Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Ahok : Bubarkan Kementerian Erick Thohir
Spoiler for Ahok dan Menteri Erick:


Spoiler for Video:


Sudah bukan rahasia lagi, bahwa PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) selalu merugi. Kebanyakan orang mungkin merasa kerugian Pertamina sebagai hal yang wajar. Apalagi perusahaan yang dibesarkan pada era Orde Baru ini memang bertugas menyediakan kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia yang diiringi dengan fungsi Public Service Obligation (PSO) berupa penyaluran harga BBM/BBG di bawah harga pasar, termasuk program BBM satu harga.

Namun, bukankah seharusnya konsumsi BBM lewat fungsi PSO tidak menjadi alasan Pertamina merugi, khususnya ketika kerugian terjadi di era pandemi seperti saat ini.

Diketahui PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian sebesar 767,92 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,3 triliun pada semester I 2020. Pada 25 Agustus 2020, Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mengungkapkan penurunan lifting minyak merupakan penyumbang terbesar terhadap penurunan penjualan ekspor migas, hal ini lah yang menyebabkan Pertamina merugi.

Fahmy menambahkan, seharusnya pendapatan penjualan BBM dapat meningkat sebab Pertamina tidak menurunkan harga BBM meski harga minyak dunia terpuruk selama 2020.

Dalam kondisi yang merugi itu, keputusan Pertamina untuk akuisisi ladang minyak di luar negeri pada semester II 2020 akan membuat jurang kerugian makin dalam. Sebab investasi tersebut tidak dibiayai dari sumber internal laba ditahan, melainkan dari sumber eksternal berupa utang, yang akan semakin memperbesar biaya bunga sehingga memperberat kerugian.

Sumber : Detik[Menganalisa Rugi Pertamina Rp 11 Triliun]

Keputusan blunder Pertamina akuisisi ladang minyak di luar negeri dengan cara berutang menjadi salah satu poin yang ditekankan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut membongkar kebobrokan kondisi perusahaan BUMN yang tengah ia awasi.

Ahok menyebutkan Pertamina kini memiliki utang 16 miliar dollar AS. Tapi, direksinya memiliki kebiasaan untuk terus mencari pinjaman. Uang itu katanya untuk akuisisi ladang minyak di luar negeri, padahal masih ada 12 cekungan di dalam negeri yang berpotensi memiliki migas di dalamnya.

"Sekarang udah utang USD 16 miliar, tiap kali otaknya minjem duit terus nih. Minjem duit terus akuisisi lagi. Saya bilang, tidak berpikir untuk eksplorasi. Kita masih punya 12 cekungan yang berpotensi punya minyak dan gas. Lu ngapain di luar negeri? Ini jangan-jangan ada komisi lagi nih beli-beli minyak di luar?" tutur Ahok.

Selain itu, Ahok juga menyinggung tentang Dewan Direksi Pertamina melakukan lobi ke menteri untuk pergantian direksi, gaji yang tidak sesuai dengan jabatan, hingga proses proyek-proyek kilang Pertamina yang menggantung.

Ketika ditanyakan komentarnya tentang hal ini, Juru Bicara Kementerian BUMN Arya Sinulingga hanya menjawab singkat tentang tugas Komisaris dan enggan berkomentar menanggapi kritik yang dilontarkan Ahok.

Sumber : Kumparan [Ahok Bongkar Aib Pertamina, Sebut Direksi Lobi Menteri dan Hobi Utang]

Sehingga kita dapat simpulkan, bahwa faktanya Pertamina yang terbiasa hidup di zaman Orba, mengandalkan utang dari Bank BUMN dan utang luar negeri ketimbang meningkatkan produktivitas dan kinerja keuangan. Kebobrokan lain yang dilontarkan Ahok dan keengganan Kementerian BUMN dalam memberikan komentar pun dapat menjadi gambaran kondisi BUMN lainnya :  Profesionalisme di perusahaan-perusahaan BUMN adalah sesuatu yang langka.

Lantas mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa negeri ini mengalami krisis profesionalisme BUMN? Hal ini karena sedari dulu hingga kini perusahaan negara kerap dijadikan lahan penggalangan dana oleh partai politik alias Money Politics. Proyek-proyek besar di perusahaan negara, selalu menjadi incaran parpol.

Hal ini pernah diungkapkan Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu. Ia menyatakan bahwa terjunnya partai politik dalam proyek BUMN menggunakan banyak modus, mulai dari membantu meloloskan anggaran untuk proyek BUMN kemudian mendapatkan kickback fee, hingga ikut bermain langsung dengan membawa perusahaan mereka dalam mengambil proyek tertentu. Partai-partai besar, terutama partai penguasa, mengamankan proyek di BUMN dengan ‘menempatkan orang’.

Sebagai informasi, pernyataan ini disampaikan Said Didu pada tahun 2011 silam.

Sumber : Tempo [BUMN Biasa Jadi Sapi Perah Partai Politik]

Coba anda semua bayangkan, apa yang diutarakan Ahok telah dbeberkan Said Didu 9 tahun yang lalu. Ternyata kondisi masih tak berubah. BUMN-BUMN hampir semuanya jadi sapi perah Money Politics melalui modus proposal pengadaan yang diajukan politikus dan DPR melalui program CSR BUMN atau dana iklan BUMN, apalagi sebentar lagi Pilkada.

Oleh karena itu, sudah saatnya praktik ini berhenti jika ingin BUMN tak melulu menjadi sapi perah, meninggalkan nilai-nilai tradisional yang telah tertanam lama sejak zaman Orba, dan bertransformasi menjadi perusahaan-perusahan pelat merah yang profesional. Tapi bagaimana caranya? Sedangkan politisi selalu saja dapat memanfaatkan celah yang ada lewat kekuatan politik.

Sederhana, bubarkan saja Kementerian BUMN agar tidak ada satupun yang bisa mengontrol perusahaan pelat merah meski presiden sekalipun.

Hal ini diungkapkan Ahok lewat akun POIN di YouTube. Menurut Ahok, sebaiknya Kementerian BUMN diganti menjadi Super Holding seperti Temasek yang ada di Singapura. Jadi, namanya bukan lagi Kementerian BUMN yang membawahi ratusan perusahaan pelat merah, tetapi menjadi Indonesia Incorporation. "Harusnya Kementerian BUMN dibubarkan. Kita harus sudah ada semacam Indonesia Incorporation seperti Temasek," katanya.

Sumber : Detik [Ahok Bicara soal Superholding BUMN]

Dengan kata lain, Super Holding BUMN menggantikan Kementerian BUMN adalah cara mengoptimalkan kinerja dan profesionalitas BUMN dengan meniru model Temasek di Singapura dan Khazanah Nasonal Berhad di Malaysia.

Lantas bagaimana cara kerjanya? Kita dapat ambil contoh di Super holding Temasek. Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam super holding Temasek awalnya diatur oleh Pemerintah Singapura. Namun pada 25 Juni 1974, perusahaan-perusahaan negara tersebut bergabung membentuk Temasek dengan acuan Undang-Undang Perusahaan Singapura. Tujuan dari Temasek adalah memiliki dan mengatur investasi secara komersial, sehingga Kementerian Keuangan, Perdagangan, dan Industri Singapura dapat fokus dalam perannya membuat kebijakan.

Di sisi Temasek, mereka cukup diawasi Undang-Undang Perusahaan Singapura dan bukan bagian dari lembaga pemerintah maupun parlemen. Sehingga perusahaan dapat fokus dan profesional tanpa campur tangan pihak manapun.

Sebagai informasi, holding adalah perusahaan induk yang membawahi beberapa perusahaan lain yang berada dalam satu grup perusahaan. Sedangkan super holding adalah gabungan dari holding-holding perusahaan tersebut. Holding juga bisa diartikan sebagai perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham di perusahaan lain dan mengatur perusahaan lain itu.

Contoh lainnya tipe perusahaan serupa dapat kita lihat pada beberapa perusahaan Jepang yang termasuk ke dalam Institusi Pemerintah Independen, yakni institusi atau perusahaan yang diberikan autonomi khusus oleh pemerintah dalam mengelola bisnis atau pengelolaannya, seperti (Japan Oil, Gas and Metals National Corporation), JETRO (Japan External Trade Organization), dan JBIC (Japan Bank for International Cooperation).

Namun ternyata pembubaran BUM tidak sesederhana itu. Pendapat Ahok tentang pembentukan Super Holding BUMN tentunya mendapat penolakan keras dari berbagai pihak. Seperti pihak BUMN Arya Sinulingga yang mengatakan Kementerian BUMN tak mau terburu-buru merealisasikan rencana tersebut.

"Jadi kita uji dulu ini semua. Kita jangan buru-buru mau superholding, Itu ide besar memang ya, tapi kita lihat dulu apakah ini efektif nggak? sekarang ini kan masih sendiri-sendiri ini. Jadi masih jauh itu, pemikiran mengenai super holding masih jauh sekali," kata Arya pada 16 September 2020.

Bahkan komentar Ahok tentang Pertamina dan Kementerian BUMN menyebabkan anggota Komisi VI DPR yang membidangi BUMN, Andre Rosiade mengusulkan Ahok dicopot dari jabatannya. Alasannya karena menimbulkan kegaduhan sementara ia menilai kinerja yang bersangkutan biasa-biasa saja.

Sumber : Kumparan [Usai Kritik Direksi Pertamina, Ahok Dikritik Balik Bikin Gaduh Diminta Dicopot]

Tentu dengan banyaknya kepentingan politik di tubuh BUMN, kita telah dapat menebak berbagi tantangan yang akan diterima Ahok. Saat ini usulan Ahok mungkin banyak resistensi dari Politikus dan DPR terkait kepentingan money politics Pilkada.

Akan tetapi besar kemungkinan usulan Ahok ini akan memiliki momentum pada Akhir Tahun. Saat dimana angka Corona naik atau turun lalu Ekonomi RI tetap Minus. Saat itu pula Erick Thohir sebagai Ketua Komite Covid-19 berada di ujung tanduk, sekaligus terancam kena Reshuffle setelah Pilkada. Momen reshuffle BUMN saat ekonomi RI terpuruk di awal 2021 inilah yang menjadi momentum untuk membubarkan Kementerian BUMN.
Diubah oleh NegaraTerbaru 18-09-2020 20:57
0
592
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan