Kaskus

News

extreme78Avatar border
TS
extreme78
Dedek Bilang Fahri Hamzah Ngaco: Isu Dendam PKI Sudah Deras Sejak 2014
Dedek Bilang Fahri Hamzah Ngaco: Isu Dendam PKI Sudah Deras Sejak 2014Suara.com - Politikus Partai Solidaritas Indonesia Dedek Prayudi mengkritik pernyataan politikus Partai Gelora Fahri Hamzah.

"Ngaco ah. Di pemilu 2014 juga isu kebangkitan dan dendam PKI sudah deras dihembuskan, bahkan sejak pilkada DKI 2017. Saya justru mencatat pola bahwa isu ini selalu dihembuskan oleh pihak yang itu-itu saja yang memiliki afiliasi dan dukungan dari PKS," kata Dedek melalui akun Twitter @Uki23, Rabu (9/9/2020).

Menurut Dedek, isu kebangkitan dan dendam PKI muncul di setiap perhelatan kontestasi politik.

"Akui sajalah, Pak Fahri, bahwa isu PKI ini memang artifiacially created for political purposes, bukan sesuatu yang terjadi secara organik," kata Dedek.

Dendam yang tidak jelas

Dalam Islam tidak ada dosa turunan, kita tidak ikut menanggung dosa Adam dan Hawa, kata mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ketika mengawali uraian refleksi pemikirannya atas dinamika politik yang berkembang belakangan ini.

Fahri bercerita waktu zaman Orde Baru, anak keturunan Bung Karno menjadi masalah. Lalu musim berganti. Anak keturunan Bung Karno berkuasa. Giliran anak keturunan Soeharto dalam masalah.

"Bikin partai pun dirampas orang. Kedewasaan kita anak cucu Adam diuji dalam setiap perjalanan," kata Fahri -- mantan politikus PKS.

Kemudian Fahri menyebut kesalahan kabinet Joko Widodo sejak awal. Menurut Fahri karena terseret pada dendam yang tidak jelas.

Menurut dia selama periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah terdengar situasi semacam itu.

?

Menurut dia selama periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah terdengar situasi semacam itu.
"Pak SBY tentara, menantu Jenderal Sarwo yang terkenal memimpin penumpasan PKI. Tapi, tidak kita dengar beliau terusik atau terganggu lalu memakai negara untuk mencipta dikotomi di akar rumput masa. 10 tahun kita menikmati ketenangan dan pertumbuhan," kata Fahri.

Menurut Fahri semuanya kembali kepada pemimpin, bisakah pemimpin menciptakan perdamaian dan persahabatan. Atau sebaliknya, apakah pemimpin justru akan menciptakan musim perang.


"Kalau perang dengan negara lain mendingan. Ini perang dengan saudara sendiri. Dalam krisis pula. Mau dapat apa kita?" kata Fahri.

Kemudian Fahri menyinggung pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi yang soal anak good loking untuk menggambarkan strategi untuk menyusupkan ajaran radikalisme ke masjid-masjid, juga soal rencana program penceramah bersertifikat.

"Kemarin, saya mencari tahu mengapa saya kecewa sekali dengan komentar menteri agama tentang good looking dan rencana kementrian meneruskan kebijakan sertifikasi muballigh seperti yang dulu dilakukan rezim Orde Baru. Saya masih cari tau," kata Fahri.

Setelah mencari-cari tahu, Fahri mengatakan menemukan alasan yang kata Fahri agak rumit.
"Ternyata karena saya sangat berharap bahwa kementrian agama adalah salah satu juru bicara penting dalam krisis pandemi global ini. Sebagian orang percaya betul bahwa virus ini kiriman Tuhan maka agama adalah medium komunikasinya," kata dia.

"Jadi kadang juga, saya terus memeriksa kembali mengapa kita harus berhadapan dengan pemerintah yang keadaan krisis ini seharusnya menjadi tempat bagi suara damai dan tenang agar kita melalui krisis ini bersama-sama."

Menurut Fahri sekarang ini waktunya bagi semua pihak untuk saling membesarkan hati dan saling menguatkan. Sebab tidak pernah seluruh umat manusia, bahkan menghadapi ancaman krisis yang sama. Pandemi global, menurut dia, dalam waktu panjang akan mengoyak pondasi dasar kehidupan manusia dan menyikapinya perlu kebersamaan.

Fahri mempertanyakan apakah semua pihak bisa menggunakan momen ini untuk saling mendekati dan tidak saling menjauh.

"Apa sulitnya? Mengapa pemerintah menjadi polisi pikiran? Mengapa negara melakukan standarisasi pikiran? Sejak kapan kita kembali percaya bahwa negara harus melarang perbedaan pikiran?" katanya.

"Nasi belum menjadi bubur Pak Jokowi. Meski ketololan berbicara para elit bikin rusuh rakyat yang sedang menyelamatkan diri dari serangan pandemi, para elite tetap harus mengatur agar kita bisa melihat agenda bersama sebagai bangsa, agenda yang mempersatukan," katanya.

Tapi, kata Fahri, nasib pemerintah bukan nasib rakyat. Pemerintah silih berganti, rakyat akan tetap ada. Jadi kalau pemerintah tidak relevan, kata Fahri, maka rakyat akan selalu relevan. "Silahkan mau pilih yang mana. Wassalam," kata Fahri dalam Twitternya.

https://www.suara.com/news/2020/09/0...ak-2014?page=3

Ente enak berkoar2 di pinggir lapangan.
Sedangkan di lapangan ada dua kubu yang tidak bakal menemukan titik temu sekalipun berdarah-darah ente mikirnya.

Khilafah versus Demokrasi adalah air dan minyak.

Tinggal masyarakatnya saja mau hidup berbeda2 agama namun bersatu atau tampuk kekuasaan di pegang satu agama beserta perangkatnya yg mengatur hidup masyarakatnya dengan aturan agama yg mereka sesuaikan dengan paham yg mereka bawa.
Di pastikan perpecahan itu bakal ada.emoticon-Angkat Beer
37sanchiAvatar border
nomoreliesAvatar border
nomorelies dan 37sanchi memberi reputasi
2
815
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan