Jam di pojok monitor laptop sudah menunjukkan angka 10:15 malam. Tapi karena masih ada beberapa email yang belum saya balas, saya belum beranjak dari bangku nyaman di kubikal saya. Barulah 1 jam kemudian, saat pekerjaan sudah selesai, saya mematikan komputer. Dan meraih handphone saya untuk memesan taksi online.

Saya memang sengaja menyelesaikan semua pekerjaan saya, karena saat itu Jum'at malam alias malam Sabtu. Karena esoknya weekend, saya tak mau saat libur di rumah diganggu dengan email yang belum saya balas. Atau laporan yang belum saya buat.

Dari layar hp, muncul nama driver, plat mobil serta jenis mobilnya. Disusul sang driver yang menelpon saya. Taksi dan ojek online, telah merubah kebiasaan saya dan ribuan orang lainnya dalam bertransportasi.

Dahulu, musuh dari lembur adalah kehabisan angkutan ke rumah. Pilihannya cuma 3: Ojek pangkalan yang tarifnya bikin uang lembur saya terasa gak ada artinya, jalan kaki dengan risiko dibegal atau digodain banci yang mangkal di sepanjang jalan, dan nginep di kantor! 3 option yang sama-sama gak ada enak-enaknya. Tapi, berkat kehadiran transportasi online, saya tak perlu lagi mengalami itu. Angkutan kapanpun, pesan makanan, kirim barang, beli paket data, bayar ini itu, semua sudah bisa dicover oleh aplikasi transportasi online. Dunia saya dan ribuan orang lain pun berubah.

Setelah transportasi online yang merubah masyarakat, kini ada yang baru lagi yang juga akan merubah tatanan hidup masyarakat, tapi bukan teknologi baru melainkan wabah penyakit. Lebih tepatnya adalah: Virus Corona! Yup, virus ini akan sangat berdampak dan akan merubah tatanan hidup saya dan juga mungkin semua orang.

Saya bukan tinggal di area dengan udara berbahaya yang memaksa saya untuk memaksa saya mengenakan masker setiap saya keluar rumah. Tapi, karena virus corona, saya dan semua orang kini harus melakukannya. Seterusnya mungkin. Bahkan andai pandemi ini pun berakhir, ketakutan itu tak akan hilang semerta-merta. Butuh waktu untuk saya dan sebagian orang kelak untuk berani membuka masker saat berada di publik area.

Begitupun dengan dunia usaha. Saya pernah saat sedang membeli pecel lele di warung tenda langganan, saat sedang duduk sambil menunggu pesanan saya selesai dan dibungkus untuk saya bawa pulang, si penjual yang sudah saya kenal meminta bantuan saya membuatkan website! Ya, Anda tidak salah dengar. Dia merasa harus memiliki website pecel lele miliknya ini. Setelah mendaftarkan ke 2 aplikasi pesan makanan dan memiliki akun Instagram, dia merasa perlu memiliki website. Karena ia tak mau lagi mengandalkan penjualan secara offline. Dia juga ingin merambah ke penjualan online. Karena dalam situasi tak menentu dan penyebaran virus corona yang belum dapat dihentikan, kemungkinan diberlakukannya kembali karantina wilayah bisa saja terjadi. Kalau karantina wilayah apalagi sampai lockdown, dia kuatir tak bisa berjualan kalau hanya mengandalkan transaksi offline.

Saya mendengarkan dengan manggut-manggut kecil. Saya pun bersedia akan membuatkan website dengan platform wordpress kepadanya.

Meski dari jarak sekitar 2 meter dan sama-sama kami mengenakan masker, saya bisa melihat senyum tergurat di wajahnya.

Oke, dunia memang sudah berubah.

Dan sama seperti dulu yang mungkin seseorang tak berencana akan menjadi tukang ojek setelah selesai wisuda dan menyandang gelar sarjana, kini diver ojek online bergelar sarjana bukan hal aneh. Dan sama, kelak mungkin semua usaha kaki lima akan memiliki website sebagai 'company' profile warung yang dimilikinya, selain terdaftar di aplikasi pesan antar makanan dan eksis juga di Instagram.

Hidup memang akan terus berubah. Satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri.

Semoga thread ini bermanfaat.

Referensi:
Riset Tunjukkan Gaya Hidup Orang Indonesia Berubah karena Virus Corona Covid-19