- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Darurat Covid-19 RI Butuh PSBB Se-Jawa


TS
NegaraTerbaru
Darurat Covid-19 RI Butuh PSBB Se-Jawa
Spoiler for Spanduk PSBB sebelumnya:
Spoiler for Video:
Kasus corona DKI Jakarta meningkat, tingkat kematian melonjak, sementara itu tempat tidur isolasi dan ICU rumah sakit sudah mulai penuh dengan pasien corona. Salah satu lahan pemakaman di Jakarta untuk korban Covid-19 yakni TPU Pondok Ranggon pun akan diperkirakan penuh pada Oktober mendatang.
Maka suka tidak suka, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menarik rem darurat. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali berlaku pada Senin, 14 September 2020. Dengan kata lain, bekerja, belajar, dan beribadah kembali dilakukan di rumah. Gubernur Anies mengatakan, perkembangan Covid-19 DKI Jakarta yang mengkhawatirkan memaksa Pemprov DKI kembali menerapkan PSBB seperti di awal pandemi.
Menurut Gubernur Anies, apa yang jajarannya terapkan sejalan dengan arahan Presiden Jokowi, yakni fokus pada penanganan masalah kesehatan akibat merabaknya corona.
Sumber : Berita Satu[Terapkan Kembali PSBB, Anies Ikuti Arahan Presiden Jokowi]
Akan tetapi, apakah penerapan kembali PSBB DKI akan mampu menekan angka corona RI?
Penerapan kembali PSBB DKI justru mengingatkan penulis pada berbagai permasalahan dalam pelaksanaan PSBB Jabodetabek periode April – Juni 2020. Permasalahan dalam penerapan yang tak hanya terjadi karena ketidakdisiplinan warga, tapi juga dari pemerintah pusat. Kita semua tentu masih ingat dengan Kemenhub yang menerbitkan Permenhub tentang transportasi yang bertentangan dengan Permenkes. Selain itu ada pula Kemenperin yang memberi izin ribuan korporasi beroperasi di tengah PSBB, padahal korporasi tersebut bukan bergerak di bidang esensial sepeti yang diizinkan oleh Permenkes.
Kondisi serupa pun dapat terjadi di PSBB saat ini. Bahkan sehari setelah Gubernur Anies mengumumkan PSBB, menteri-menteri Jokowi mulai protes.
Seperti Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang mengaku khawatir dengan pengumuman Anies. Agus Gumiwang mengatakan bahwa beberapa bulan terakhir kinerja insdustri sudah relatif membaik. PMI manufaktur telah kembali menyentuh angka 50,8 atau telah berada di atas ambang batas minimum 50 pada Agustus 2020 lalu. Dengan adanya penerapan PSBB ketat, maka akan memengaruhi kinerja industri manufaktur yang ada di RI, terlebih jika langkah DKI diikuti provinsi lain.
Selain itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto turut menyoroti pasar keuangan pada Kamis pagi 10 September 2020. Menko Airlangga mengatakan pengumuman PSBB ketat jilid II menimbulkan ketidakpastian pada pasar saham terutama IHSG. Akibat pengumuman Anies, IHSG kini berada di bawah 5000 seperti awal pandemi. Airlangga menyoroti rem mendadak Pemprov DKI yang seharusnya mempertimbangkan kepercayaan publik, karena ada faktor sentimen dalam ekonomi.
Sumber : Tirto [Anies Terapkan PSBB Total Jakarta, Para Menteri Jokowi Protes]
Sehingga kita dapat perkirakan, rem darurat Anies tak akan benar-benar diterapkan oleh pemerintah pusat. Akan ada berbagai regulasi dari Kementerian yang justru melonggarkan rem dari Pemprov DKI. Meski Presiden Jokowi mengatakan bahwa kesehatan yang menjadi prioritas pemerintah saat ini, namun selama Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih didominasi Menteri pengusaha seperti Airlangga Hartarto dan Erik Thohir, maka ucapan kesehatan nomor satu hanyalah sekedar bualan, sebuah kontradiksi.
Kebijakan pemerintah selanjutnya yang kontradiktif dengan prioritas kesehatan adalah kebijakan untuk tetap menggelar Pilkada Serentak pada 9 Desember mendatang. Saat ini tahapan pilkada telah sampai pada proses pendaftaran pasangan calon. Penyelenggaraan pilkada tentunya dikritik banyak pihak. Sejumlah ahli epidemiologi meminta pilkada ditunda karena berpotensi menimbulkan klaster besar penularan virus corona. Di awal tahapan Pilkada saja Kemendagri telah mencatat 260 bapaslon Pilkada 2020 telah melanggar protokol kesehatan saat proses pendaftaran beberapa waktu lalu.
Maka tak salah pula kiranya pada diskusi beberapa waktu lalu, Rocky Gerung mengatakan bahwa Presiden Jokowi benar-benar masuk dalam kategori man of contradiction.
Sumber : CNN Indonesia [Jokowi Mulai Siuman, Tapi Tetap Lanjutkan Pilkada Serentak]
Jika Pemerintahan Jokowi benar-benar serius dengan ucapannya agar fokus pada kesehatan dan tidak menjadi ‘man of contradiction’, maka ada baiknya Presiden Jokowi mendukung 100 persen langkah Anies menarik rem darurat PSBB. Tapi upaya itu pun tak cukup, ia harus mendorong agar daerah lain yang rawan penyebaran corona seperti Jateng dan Jatim untuk terapkan PSBB meskipun upaya itu mengorbankan beberapa tahapan Pilkada.
Mengapa Jateng dan Jatim?
Pada 9 September 2020, hli epidemiologi Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan Jatim dan Jateng harus segera mengambil langkah darurat, karena angka kematian di kedua daerah yang tinggi. Selain indikator kapasitas kesehatan dan angka kematian, Jatim dan Jateng juga dinilai menjadi daerah yang minim jumlah tes corona. Bayangkan saja, pada 7 September 2020, DKI telah melakukan 3.048 tes per satu juta penduduk. Sedangkan Jatim dan Jateng hanya 480 dan 441.
"Artinya kondisi ini bisa menyimpan bom waktu wabah," kata Dicky.
Sumber: Kompas [Kasus Kematian Corona Tinggi, Haruskah Jatim dan Jateng Tarik Rem Darurat?]
Tanda-tanda bom waktu ini dapat kita lihat pada data corona Kota Semarang 8 September lalu. Satgas Covid-19 mencatat Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai wilayah dengan kasus aktif positif Covid-19 tertinggi level nasional, yakni sebanyak 2.591 kasus. Tingginya kasus aktif di Kota Semarang dibantah Ganjar dengan adanya perbedaan data corona antara Pemda Jateng dengan data Satgas Covid-19.
Sumber : CNN Indonesia [Kota Semarang Jadi Wilayah Tertinggi Kasus Aktif Corona di RI]
Tapi Ganjar seharusnya tak bisa mengelak saat melihat data infeksi virus corona yang belakangan mendapat sejumlah sorotan. Provinsi ini disebut berada dalam situasi kritis yang dinilai dari beberapa faktor, seperti tingkat kematian yang tinggi, positive rate yang melebihi standar WHO, dan minimnya jumlah tes PCR per hari.
Sumber : Kompas [Angka Kasus Corona di Jawa Tengah Disorot, Seberapa Mengkhawatirkan?]
Kemungkinan hal ini terjadi karena selama ini Gubernur Ganjar tidak menerapkan konsep PSBB di daerahnya. Berbeda dengan daerah lain di pulau Jawa, Gubernur Ganjar lebih memilih membuat konsep sendiri.
Begitu pula dengan Jatim dan Kota Surabaya yang seharusnya mengikuti langkah PSBB DKI. Meski Jatim dan Surabaya cukup yakin tidak akan PSBB, namun harus diingat di Surabaya telah ditemukan mutasi virus corona khas Surabaya dengan kode Q667H. Ada kemungkinan mutasi virus ini akan lebih berbahaya atau lebih menular.
Pertanyaannya, dengan segala kondisi yang terjadi di Jateng dan Jatim, apakah Presiden Jokowi mau konsisten dengan kesehatan dan mendorong kedua daerah tersebut menerapkan PSBB?
Diubah oleh NegaraTerbaru 12-09-2020 01:45




aqiramaharani dan helmidewata memberi reputasi
2
883
13


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan