Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

wicaks227Avatar border
TS
wicaks227
Ada Kepala Desa Bertato di Jawa Tengah, Bolehkah ?
Sebagian masyarakat kita masih menaruh penilaian negatif terkait tato. Orang bertato selalu saja dipandang negatif dan buruk.

Stigma negatif seolah melekat dengan orang-orang yang tatoan, kriminal, alkoholik, narkoba, urakan, brandalan dan sederet kata menyeramkan lain seakan tersemat dikepala masyarakat kita ketika melihat orang bertato.

Tapi, kalau artis yang tatoan malah diidolakan. Apalagi kalau artisnya ganteng, memang aneh pemikiran masyarakat.

Ada Kepala Desa Bertato di Jawa Tengah, Bolehkah ? Hoho Alkaf, Kades Bertao asal Banjarnegara, Jawa Tengah. Foto : Google

Untungnya, tidak semua masyarakat memandang buruk orang bertato. Masih banyak orang yang open minded, termasuk masyarakat di Desa Purwasaba, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Sikap open minded masyarakat di Purwasaba ini bisa dijadikan teladan. Pasalnya mereka memiliki Kepala Desa yang bertato, Hoho Alkaf (34).

Dikutip dari berbagai sumber, Hoho mengatakan banyak orang yang pro dan kontra terhadap tato.

"Masyarakat melihat pemimpin bertato ada yang suka, akan tetapi ada juga yang tidak suka. Karena bertato dianggap pernah bersalah atau kurang baik, namun anggapan itu mulai berubah. Apakah seorang yang dulu pernah bersalah tidak bisa untuk berusaha lebih baik?. Istilahnya seorang pendosa menuju hijrah kearah yang lebih baik daripada sebelumnya," katanya dikutip berbagai sumber.

Hoho mengatakan tato adalah sebuah seni dan dirinya sebagai kepala desa harus bisa menjadi bapak dari masyarakat desa Purwasaba.

"Dengan jabatan ini, saya akan mengabdikan seluruh jiwa raga dengan segala kemampuan yang saya miliki untuk masyarakat Desa Purwasaba ke arah yang lebih baik daripada pendahulu saya," ujarnya.

Hoho menuturkan jika dirinya bukanlah satu-satunya perangkat desa yang memiliki tato. Namun masih ada perangkat desa lain yang bertato seperti dirinya.

Masyarakat Purwasaba sendiri justru tidak mempermasalahkan tato yang ada pada pemimpin mereka. Justru Hoho mampu menarik simpati dan menjadi sosok yang dicintai warganya. Hal ini tidak terlepas dari perjuangannya yang nyata untuk masyarakat.

Salah satunya adalah wacana penyediaan ambulan bagi masyarakat. Ambulan tersebut nantinya akan digunakan untuk membawa warga yang sakit untuk berobat ke rumah sakit. Ambulan yang akan disediakan juga dibeli dengan uang pribadi Hoho bukan berasal dari dana desa.

Saya melihat, stigma negatif tato merupakan warisan dari Orde Baru. Meskipun tidak mengalami langsung, dalam beberapa literatur saya membaca bahwa orang-orang bertato ditumpas habis pada kala itu. Bahkan para preman atau residivis akan diberikan tato sebagai penanda.

Zaman sekarang, semua sudah benar-benar bebas. Bahkan tato juga bukan lagi bagian dari kriminalitas. Para kriminal yang bertato adalag oknum, tidak menjadikan semua orang bertato adalah kriminal.

Terlepas dari aturan boleh atau tidaknya perangkat desa bertato menurut saya bukan hal penting. Bertato sekalipun kalau dia mampu bekerja dengan baik, mampu mengayomi rakyat dan benar-benar mengabdi buat rakyat, dia layak dijadikan panutan. Dia pantas dicap sebagai pemimpin hebat.

Lebih baik pemimpin yang tatoan, daripada pemimpin nampak alim tapi doyan ngibul. Kerja setengah hati, tukang korupsi, leda-lede dan tidak bisa membawa kemajuan buat rakyat.

Tulisan : Wicaks227
Referensi : Opini Pribadi, 1 , 2 , 3
0
2.1K
9
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan