Kaskus

Story

jorghymub61Avatar border
TS
jorghymub61
JEMPUT
"Tam, belum pulang?," tanya Bu Kantin yang keluar dari pintu pagar sekolah sambil membawa banyak gembolan.

Maklum saja, namanya juga Bu Kantin, wajar kalau membawa banyak barang bawaan.

Tama tidak menjawab pertanyaan dari Bu Kantin, Ia hanya tersenyum saja sambil mengangguk karena sudah tahu kalau itu hanya basa-basi saja.

Hampir setiap hari masuk sekolah, Tama dan Bu Kantin berpapasan seperti ini.

Waktu menunjukkan pukul 5 sore, padahal Tama pulang sekolah jam 1 siang. Tama harus menunggu Ayahnya yang tidak bisa menjemput tepat waktu karena pekerjaan.

Tama harus mengikuti jadwal Ayahnya untuk menjemput sekalian dengan pedagang-pedagang di pasar yang menggunakan jasa antar-jemput sang Ayah.

Biasanya, Tama akan pulang tepat sebelum adzan maghrib berkumandang.

Apa yang dirasakan Tama?

Ya.

Sedih.

Ia berpikir, kenapa hanya dia yang harus menunggu selama itu di sekolah hampir setiap hari. Ia selalu merasa iri dengan teman-temannya yang bisa pulang, lekas, setelah bel berbunyi.

Hatinya tersayat ketika ada temannya yang berkata, "Tam, Aku pulang duluan ya," sambil dibonceng oleh orangtuanya.

Tama hanya bisa mengangguk dan tersenyum, persis ketika Ia menjawab pertanyaan basa-basi dari Bu Kantin.

Singkat cerita, waktu berlalu, Tama beranjak dewasa. Ia pun menikah, mempunyai seorang anak.

Perempuan.

Vina namanya.

Setiap hari, Tama mengantar-jemput anaknya ke sekolah. Kebetulan, Tama bekerja di rumah, online di depan komputer.

Sebelum Vina selesai mengikatkan tali sepatunya saat berangkat sekolah, Tama selalu siap duduk di atas motor yang menyala. Kadang, Vina juga diantar oleh kakeknya.

"Eh, udah jam 11 lewat ini, Vina pulang jam setengah dua belas kan?," tanya Tama ke istrinya.
"Iya, nanti ajam jam setengah dua belas kurang jalannya," jawab istri santai. Jarak antara rumah dan sekolah Vina memang cukup dekat, kalau naik motor, paling cuma 3 menit.
"Aku jalan sekarang deh," kata Tama menghiraukan saran istrinya.

Sesampainya di sekolah Vina, sepi.

Ini karena memang belum jamnya pulang sekolah.

Tama menunggu Vina keluar kelas. Ia duduk di depan kelasnya, bersandar pada tiang besar, persegi yang berwarna merah marun.

Waktu menunggu 30 menit tak berarti apa-apa bagi Tama.

"Ting, ting, ting," pertanda jam belajar telah selesai.

Tama bangun dari duduknya, melihat ke arah jendela. Sejumlah orangtua lain juga sudah terlihat ramai di sekitar sekolah.

Ada yang ngobrol, ada yang sibuk dengan handphonenya, ada pula yang berada di sebelah tama ikut mengintip kelas lewat jendela.

Tama melambaikan tangannya ke arah Vina yang kemudian disambut dengan wajah sumringah.

Setelah para murid selesai berdoa, Vina keluar dari kelas, Tama langsung menghampiri dan menggandeng tangannya.

"Yok pulang," ajak Tama. "Pa, aku mau jajan dulu," kata Vina sambil mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah Tama.

"Ya udah, jajan apa?," kata Tama. "Aku mau cilor," ucap Vina sambil menarik tangan Tama ke arah pedagang cilor.

Makanan jajanan anak SD yang standar banget.

Oleh karena suatu hal, ketika Vina naik kelas 4 SD, Tama dan istrinya sepakat untuk memindahkannya ke sekolah yang dianggapnya lebih baik.

Kali ini, jaraknya cukup jauh. 

Dengan berkendara menggunakan sepeda motor, butuh waktu sekitar 20 menit, jika tidak macet. Kalau tersendat, bisa sampai 30 menit.

Waktu penjemputan Vina oleh Tama pun tidak terlalu banyak berubah, hanya penambahan waktu berangkat saja.

Bila Vina dijadwalkan pulang pukul 1 siang, maka Tama akan berangkat sekitar jam 12 siang. atau lewat sedikit.

Setiap hari Tama melakukannya.

Ia sungguh tak ingin membuat Vina menunggu jemputan terlambat walau hanya 1 menit pun.

Jika Tama terlambat menjemput, maka Ia akan merasa sangat bersalah. Dalam satu tahun, mungkin Tama hanya 1 atau 2 kali saja terlambat menjemput. Tentu saja ini wajar, Tama juga manusia yang mempunyai kelalaian.

Tapi.

Perasaannya lumayan nyesak juga karena saat terlambat, Tama mendapatkan ambekan dari Vina.

"Papa kok telat sih? Kan aku pulang jam 1, Malesin banget," teriak Vina kesal.

Mungkin karena terlalu berharap akan mendapatkan pemakluman dari Vina. Tama merasa perjuangannya selama ini seperti sama sekali tidak dihargai.

Namun, tenang saja. Munculnya pemikiran seperti itu hanya sebentar.

Tama menyadari bahwa tidak seharusnya Ia 'baper' dengan kemarahan Vina itu.

Tama yakin, suatu saat, Vina akan menyadari tentang perjuangannya ini.

(Ini adalah Kisah Nyata dari penulisnya)
bukhoriganAvatar border
banditos69Avatar border
banditos69 dan bukhorigan memberi reputasi
2
407
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan