 bulan setelahnya, kesedihan masih menyelimuti pasangan tersebut. Setelah mencoba untuk bangkit dari keterpurukan dan kesedihannya, pasangan itu mulai move on dan kembali mencoba untuk mendapatkan keturunannya.
Tak lama, sang istri hamil lagi. Berbeda dengan kehamilan sebelumnya, kini mereka lebih ekstra hati-hati dalam menjaga si jabang bayi. Pasangan itu mulai meminta bantuan kepada keluarganya masing-masing untuk berjaga-jaga supaya kandungan sang istri tetap terjaga.
Apesnya, sang istri harus keguguran lagi. Rupanya, upaya mereka belum membuahkan hasil. Pasangan itu harus merelakan kepergian 2 anaknya. Semenjak itu, sang istri mulai mengalami perubahan pada dirinya. Perlahan kondisi psikologisnya mulai terganggu. Baik sang suami hingga keluarganya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghiburnya, tapi sepertinya, dampaknya tidak begitu signifikan.
Puncaknya, sang istri mulai berhalusinasi. Terkadang Ia berpura-pura menimang bayi, berpura-pura ngobrol dengan "anaknya" yang sudah besar...
Dan yang paling parahnya, Ia sering merasa ketakutan di malam hari. Ia mengaku sering melihat sosok wanita yang mengganggunya di malam hari. Katanya, sosok itulah yang sering mendatanginya lewat mimpi, sehari sebelum Ia keguguran. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari mengunjungi psikiater sampai di ruqyah. Beruntung hanya cara spiritual saja yang paling ampuh.
Sang istri kembali seperti semula. Ia sudah bisa bangkit dari keterpurukannya. Dan sebagai hadiah atas kesembuhannya, sang suami memberikannya sebuah hadiah yang paling istimewa daripada kado ulang tahun...
Sang istri kembali hamil untuk ketiga kalinya. Kembali, mereka melakukan penjagaan yang ketat. Namun, dengan cara yang berbeda. Kali ini, mereka menggunakan penjagaan spiritual, dengan kata lain, mereka lebih menyerahkan keselamatan mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Beruntung, kali ini usia kandungan sang istri bisa bertahan hingga menjelang tanggal lahir si bayi. Hingga tak terasa, sang istri sudah mulai merasakan kontraksi. Setelah diperiksa, dalam waktu seminggu, sang istri akan melahirkan.
Beberapa hari sebelum kelahiran anaknya, sang suami terpaksa harus bekerja shift malam. Ia sudah berusaha untuk bernegosiasi dengan atasannya, namun...yang namanya atasan tidak pernah mau mengerti kondisi anak buahnya. Selama Ia bekerja, Ia selalu was-was mengenai keadaan sang istri. Meskipun Ia sudah meminta tolong kepada keluarganya, namun tetap saja Ia tidak merasa tenang.
Sampai suatu waktu di sore hari...
"Ari Kamu masih masuk shift malem?",
"Iya Mang, udah nego si Bos, tapi keukeuh si Bos gak mau tahu. Temen juga udah nawarin diri buat tuker shift, eh...pada ditolak sama si Bos.",
"Hadehh...aya-aya waé si éta mah. Masa harus Mamang yang turun tangan?",
"Aduh...gak usah Mang. Kan Mamang sama Bibi bisa bantu jagain si Neng?",
"Ya atuh da kasian si Neng, kalo suatu saat brojol pas Kamu kerja gimana? Emang...Mamang sama Bibi Kamu bisa aja nemenin, tapi kan...namanya istri melahirkan...ya udah seharusnya ditemenin sama suaminya atuh?", si Paman langsung menelpon atasan si suami.
Paman mulai keluar rumah sambil berbicara lewat telepon. Terdengar si Paman sedang beradu argumen dengan atasan si suami via telepon. Sementara itu, si suami merasa harap-harap cemas dengan hasil perdebatan Paman dengan Atasannya. Hasilnya adalah,
"Dasar pikasebeleun jelema téh! Dibéjaan teu ngarti-ngarti!", umpat Paman sambil masuk ke dalam rumah,
"Gimana Mang?", tanya si suami. Paman hanya bisa pasrah dengan keadaan dan berkata,
"Wayahna cenah, Kamu tetep masuk shift malem.", si suami tertunduk lesu. Mau tidak mau, Ia harus menurut.
Tengah malam pun tiba, sang suami pun pergi bekerja. Selama bekerja, Ia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, namun...rasanya sangat sulit. Bawaannya pengen pulang melulu. Teman kerja sang suami yang memahami perasaan temannya meminta sang suami untuk pulang pada saat jam istirahat. Mereka pun sudah menyiapkan perizinan untuknya. Merasa terbantu, sang suami berhutang budi kepada teman-temannya. Ia mengikuti saran teman-temannya dan pulang ketika jam istirahat. Ia sempat mengecek ponselnya, rupanya Paman sang suami sudah beberapa kali menelponnya. Sang suami bergegas memacu motornya dan segera pulang ke rumah...
Tapi...ketika Ia sampai di rumah...Ia melihat pemandangan yang sama seperti waktu itu. Sebuah visualisasi nyata dari mimpi buruk...
"Hihihi...lama gak ketemu ya...Indra?"
"Eh, ada apa Mang?",
"Hayu, udah siap belum?",
"Oh iya Mang, hayu atuh!",
Hari ini, di suatu Jumat malam, Indra dan Pamannya sedang dalam perjalanan menuju kampung halamannya. Mereka pulang dengan menaiki sepeda motor milik sang Paman. Tidak seperti perjalanan biasanya, Indra lebih banyak diam. Biasanya Ia dan Pamannya saling mengobrol atau saling melempar lelucon.
"Ndra? Ndra!", Paman memanggil Indra yang terlihat sedang melamun dari kaca spion,
"Ngg...apa Mang?"
"Kamu kenapa? Daritadi Mamang perhatiin ngelamun aja? Kangen si Dewi ya?", biasanya Indra langsung tersipu malu, namun kini, ekspresinya datar,
"Nggak, Mang.", Paman bilang,
"Hmm? Kayanya lagi berantem nih? Hehe...", Indra tak menggubris candaan Pamannya. Kembali, Paman memperhatikan raut muka keponakan kesayangannya, "Kamu ngantuk, Ndra? Daritadi diem wae?", Indra menjawab dengan lemas,
"Nggak, Mang.",
"Laper nggak?", Indra menggeleng, "Terus kenapa atuh?", Paman mulai cemas. Dia merasa ada sesuatu yang salah dengan Indra. Indra tidak menjawab pertanyaan Pamannya. Paman langsung berbelok ke arah pom bensin. Ia dan Indra beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Paman masuk ke minimarket untuk membeli cemilan dan minuman, sementara Indra duduk termenung di kursi penumpang. Masih tidak diketahui mengapa Ia seperti itu. Setelah selesai belanja, Paman menawarkan minuman kepada Indra. Tawaran pun diterima dan mereka berdua menikmati cemilannya.
Perjalanan pun berlanjut dan hari semakin larut. Paman menancap gas sekencang-kencangnya agar sampai lebih cepat ke rumah. Sekitar 2 jam kemudian, sampailah mereka di Karawang. Sesampainya mereka di rumah...
"Ada apa nih, Ndra? Tumben jam segini masih rame?", Indra mengabaikan pertanyaan Paman dan langsung turun dari motor.
Terlihat warga tengah berkerumun di dekat rumah Paman dan Bibinya Indra. Selain warga yang berkerumun, rupanya ada beberapa Polisi disana. Sepertinya, Polisi sedang melakukan olah TKP di sebuah rumah yang ada di sebelah rumah Paman dan Bibinya Indra. Saat Indra menghampiri kerumunan...
Perasaan Indra seakan hancur berkeping-keping. Ia disambut oleh tangisan Bibi dan Ibunya. Ia juga melihat 2 tubuh manusia yang sudah tak bernyawa tergeletak di ruang tengah rumah itu. Ternyata...itu adalah orang tuanya Dewi. Ya, seseorang telah menghabisi nyawa 2 orang tua tak berdosa itu. Indra segera mencari kebenaran mengenai kejadian itu.
"Pak, punten, ada...apa ya ini?", tanya Indra agak tersentak.
"Oh...ini, Kami dapet laporan penemuan mayat. Katanya, penghuni rumah udah seminggu terakhir gak keluar rumah...", Indra mulai syok. Ia bertanya kepada Polisi,
"Mana Dewi?", Polisi kebingungan dengan pertanyaan Indra,
"Dewi? Maksud Bapak?",
"Dewi dimana Pak? Dia...anak perempuan dari korban, Pak,"
"Oh...jadi korban ini orang tua dari...",
"Dewi, Pak. Namanya Dewi Citrawati...",
"Bapak kenal dengan saudari Dewi?", Indra mengangguk. Karena syok, tubuhnya gemetaran. Ia dibawa keluar oleh salah seorang Polisi untuk ditenangkan, sekaligus dimintai keterangan...
Purwakarta...satu tahun kemudian...
"Aa'? Aa'? Aa..aaa...bangun...",
"Ngghh...uhhh...ya Neng, ini Aa' bangun.", nampak sepasang suami istri yang baru saja menikah sebulan yang lalu.
Di pagi hari, seperti biasanya sang suami bersiap-siap untuk berangkat kerja, sementara sang istri sudah melakukan tugasnya, membereskan rumah dan menyiapkan sarapan. Pasutri itu menyantap sarapan mereka. Setelah itu...
TIN! TIN!
"Itu Mamang, Aa' pergi dulunya Geulis?", sang istri mencium tangan suaminya dan sang suami mencium kening istrinya,
"Ya, hati-hati ya?", sang suami pun pergi bekerja. Ia diantar bersama dengan Pamannya.
Sang istri pun sendiri di rumah. Meski kesepian, Ia coba untuk mengusirnya dengan melakukan aktivitas Ibu Rumah Tangga, beres-beres rumah, cuci baju dan piring, belanja, sampai memasak. Hingga tak terasa waktu sudah sore. Sang suami pulang dari tempat kerja. Pasangan itu menghabiskan quality time mereka hingga malam menjelang. Itu pun terjadi hingga berbulan-bulan kemudian.
Singkat cerita, sang istri pun hamil. Kini kebahagiaan menyelimuti pasangan itu. Sang suami semakin giat bekerja untuk menutupi biaya persalinan istrinya. Hari-hari pun berlalu, pasangan itu semakin tidak sabar menanti kehadiran buah hati mereka...
Nahas...di usia kandungannya yang sudah mencapai bulan ke-6, harapan pasangan tersebut untuk mendapatkan keturunan harus pupus. Sang istri mengalami pendarahan pada kandungannya dan membuatnya keguguran. Selama 6 bulan setelahnya, kesedihan masih menyelimuti pasangan tersebut. Setelah mencoba untuk bangkit dari keterpurukan dan kesedihannya, pasangan itu mulai move on dan kembali mencoba untuk mendapatkan keturunannya.
Tak lama, sang istri hamil lagi. Berbeda dengan kehamilan sebelumnya, kini mereka lebih ekstra hati-hati dalam menjaga si jabang bayi. Pasangan itu mulai meminta bantuan kepada keluarganya masing-masing untuk berjaga-jaga supaya kandungan sang istri tetap terjaga.
Apesnya, sang istri harus keguguran lagi. Rupanya, upaya mereka belum membuahkan hasil. Pasangan itu harus merelakan kepergian 2 anaknya. Semenjak itu, sang istri mulai mengalami perubahan pada dirinya. Perlahan kondisi psikologisnya mulai terganggu. Baik sang suami hingga keluarganya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghiburnya, tapi sepertinya, dampaknya tidak begitu signifikan.
Puncaknya, sang istri mulai berhalusinasi. Terkadang Ia berpura-pura menimang bayi, berpura-pura ngobrol dengan "anaknya" yang sudah besar...
Dan yang paling parahnya, Ia sering merasa ketakutan di malam hari. Ia mengaku sering melihat sosok wanita yang mengganggunya di malam hari. Katanya, sosok itulah yang sering mendatanginya lewat mimpi, sehari sebelum Ia keguguran. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari mengunjungi psikiater sampai di ruqyah. Beruntung hanya cara spiritual saja yang paling ampuh.
Sang istri kembali seperti semula. Ia sudah bisa bangkit dari keterpurukannya. Dan sebagai hadiah atas kesembuhannya, sang suami memberikannya sebuah hadiah yang paling istimewa daripada kado ulang tahun...
Sang istri kembali hamil untuk ketiga kalinya. Kembali, mereka melakukan penjagaan yang ketat. Namun, dengan cara yang berbeda. Kali ini, mereka menggunakan penjagaan spiritual, dengan kata lain, mereka lebih menyerahkan keselamatan mereka kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Beruntung, kali ini usia kandungan sang istri bisa bertahan hingga menjelang tanggal lahir si bayi. Hingga tak terasa, sang istri sudah mulai merasakan kontraksi. Setelah diperiksa, dalam waktu seminggu, sang istri akan melahirkan.
Beberapa hari sebelum kelahiran anaknya, sang suami terpaksa harus bekerja shift malam. Ia sudah berusaha untuk bernegosiasi dengan atasannya, namun...yang namanya atasan tidak pernah mau mengerti kondisi anak buahnya. Selama Ia bekerja, Ia selalu was-was mengenai keadaan sang istri. Meskipun Ia sudah meminta tolong kepada keluarganya, namun tetap saja Ia tidak merasa tenang.
Sampai suatu waktu di sore hari...
"Ari Kamu masih masuk shift malem?",
"Iya Mang, udah nego si Bos, tapi keukeuh si Bos gak mau tahu. Temen juga udah nawarin diri buat tuker shift, eh...pada ditolak sama si Bos.",
"Hadehh...aya-aya waé si éta mah. Masa harus Mamang yang turun tangan?",
"Aduh...gak usah Mang. Kan Mamang sama Bibi bisa bantu jagain si Neng?",
"Ya atuh da kasian si Neng, kalo suatu saat brojol pas Kamu kerja gimana? Emang...Mamang sama Bibi Kamu bisa aja nemenin, tapi kan...namanya istri melahirkan...ya udah seharusnya ditemenin sama suaminya atuh?", si Paman langsung menelpon atasan si suami.
Paman mulai keluar rumah sambil berbicara lewat telepon. Terdengar si Paman sedang beradu argumen dengan atasan si suami via telepon. Sementara itu, si suami merasa harap-harap cemas dengan hasil perdebatan Paman dengan Atasannya. Hasilnya adalah,
"Dasar pikasebeleun jelema téh! Dibéjaan teu ngarti-ngarti!", umpat Paman sambil masuk ke dalam rumah,
"Gimana Mang?", tanya si suami. Paman hanya bisa pasrah dengan keadaan dan berkata,
"Wayahna cenah, Kamu tetep masuk shift malem.", si suami tertunduk lesu. Mau tidak mau, Ia harus menurut.
Tengah malam pun tiba, sang suami pun pergi bekerja. Selama bekerja, Ia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, namun...rasanya sangat sulit. Bawaannya pengen pulang melulu. Teman kerja sang suami yang memahami perasaan temannya meminta sang suami untuk pulang pada saat jam istirahat. Mereka pun sudah menyiapkan perizinan untuknya. Merasa terbantu, sang suami berhutang budi kepada teman-temannya. Ia mengikuti saran teman-temannya dan pulang ketika jam istirahat. Ia sempat mengecek ponselnya, rupanya Paman sang suami sudah beberapa kali menelponnya. Sang suami bergegas memacu motornya dan segera pulang ke rumah...
Tapi...ketika Ia sampai di rumah...Ia melihat pemandangan yang sama seperti waktu itu. Sebuah visualisasi nyata dari mimpi buruk...
"Hihihi...lama gak ketemu ya...Indra?"
Spoiler for Indra's Point of View:
Aku sudah mengorbankan waktu istirahat kerjaku...
Aku buru-buru pulang setelah Paman berkali-kali missed call...
Kupikir...Aku akan mendapat kabar baik mengenai kelahiran anakku...
Tapi...yang kutemukan adalah...2 hal yang berseberangan...
Akhirnya...Aku kembali bertemu dengannya yang sudah hampir 3 Tahun tak bertemu...
Sayangnya...Aku harus kembali melihat mimpi buruk itu lagi...mimpi buruk yang sama seperti saat Aku harus kehilangan calon mertuaku...
"Hihihi...lama gak ketemu ya...Indra?", ucapnya sambil tersenyum jahat. Kulihat tubuhnya yang berlumuran darah sambil menimang anakku yang masih berlumuran darah pula. Ia berdiri di tengah-tengah jasad Paman dan Bibiku.
"D-D-D-Dewi?...K-K-Kamu...",
"Hihi...sorry ya...Aku harus ambil anak ini...seharusnya...ini kan...", Dia mulai mendekap anakku. Sontak si kecil langsung mengeluarkan tangisan pertamanya. Dia berkata, "...Seharusnya...ini kan...anak kita...bukannya anak Kamu...sama Wulan...hehehehehe....HAHAHAHAHA!!!",
"Kenapa...kenapa Dew, kenapa?....KENAPA KAMU KAYAK GINI?! Kamu datang setelah 3 tahun ngilang dengan cara begini...KEMANA AJA KAMU SELAMA INI?!", Aku tak kuasa menahan emosi sekaligus tangis ku. Bukannya mikir, Dia malah lempeng aja mukanya, seakan gak ada dosa.
"Hmm? Kenapa gitu? Harus banget Aku kasih tau ke Kamu? Kamu aja...sejak ketemu lagi sama si Wulan...gak pernah tuh ngabarin Aku,",
"BOHONG! Justru...Kamu ngilang gak ada kabar sebulan sebelum orang tua Kamu meninggal...emangnya...Kamu lupa soal itu, Hah?!", Dia hanya terkekeh geli.
"Gitu ya? Kalo Aku sih...udah gak nganggep Kamu lagi...yang waktu itu...cuma formalitas aja...biar kita keliatan kaya orang pacaran...", Aku terkejut,
"M-Maksud Kamu?",
"...Iya...Aku anggap Kita udah putus sejak saat itu,", Aku tak percaya dengan apa yang Aku dengar, "Aku udah tau kok, Kamu tukeran nomor sama si Wulan, ujung-ujungnya Kamu bakalan deket sama Dia. Aku yakin, Dia juga bakalan fitnah Aku kalo Aku pernah punya hubungan sama Bapak-bapak Pejabat, tapi ya...emang bener sih...", rupanya selama ini Wulan benar, "Lagian...kalo Aku pikir-pikir lagi...lebih baik kalo Aku berhubungan sama Pejabat ketimbang sama Kamu. Dapet duit banyak...mau apa-apa tinggal dibeliin...terus...bisa tidur bareng tiap malem...hihihi...",
"Kamu siapa?...Kamu siapa, hah? Dewi yang Aku kenal...gak mungkin kaya gitu...",
"Aku siapa? Aku siapa?", entah mengapa Aku merasakan aura jahat di depanku. Dan saat kulihat Dia, ternyata, "AKU...NYI KARSIH...HAHAHAHAHA!!!", suaranya mulai berubah.
Rupanya, selama ini ada sosok yang merasuki perempuan itu. Selain suara, wujudnya pun mulai berubah. Kulitnya mulai pucat, rambutnya yang halus mulai acak-acakan, jari-jari dan kukunya mulai memanjang. Dia memakai pakaian penari Jaipong. Dan satu lagi, Dia memakai kain selendang yang pernah Aku hadiahkan kepada Dewi sebelum kerja keluar kota.
"SERAHKAN BAYI INI! KALAU TIDAK...", Iblis itu menggaruk-garuk kuku tajamnya ke pipi anakku. Sampai saat ini, anakku masih belum berhenti menangis sejak didekap oleh Iblis itu, "...KAMU AKAN MERASAKAN AKIBATNYA!!! HAHAHAHA!!!", Aku coba untuk mendekati Iblis itu, dengan maksud untuk menyelamatkan anakku. Tapi, setiap kali Aku mendekat, Iblis itu terus berusaha untuk merenggut nyawa anakku. Ia mulai mengarahkan telunjuknya ke dada anakku dan mencoba untuk menusuknya perlahan-lahan. Aku bingung mau bagaimana lagi, semakin Aku dekati, Aku bisa lihat ada titik darah di dada anakku, bekas tusukan kuku si Iblis.
"Dewi...Aku tau Kamu di dalam sana...Aku yakin...Kamu bisa ngelawan Iblis jahat dari dalam diri Kamu...Untuk sekarang...Aku gak bisa berbuat banyak...Aku cuma mau bilang...Aku minta maaf buat semuanya...Kalau aja...Aku punya mesin waktu...Mendingan...Aku gak ninggalin Kamu keluar kota...biar Aku...", Aku kerahkan semua emosi yang ada dalam diriku sambil memohon agar Dewi bisa terbebas dari genggaman Iblis itu, "...BIAR AKU BISA TERUS SAMA KAMU SELAMANYA!!!"
Aku buru-buru pulang setelah Paman berkali-kali missed call...
Kupikir...Aku akan mendapat kabar baik mengenai kelahiran anakku...
Tapi...yang kutemukan adalah...2 hal yang berseberangan...
Akhirnya...Aku kembali bertemu dengannya yang sudah hampir 3 Tahun tak bertemu...
Sayangnya...Aku harus kembali melihat mimpi buruk itu lagi...mimpi buruk yang sama seperti saat Aku harus kehilangan calon mertuaku...
"Hihihi...lama gak ketemu ya...Indra?", ucapnya sambil tersenyum jahat. Kulihat tubuhnya yang berlumuran darah sambil menimang anakku yang masih berlumuran darah pula. Ia berdiri di tengah-tengah jasad Paman dan Bibiku.
"D-D-D-Dewi?...K-K-Kamu...",
"Hihi...sorry ya...Aku harus ambil anak ini...seharusnya...ini kan...", Dia mulai mendekap anakku. Sontak si kecil langsung mengeluarkan tangisan pertamanya. Dia berkata, "...Seharusnya...ini kan...anak kita...bukannya anak Kamu...sama Wulan...hehehehehe....HAHAHAHAHA!!!",
"Kenapa...kenapa Dew, kenapa?....KENAPA KAMU KAYAK GINI?! Kamu datang setelah 3 tahun ngilang dengan cara begini...KEMANA AJA KAMU SELAMA INI?!", Aku tak kuasa menahan emosi sekaligus tangis ku. Bukannya mikir, Dia malah lempeng aja mukanya, seakan gak ada dosa.
"Hmm? Kenapa gitu? Harus banget Aku kasih tau ke Kamu? Kamu aja...sejak ketemu lagi sama si Wulan...gak pernah tuh ngabarin Aku,",
"BOHONG! Justru...Kamu ngilang gak ada kabar sebulan sebelum orang tua Kamu meninggal...emangnya...Kamu lupa soal itu, Hah?!", Dia hanya terkekeh geli.
"Gitu ya? Kalo Aku sih...udah gak nganggep Kamu lagi...yang waktu itu...cuma formalitas aja...biar kita keliatan kaya orang pacaran...", Aku terkejut,
"M-Maksud Kamu?",
"...Iya...Aku anggap Kita udah putus sejak saat itu,", Aku tak percaya dengan apa yang Aku dengar, "Aku udah tau kok, Kamu tukeran nomor sama si Wulan, ujung-ujungnya Kamu bakalan deket sama Dia. Aku yakin, Dia juga bakalan fitnah Aku kalo Aku pernah punya hubungan sama Bapak-bapak Pejabat, tapi ya...emang bener sih...", rupanya selama ini Wulan benar, "Lagian...kalo Aku pikir-pikir lagi...lebih baik kalo Aku berhubungan sama Pejabat ketimbang sama Kamu. Dapet duit banyak...mau apa-apa tinggal dibeliin...terus...bisa tidur bareng tiap malem...hihihi...",
"Kamu siapa?...Kamu siapa, hah? Dewi yang Aku kenal...gak mungkin kaya gitu...",
"Aku siapa? Aku siapa?", entah mengapa Aku merasakan aura jahat di depanku. Dan saat kulihat Dia, ternyata, "AKU...NYI KARSIH...HAHAHAHAHA!!!", suaranya mulai berubah.
Rupanya, selama ini ada sosok yang merasuki perempuan itu. Selain suara, wujudnya pun mulai berubah. Kulitnya mulai pucat, rambutnya yang halus mulai acak-acakan, jari-jari dan kukunya mulai memanjang. Dia memakai pakaian penari Jaipong. Dan satu lagi, Dia memakai kain selendang yang pernah Aku hadiahkan kepada Dewi sebelum kerja keluar kota.
"SERAHKAN BAYI INI! KALAU TIDAK...", Iblis itu menggaruk-garuk kuku tajamnya ke pipi anakku. Sampai saat ini, anakku masih belum berhenti menangis sejak didekap oleh Iblis itu, "...KAMU AKAN MERASAKAN AKIBATNYA!!! HAHAHAHA!!!", Aku coba untuk mendekati Iblis itu, dengan maksud untuk menyelamatkan anakku. Tapi, setiap kali Aku mendekat, Iblis itu terus berusaha untuk merenggut nyawa anakku. Ia mulai mengarahkan telunjuknya ke dada anakku dan mencoba untuk menusuknya perlahan-lahan. Aku bingung mau bagaimana lagi, semakin Aku dekati, Aku bisa lihat ada titik darah di dada anakku, bekas tusukan kuku si Iblis.
"Dewi...Aku tau Kamu di dalam sana...Aku yakin...Kamu bisa ngelawan Iblis jahat dari dalam diri Kamu...Untuk sekarang...Aku gak bisa berbuat banyak...Aku cuma mau bilang...Aku minta maaf buat semuanya...Kalau aja...Aku punya mesin waktu...Mendingan...Aku gak ninggalin Kamu keluar kota...biar Aku...", Aku kerahkan semua emosi yang ada dalam diriku sambil memohon agar Dewi bisa terbebas dari genggaman Iblis itu, "...BIAR AKU BISA TERUS SAMA KAMU SELAMANYA!!!"
Spoiler for 3rd Person Point of View:
Si Iblis mulai luluh. Setetes air mata mulai keluar dari matanya. Ia dan Indra mulai mencoba untuk saling menyentuh tangan masing-masing. Saat Indra sudah semakin dekat dengan si Iblis...
JLEBB!!!
Seseorang menusuk si Iblis dari belakang. Sebilah pisau dapur menembus punggungnya. Karena kaget, anaknya Indra terlepas dari gendongannya. Tepat sebelum sang anak terjatuh, Indra dengan refleks menangkap anaknya. Kemudian, si Iblis kembali ke wujud asalnya, yaitu Dewi. Dewi langsung terkapar di lantai. Indra melihat siapa yang sudah menusuknya. Dan ternyata istrinya sendiri, yaitu Wulan. Wulan nampaknya masih lemas pasca melahirkan. Terlihat dari banyaknya darah yang masih keluar diantara kedua kakinya. Tak lama, Wulan pun jatuh tergeletak di lantai.
"Neng! Neng gak apa-apa? Neng...Neng jawab Aa'!", Indra meletakkan kepala Wulan di pangkuannya. Ia juga menggenggam erat tangan Wulan. Perlahan, Wulan semakin lemah, tatapannya pun semakin sayu dan darah di kedua kakinya masih belum berhenti mengucur. Sepertinya, Wulan akan kehabisan darah, "Neng, kita ke Rumah Sakit sekarang ya? Hayu...", saat Indra akan mengangkat tubuhnya Wulan, Ia menolaknya.
"Enggak usah, A...kayanya...udah cukup buat Neng...",
"Gak...gak bisa! Neng gak boleh pergi ninggalin Aa' sama Dede dulu...", Wulan menggelengkan kepalanya. Ia melirik ke arah si kecil yang kini sudah mulai tenang.
"Aa'...kayanya...ini udah jadi balesan buat Neng...Neng minta maaf, gara-gara Neng...Mamang...sama Bibi...jadi korb-", Wulan mulai batuk-batuk.
"Neng harus ke Rumah Sakit! Aa' gak mau ta-", Wulan menyentuh pipi Indra, kemudian mengusapnya.
"Gak usah A...semua ini...salah Neng..."
To be continued...
JLEBB!!!
Seseorang menusuk si Iblis dari belakang. Sebilah pisau dapur menembus punggungnya. Karena kaget, anaknya Indra terlepas dari gendongannya. Tepat sebelum sang anak terjatuh, Indra dengan refleks menangkap anaknya. Kemudian, si Iblis kembali ke wujud asalnya, yaitu Dewi. Dewi langsung terkapar di lantai. Indra melihat siapa yang sudah menusuknya. Dan ternyata istrinya sendiri, yaitu Wulan. Wulan nampaknya masih lemas pasca melahirkan. Terlihat dari banyaknya darah yang masih keluar diantara kedua kakinya. Tak lama, Wulan pun jatuh tergeletak di lantai.
"Neng! Neng gak apa-apa? Neng...Neng jawab Aa'!", Indra meletakkan kepala Wulan di pangkuannya. Ia juga menggenggam erat tangan Wulan. Perlahan, Wulan semakin lemah, tatapannya pun semakin sayu dan darah di kedua kakinya masih belum berhenti mengucur. Sepertinya, Wulan akan kehabisan darah, "Neng, kita ke Rumah Sakit sekarang ya? Hayu...", saat Indra akan mengangkat tubuhnya Wulan, Ia menolaknya.
"Enggak usah, A...kayanya...udah cukup buat Neng...",
"Gak...gak bisa! Neng gak boleh pergi ninggalin Aa' sama Dede dulu...", Wulan menggelengkan kepalanya. Ia melirik ke arah si kecil yang kini sudah mulai tenang.
"Aa'...kayanya...ini udah jadi balesan buat Neng...Neng minta maaf, gara-gara Neng...Mamang...sama Bibi...jadi korb-", Wulan mulai batuk-batuk.
"Neng harus ke Rumah Sakit! Aa' gak mau ta-", Wulan menyentuh pipi Indra, kemudian mengusapnya.
"Gak usah A...semua ini...salah Neng..."
To be continued...
The truth will be revealed soon...
0
315
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan