- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Klaster Besar Perkantoran Corona, Buah Pahit Salah Prioritas


TS
Joko.Lee
Klaster Besar Perkantoran Corona, Buah Pahit Salah Prioritas
Quote:

Klaster perkantoran penyebaran covid-19 di DKI Jakarta, baik kantor pemerintah dan swasta jadi sorotan. Klaster perkantoran di DKI saat ini jadi penyumbang terbanyak kasus covid-19.
Data per 18 September 2020 kantor kementerian menyumbang 1.223 kasus covid-19. Disusul kantor swasta 639, badan/lembaga negara 625, pemda DKI 601 kasus dan pasar 324 kasus.
Tingginya angka covid dari klaster perkantoran menjadi salah satu pertimbangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II di wilayah ibu kota.
Perkantoran yang semula dilarang beroperasi (kecuali 11 sektor) pada PSBB awal di bulan April, diperbolehkan beroperasi pada PSBB Transisi yang dimulai Juni lalu.
Di masa PSBB Transisi tersebut, sejumlah kegiatan ekonomi diperbolehkan beroperasi dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan pemberlakuan PSBB transisi menunjukan bahwa pemerintah lebih fokus pada pemulihan ekonomi ketimbang penanganan kesehatan. Lonjakan kasus yang terjadi saat ini ibarat buah pahit dari kesalahan memilih prioritas.
"Sejak jadi (PSBB) transisi itu ke ekonomi," kata Agus kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
Kebijakan lebih menitikberatkan ekonomi ini menurutnya pantas dipertanyakan. Agus mengatakan mestinya dalam mengeluarkan kebijakan mesti ada bukti berbasis keilmuan. Misalnya soal PSBB transisi tersebut pernah ada bukti yang menunjukkan keberhasilan.

Data per 18 September 2020 kantor kementerian menyumbang 1.223 kasus covid-19. Disusul kantor swasta 639, badan/lembaga negara 625, pemda DKI 601 kasus dan pasar 324 kasus.
Tingginya angka covid dari klaster perkantoran menjadi salah satu pertimbangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid II di wilayah ibu kota.
Perkantoran yang semula dilarang beroperasi (kecuali 11 sektor) pada PSBB awal di bulan April, diperbolehkan beroperasi pada PSBB Transisi yang dimulai Juni lalu.
Di masa PSBB Transisi tersebut, sejumlah kegiatan ekonomi diperbolehkan beroperasi dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan pemberlakuan PSBB transisi menunjukan bahwa pemerintah lebih fokus pada pemulihan ekonomi ketimbang penanganan kesehatan. Lonjakan kasus yang terjadi saat ini ibarat buah pahit dari kesalahan memilih prioritas.
"Sejak jadi (PSBB) transisi itu ke ekonomi," kata Agus kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).
Kebijakan lebih menitikberatkan ekonomi ini menurutnya pantas dipertanyakan. Agus mengatakan mestinya dalam mengeluarkan kebijakan mesti ada bukti berbasis keilmuan. Misalnya soal PSBB transisi tersebut pernah ada bukti yang menunjukkan keberhasilan.

"Nah tidak ada bukti itu, lalu juga tidak pakai asalkan, semua tidak dikerjakan ya enggak heran (terjadi klaster)," tuturnya.
Selain itu menurutnya tak ada pengawasan yang jelas dari pemerintah untuk mencegah munculnya klaster perkantoran dalam PSBB Transisi.
Agus juga menilai bahwa masyarakat juga kurang disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
"Peraturan itu tidak ada yang diterapkan dengan baik meskipun aturannya sendiri kurang baik, tapi tidak diterapkan jadi ya seperti itu," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menuturkan untuk melihat apakah pemerintah fokus pada ekonomi atau kesehatan, dalam dilihat dari visi pengendalian Covid-19.
Salah satunya, kata Dicky, adalah dengan cara melakukan tes masal, khususnya kepada para pekerja.
Hal itu, menurut Dicky, untuk membuktikan bahwa pemerintah tak hanya fokus pada pemulihan ekonomi, tapi juga kesehatan.
"Ini yang belum dilakukan ini yang masih belum terlihat kebijakan ini arahnya (ke mana), ini yang harus didorong," ujarnya.

Selain itu menurutnya tak ada pengawasan yang jelas dari pemerintah untuk mencegah munculnya klaster perkantoran dalam PSBB Transisi.
Agus juga menilai bahwa masyarakat juga kurang disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
"Peraturan itu tidak ada yang diterapkan dengan baik meskipun aturannya sendiri kurang baik, tapi tidak diterapkan jadi ya seperti itu," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menuturkan untuk melihat apakah pemerintah fokus pada ekonomi atau kesehatan, dalam dilihat dari visi pengendalian Covid-19.
Salah satunya, kata Dicky, adalah dengan cara melakukan tes masal, khususnya kepada para pekerja.
Hal itu, menurut Dicky, untuk membuktikan bahwa pemerintah tak hanya fokus pada pemulihan ekonomi, tapi juga kesehatan.
"Ini yang belum dilakukan ini yang masih belum terlihat kebijakan ini arahnya (ke mana), ini yang harus didorong," ujarnya.

Dicky menuturkan jika memang pemerintah memiliki keterbatasan dalam melakukan tes masal. Pemerintah, lanjutnya, bisa membuat regulasi yang mewajibkan perusahaan melakukan tes untuk karyawannya.
"Kalau mau supaya ekonominya pulih, pastikan juga orang yang kerja ini juga sehat, itu supaya ekonominya juga terbantu tapi pegawainya enggak sakit," ucap Dicky.
Lebih lanjut, Dicky menyebut pemerintah harus memikirikan stategi yang tepat sehingga penanganan kesehatan masyarakat dan pemulihan ekonomi dapat berjalan bersama.
"Strategi yang dipilihnya belum menunjukan bahwa pemulihan kesehatan dilakukan," kata Dicky.
Jurus Salah Kaprah 25 Persen
Dicky juga menilai ada yang salah kaprah dengan kebijakan 25 persen pekerja yang diperbolehkan berkativitas. Menurutnya kebijakan tersebut tak bisa berjalan efektif jika perusahaan tidak melakukan screening kesehatan kepada para pegawainya yang dibolehkan bekerja langsung dari kantor.
"Yang ada salah kaprah di sini adalah, mereka menganggap protokol kesehatan itu umumnya di perkantoran cuci tangan, menggunakan masker, jaga jarak saja," kata Dicky.
Ia mengatakan protokol kesehatan ketat saat bekerja di kantor adalah langkah lanjutan. Langkah pertama itu pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang diperbolehkan ke kantor.
Lebih lanjut, Dicky menyebut pemerintah harus memikirikan stategi yang tepat sehingga penanganan kesehatan masyarakat dan pemulihan ekonomi dapat berjalan bersama.
"Strategi yang dipilihnya belum menunjukan bahwa pemulihan kesehatan dilakukan," kata Dicky.
Jurus Salah Kaprah 25 Persen
Dicky juga menilai ada yang salah kaprah dengan kebijakan 25 persen pekerja yang diperbolehkan berkativitas. Menurutnya kebijakan tersebut tak bisa berjalan efektif jika perusahaan tidak melakukan screening kesehatan kepada para pegawainya yang dibolehkan bekerja langsung dari kantor.
"Yang ada salah kaprah di sini adalah, mereka menganggap protokol kesehatan itu umumnya di perkantoran cuci tangan, menggunakan masker, jaga jarak saja," kata Dicky.
Ia mengatakan protokol kesehatan ketat saat bekerja di kantor adalah langkah lanjutan. Langkah pertama itu pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang diperbolehkan ke kantor.
"Kalau mau supaya ekonominya pulih, pastikan juga orang yang kerja ini juga sehat, itu supaya ekonominya juga terbantu tapi pegawainya enggak sakit," ucap Dicky.
Lebih lanjut, Dicky menyebut pemerintah harus memikirikan stategi yang tepat sehingga penanganan kesehatan masyarakat dan pemulihan ekonomi dapat berjalan bersama.
"Strategi yang dipilihnya belum menunjukan bahwa pemulihan kesehatan dilakukan," kata Dicky.
Jurus Salah Kaprah 25 Persen
Dicky juga menilai ada yang salah kaprah dengan kebijakan 25 persen pekerja yang diperbolehkan berkativitas. Menurutnya kebijakan tersebut tak bisa berjalan efektif jika perusahaan tidak melakukan screening kesehatan kepada para pegawainya yang dibolehkan bekerja langsung dari kantor.
"Yang ada salah kaprah di sini adalah, mereka menganggap protokol kesehatan itu umumnya di perkantoran cuci tangan, menggunakan masker, jaga jarak saja," kata Dicky.
Ia mengatakan protokol kesehatan ketat saat bekerja di kantor adalah langkah lanjutan. Langkah pertama itu pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang diperbolehkan ke kantor.
Lebih lanjut, Dicky menyebut pemerintah harus memikirikan stategi yang tepat sehingga penanganan kesehatan masyarakat dan pemulihan ekonomi dapat berjalan bersama.
"Strategi yang dipilihnya belum menunjukan bahwa pemulihan kesehatan dilakukan," kata Dicky.
Jurus Salah Kaprah 25 Persen
Dicky juga menilai ada yang salah kaprah dengan kebijakan 25 persen pekerja yang diperbolehkan berkativitas. Menurutnya kebijakan tersebut tak bisa berjalan efektif jika perusahaan tidak melakukan screening kesehatan kepada para pegawainya yang dibolehkan bekerja langsung dari kantor.
"Yang ada salah kaprah di sini adalah, mereka menganggap protokol kesehatan itu umumnya di perkantoran cuci tangan, menggunakan masker, jaga jarak saja," kata Dicky.
Ia mengatakan protokol kesehatan ketat saat bekerja di kantor adalah langkah lanjutan. Langkah pertama itu pemeriksaan kesehatan bagi mereka yang diperbolehkan ke kantor.
SUMBER
COVID-19 MAKIN MENGERIKAN BRAY





nomorelies memberi reputasi
1
810
Kutip
17
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan