

TS
diaz420
Pamali The Stories #28 (Part 1)

Quote:
Welcome back to Pamali The Stories. Menemani Malam Jum'at kalian, Ane balik lagi dengan Thread seputar Pamali dan mitos-mitos khas Indonesia.
Damn! Udah lama juga Ane hiatus. Ya...kurang lebih setahun sih. BTW, apa kabar kalian semua? Mudah-mudahan di tengah kondisi seperti ini, kalian baik-baik saja.
Quote:
Woy! Kemana aja lu gan? Kirain udah ngilang?
Biasa...masalah in real life.Kerja, ngurus keluarga, dan lainnya. Setelah akhirnya "dirumahkan" di masa pandemi, Ane bisa fokus lagi buat bikin karya tulis lainnya. Termasuk thread ini. Buat malam ini, Ane bakal bahas tentang satu mitos yang sekiranya menarik untuk dibahas. Apa itu? Ini dia...
Quote:
Jangan sekali-kali memberi hadiah berbahan kain ke pasangan
Sebetulnya, pembahasan ini rencananya bakalan diangkat jadi episode ke-5. Cuman...Ane rasa ide ceritanya masih belum ada. Sesuai temanya, ini semua cuma mitos. Rasanya enggak mungkin sebuah pasangan (entah suami-istri atau pacaran) bisa berakhir hubungannya gara-gara hadiah berupa kain doang. Kalaupun itu nyata, berarti selama ini...kalau kalian dapet hadiah pakaian (baju, celana, kutang sampai sempak) dari pasangan kalian, berarti hadiahnya mesti ditolak dong? Soalnya kan, semua jenis pakaian kan berbahan kain? Apa enak, menolak hadiah dari orang tersayang? Enggak kan? Tapi sekali lagi, semua itu kembali kepada kepercayaan masing-masing.
Dan seperti biasa, Ane bakalan ngasih sebuah cerita yang at least...relatesama pembahasan kali ini. Daripada berlama-lama lagi, langsung aja ke ceritanya...
Spoiler for spoiler:
Quote:
DISCLAIMER : CERITA INI HANYA KARANGAN FIKSI SEMATA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA ATAU KEJADIAN YANG DIALAMI PEMBACA, MOHON DIMAAFKAN
Aku tidak percaya semuanya akan berakhir seperti ini...
Aku tidak tega melihatnya berakhir tragis seperti ini...
Seandainya Aku tidak meninggalkanmu waktu itu...Aku pasti tidak akan melihatmu seperti ini...
Ini adalah sebuah kisah yang bertempat di daerah Karawang. Kota di Jawa Barat yang terkenal dengan budaya Tari Tradisionalnya. Menceritakan tentang seorang pemuda berinisial "I". Kisah ini adalah kisah tragis yang Ia alami saat bersama pasangannya dulu...
Halo, perkenalkan namaku Indra. Aku berasal dari Karawang, Jawa Barat. Aku disini mau membagikan kisahku kepada kalian. Sebuah kisah sedih yang buat Aku tidak habis pikir dengan ending-nya.
Ini cerita tentang mantan ku, namanya Dewi. Dia dulunya teman sekelasku sejak SD sampai SMA, Dia juga adalah tetanggaku, dan juga teman masa kecilku. Dia ini sosok gadis yang sangat pemalu. Meskipun Aku sudah kenal lama dengannya, nyatanya sedikit sekali interaksi yang terjadi diantara Kami. Aku memang sering mengajaknya ngobrol, tapi...rasanya cukup sulit bagi Kami untuk berbicara satu sama lain.
Dia itu seorang penari Jaipong yang berbakat. Meski sifatnya yang pemalu, namun ketika Ia menari, Dia terlihat...berbeda. Seakan seperti ada 2 kepribadian dalam dirinya. Dia tampil dengan percaya diri dan anggun. Kayanya...itulah alasan mengapa Aku tertarik padanya. Bagiku, saat dimana Aku ingin memilikinya sebagai belahan jiwaku adalah saat yang paling menantang dalam hidupku. Masalahnya...sudah jelas. Sifat pemalu nya yang tidak bisa diobati dengan cara dan obat apapun.
Dari kecil, Aku sudah menaruh perasaan kepadanya. Aku sudah coba berbagai cara untuk bisa berinteraksi dengannya sembari mengutarakan perasaanku. Butuh waktu 10 tahun bagiku untuk terus berusaha mendapatkannya. Hingga akhirnya...di waktu itu... sepulang sekolah...
Waktu itu Kami masih kelas 1 SMA. Aku baru saja selesai ekskul. Aku sedang melangkah ke tempat parkir kendaraan. Di tengah perjalanan, samar-samar Aku dengar suara gamelan. Waktu itu, hari sudah menjelang waktu Magrib. Ngomong-ngomong soal waktu Magrib, Aku jadi kepikiran, kalau waktu Magrib termasuk waktu dimana "mereka yang tak terlihat" berkeliaran. Di satu sisi Aku ingin segera pulang dan meninggalkan suara gamelan itu, tapi di sisi lain, Aku penasaran dengan sumbernya. Nampaknya, rasa penasaranku melebihi rasa takutku. Aku mencari sumber suara gamelan itu. Dan ternyata, asalnya dari gedung olahraga sekolah. Kulihat pintunya sedikit terbuka, sepertinya ada seseorang di dalam.
Aku beranikan diri untuk mengintip ke dalam...
Dan saat kulihat...
Rupanya...itu gadis pujaan ku...
Dia sedang menari sendirian di dalam gedung olahraga...
Aku rasa Dia sedang berlatih. Mungkin...sebentar lagi akan ada perlombaan yang akan diikutinya. Selama ini, Aku selalu melihatnya menari dari kejauhan, tepatnya sebagai seorang penonton di perlombaannya. Namun, baru kali ini Aku melihatnya menari sedekat ini. Butuh 5 langkah bagiku untuk bisa mendekatinya, tidak seperti saat Aku melihatnya menari di perlombaan.
Di tengah lamunanku yang terpaku akan keanggunan gerakannya, tiba-tiba...
"I-Indra?!", Dewi memergokiku. Aku pun tersadar dari lamunanku. Dewi yang kaget segera mematikan musik gamelan yang Ia putar dari ponselnya.
"M-M-Maaf...Dew! A-A-Aku gak sengaja!", ucapku sambil membungkukkan badan dan memohon maaf.
"K-Kamu...belum pulang?", tanya Dewi sambil tersipu. Aku pun merasakan hal yang sama dengannya. Aku malu untuk menjawab pertanyaannya.
"A-Ahhh...I-Itu...", ucapku dengan canggung, "Aku tadi...abis ekskul...pas...jalan ke parkiran...tadi Aku denger suara gamelan jadi...mmm...Aku kesini...", suasana pun hening. Kemudian,
"...Oh gitu? Emm...tadi...Kamu lihat Aku latihan kan?", tanya Dewi,
"Ngg...I-Iya...A-Aku lihat kok...emm...BTW...tadi Kamu...", Aku beranikan diri untuk memujinya, "Tadi Kamu narinya bagus kok👍", perlahan Dewi mulai tersenyum sumringah,
"Iya gitu?", Aku jawab dengan anggukan kepala, "Makasih ya, Ndra?", seketika hatiku rasanya seperti meleleh. Lalu, terbesit di pikiranku untuk memanfaatkan kesempatan ini.
"Emang...Kamu latihan sendiri begini enggak takut? Mana bentar lagi mau Magrib lo?", tanyaku. Dewi menggelengkan kepalanya dan bilang,
"Enggak. Aku gak takut. Lagian...Aku gak percaya hal-hal mistis begituan.",
"Oh gitu? Terus...Kamu latihan nari emangnya buat ikutan lomba?", Dewi mengangguk,
"Ya, Aku dapet kabar dari Guru BK, katanya mau ada lomba Minggu depan.",
"Oh...bagus kalo gitu...", Oke, ini kesempatanku, "Ehh...Dew?",
"Hmm? Iya?",
"Anu...gini...sebetulnya...ada yang pengen Aku omongin dari dulu...", perlahan pipi Dewi mulai memerah, "Se-sebetulnya...Aku...su-",
ALLAHUAKBAR! ALLAHUAKBAR!
Yaa...kepotong Adzan deh...
"Ndra, pulang yuk?", Aku menuruti ajakan Dewi dan Kami pun pulang.
Setelah itu, Aku selalu menyempatkan waktu untuk menemani Dewi berlatih sepulang sekolah. Hingga akhirnya, hari perlombaan pun tiba. Berbeda dengan perlombaan sebelumnya, Dewi yang biasa diantar oleh orang tuanya, kini Ia memintaku untuk mengantarnya. Katanya sebagai balas budi karena sudah menemani dan mendukungnya selama berlatih. Inilah kesempatanku untuk kembali menyatakan perasaanku.
Setelah lomba usai, pengumuman juara pun dimulai. Dan Dewi kembali meraih gelar juara, sama seperti sebelumnya. Usai pengumuman juara, Aku menghampiri Dewi dan membawanya ke suatu tempat. Kami mengobrol di sebuah bangku taman, di bawah rimbunan pepohonan yang melindungi Kami dari terik Matahari. Sebelum Aku "menembaknya", Aku pastikan tidak ada satupun hal yang mengganggu. Dan setelah itu, eksekusi pun dimulai.
Tapi...belum sempat Aku buka suara...
"Oh ya Ndra, waktu itu...Kamu mau bilang apa sama Aku?", ternyata Dewi masih ingat dengan ucapanku waktu itu, "Itu lho yang kepotong Adzan"
"O-Oh...Itu ya? Mmm...Anu...Dew? Sebetulnya...Aku udah pengen banget bilang ini sama Kamu. Aku tau Kita udah kenal lama. Tapi...apa yang pengen Aku omongin ini...belum sempet Aku bilang ke Kamu...", Aku menghela nafas. Kemudian, "Aku suka sama Kamu...", Dewi terkejut dan tersipu, "Aku udah lama suka sama Kamu...Tapi...Aku gak pernah kesampaian buat bilang ke Kamu...S-S-Soalnya...", Aku agak enggak enak bilang ini, tapi, "Soalnya Kamu agak susah kalo diajak ngobrol. Gara-gara Kamu malu lah, kepotong ini itulah, ahh...pokonya susah deh!", rupanya kata-kataku membuat Dewi cekikikan,
"Apaan sih Kamu? Alesannya gitu amat? Hihihi...", Kami mulai tertawa bersama. Setelah itu, "...Aku seneng bisa tau perasaan Kamu ke Aku sekarang...", suasana pun hening. Beberapa saat kemudian, Dewi bilang, "Aku juga...",
"...Ehh... maksud Kamu?", Dewi pun tersenyum dan berkata,
"Aku juga...punya perasaan yang sama kaya Kamu...", ucapnya, "Dari dulu...Aku juga pengen bilang ke Kamu...tapi...abisnya...Aku malu...", Dewi langsung menutupi wajahnya yang kemerahan. Aku hanya tertawa geli melihatnya.
"Jadi...selama ini Kamu punya sifat pemalu itu dari situ ya?", godaku.
"Ih, nggak! S-S-Soal itu mah...A-A-Aku emang dari dulu k-k-k-kaya gitu ihhh....", Aku kembali tertawa. Dan semenjak itu, Kami pun resmi menjadi sepasang kekasih.
Hari-hari pun berlalu dan Kami memulai kisah cinta Kami. Setiap tahunnya, Dewi sering mengikuti perlombaan serupa dan selalu memenangkannya. Pada kejuaraan terakhirnya di kelas 3 SMA, Dewi mendapat beasiswa dari Pemerintah untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Seni. Dewi juga terpilih sebagai Anggota Penari Kota. Jadi, semisal ada tamu pemerintahan, turis atau sebagainya, Dewi yang akan tampil menyambut para tamu. Enak banget jadi Dia...masa depannya setelah lulus SMA sudah jelas. Sementara Aku masih tidak tahu apakah akan lanjut ke Universitas atau langsung bekerja. Aku tahu Aku cuma lulusan SMA yang tidak punya bidang keahlian apa-apa selain bidang IPS. Aku pun coba membicarakannya dengan orang tuaku. Bapak bilang, Aku harus langsung kerja. Tapi, kerjanya jadi apa? Aku kan cuma lulusan IPS? Sementara Ibu ingin Aku kuliah dulu, biar setelah lulus kuliah nanti Aku bisa mendapat pekerjaan yang "lebih". Beruntung, orang tuaku tidak menuntutku untuk mengikuti kemauan mereka. Semua itu, tergantung pilihanku.
Hingga akhirnya, hari kelulusan pun tiba. Aku sudah memutuskan kemana Aku akan melanjutkan jalan hidupku. Aku diajak oleh Pamanku bekerja diluar kota, tepatnya di sebuah pabrik manufaktur ternama di kota itu. Dengan begini, Aku terpaksa harus LDR dengan Dewi. Aku pun sudah membicarakan itu dengannya. Sayangnya, bagi Dewi itu adalah ujian terberat dalam hidupnya. Aku tidak tahan melihatnya menangis setiap kali Kami membahas ini. Dewi tidak ingin Aku pergi dan Aku pun tidak ingin meninggalkannya. Kalau Aku mengikuti kemauan Dewi, Aku tidak enak jika menolak ajakan Paman, masalahnya Aku sudah diterima bekerja disana. Kalaupun Aku harus tetap di Karawang, Aku tidak tahu harus kerja apa. Aku tidak punya keahlian sama sekali, bahkan kalau kuliah pun, yang ada Aku malah memberatkan orang tuaku. Mau tidak mau Aku berikan pengertian pada Dewi. Walaupun sulit, pada akhirnya Dewi mau membiarkanku pergi. Asalkan Aku memenuhi satu keinginannya.
Tepat di akhir pekan terakhirku sebelum Aku pergi, Aku antar Dewi pergi ke toko kain. Dia ingin Aku membelikan kain selendang untuknya. Pastinya Ia akan menggunakannya untuk menari.

Quote:
Ilustrasi
Aku membelikannya sebuah selendang berwarna merah. Kalau kalian tanya kenapa Aku pilih warna merah...karena Aku ini suka anime...kesannya Aku ingin seperti kisah cinta Naruto & Hinata.
Semenjak saat itu, Aku mulai menjalani hubungan jarak jauh dengan Dewi. Sepulang dari tempat kerja, Aku sempatkan untuk menghubunginya. Walaupun harus buang banyak pulsa dan kuota internet. Setiap bulan atau tepatnya setelah gajian, Aku dan Paman biasa pulang kampung. Di saat itu pula Aku bisa menemui Dewiku, walaupun hanya sehari dalam sebulan saja.
Tak terasa sudah 5 tahun Aku berpacaran dengan Dewi. Aku merasa kalau Aku takkan mungkin berpacaran selamanya dengannya. Maka dari itu, Aku pun berencana untuk menikahinya. Aku sudah mengumpulkan uang sejak 2 tahun yang lalu. Dan Aku rasa itu sudah cukup untuk menutupi biaya pernikahan.
Namun...inilah kesalahan paling fatal yang kuperbuat...
Selama setahun belakangan, Dewi mulai sering memintaku untuk membelikan apapun keperluannya, dari kosmetik, pakaian sampai kuota internet. Aku masih menganggapnya biasa. Lagipula, Aku melakukan semua ini demi kebahagiaannya. Dan ya, hasilnya pun tidak main-main. Setiap kali Aku pulang, kutemukan Dewiku semakin terlihat lebih "sedap dipandang". Tidak hanya wajah, tapi juga bentuk badannya. Orang-orang akan memandang Kami dengan tatapan iri setiap kali Kami pacaran. Kalian pasti tau apa yang akan Aku jawab pada mereka...

Selain itu, perlahan Aku juga merasakan sedikit perubahan pada sifatnya. Dewi yang kukenal sebagai gadis anggun dan pemalu, mulai bersifat seperti cewek-cewek hits di Instagram yang suka pamer ini-itu...ya tau lah maksudku...
Enggak tau kenapa, melihat Dewi yang sekarang Aku jadi kurang suka. Perlahan niatku untuk menikahinya mulai memudar. Lama kelamaan, Dewi mulai suka menuntut ini-itu. Kalau permintaannya tidak dituruti Ia bakalan marah-marah sampai susah dihubungi. Giliran dihubungi, bilangnya : "Kamu kemana aja? Kok gak pernah ngabarin Aku? Kamu main belakang ya sama Aku?", Aduh Gusti...sing paparinan sabar kanggo Abi...
Ingin sekali Aku memarahinya. Tapi Aku tidak tega. Sekalinya Aku marah padanya, nomorku malah diblokir. Aku baru bisa baikan dengannya pas pulang kampung. Dan tak lama, hal serupa pun terjadi.
Cobaan yang kuhadapi bukan hanya dari Dewi, banyak juga "pelakor" yang datang silih berganti. Namun, Aku masih mencoba untuk bertahan. Tapi, layaknya sebuah tali yang ditarik dari 2 sisi, lama-lama kesabaran dan keimananku mulai renggang. Semuanya berawal semenjak Aku mengenal Wulan. Sebetulnya Aku tahu Wulan sejak kelas 1 SMA. Dia dan Dewi selalu menjadi rival di perlombaan SMA. Kami bertiga juga berteman akrab semenjak waktu itu. Aku belum pernah bertemu ataupun berkomunikasi dengan Wulan sejak bekerja diluar kota. Hingga satu waktu, saat Aku berkunjung ke rumah Dewi...ternyata Wulan ada disana. Rupanya tidak hanya Dewi, Wulan pun semakin "sedap dipandang". Aku beruntung bisa berhubungan dekat dengan penari.
Niatnya mau jalan berdua, malah ngobrol doang bertiga di rumahnya Dewi. Kita ngobrol sekaligus mengingat kembali masa lalu dan berbagi cerita. Saking asiknya ngobrol, gak terasa waktu sudah hampir malam. Wulan pun pamit pulang. Setelah itu, Aku bisa berduaan dengan Dewiku. Oh ya, Aku juga bertukar kontak dengan Wulan. Dan semenjak itu, Wulan sering berbalas pesan denganku.
Kini sudah 6 tahun Aku membina hubungan dengan Dewi. Sepertinya, Aku mulai menyerah untuk melanjutkan hubungan ini. Aku mulai merasa nyaman dengan Wulan. Tak kusangka, Wulan orangnya asik. Kami pun sering berbagi lelucon. Bahkan, Aku Kami saling mencurahkan isi hati Kami...
Dan juga rahasia besar yang seharusnya tidak kuketahui...
Dari sinilah bagian akhirnya dimulai...
Rencananya Aku dan Dewi akan memperingati hari jadi hubungan kita. Tapi, secara tiba-tiba Dewi tidak bisa dihubungi. Aku coba untuk meminta bantuan kepada Wulan, namun justru Wulan pun menanyakan keberadaan Dewi kepadaku. Katanya Wulan sudah lama tidak hadir latihan. Aku mulai cemas, kemana Dewi sebenarnya....
To be continued...
Oke, itu tadi postingan kali ini. Kalau kalian suka tinggal traktir Ane dengan segelas cendol, kalau pun enggak, lempar bata juga gak masalah. Kasih juga Ane pendapat, kritik dan saran kalian di kolom komentar ya? Thanks for coming and see you on the next post.
0
423
Kutip
0
Balasan


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan