Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Pelibatan TNI Tangani Terorisme OPM
Spoiler for Pasukan TPNPB:


Spoiler for Video:


Kita semua mengetahui bahwa aksi terorisme selama ini selalu dikaitkan dengan umat muslim. Tapi tahukah anda bahwa sebenarnya teror itu memiliki cakupan yang sangat luas. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik).

Dari definisi tentang terorisme tersebut, maka kita dapat simpulkan, aksi terorisme sama-sama memiliki tujuan politik. Oleh karena itu, sama halnya dengan ekstremis Islam yang bertujuan menciptakan utopia versi mereka, bukankah para separatis yang menciptakan teror di masyarakat demi melepaskan diri dari suatu negar berdaulat sama saja dengan teroris? Bukankah tindakan Organisasi Papau Merdeka (OPM) membunuh rakyat sipil demi mewujudkan negara West Papua sama saja dengan aksi teror?

Contoh aksi teror mereka dapat kita lihat sepanjang bulan Agustus 2020 lalu di Kabupaten Yahukimo, Papua. Selama bulan Agustus ada tiga kali pembunuhan yang terjadi di Kabupaten itu. Korban pembunuhan pertama adalah Henry Jovinski, seorang Staf Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yahukimo. Ia dibunuh pada 11 Agustus 2020 oleh seseorang bernama Ananias Yalak alias Senat Snoll. Ananias adalah pecatan TNI yang dipecat karena menjual amunisi ke kelompok kriminal bersenjata (KKB). Insiden ini menunjukkan adanya keterkaitan pembunuh dengan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Sumber : Kompas[Ananias Yalak, Mantan Prajurit TNI Pembunuh Staf KPU Yahukimo Pernah Jual Amunisi ke KKB]

Kasus pembunuhan kedua terjadi 9 hari kemudian, atau pada 20 Agustus 2020. Korban bernama Muhammad Thoyib, seorang buruh meubel. Ia ditemukan tewas dengan sejumlah anak panah yang masih tertancap di tubuhnya. Pada bagian leher korban juga terdapat bercak darah. Tak sampai seminggu, terjadi lagi pembunuhan, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 2020. Kali ini penganiayaan dan berujung pada kematian terjadi pada seorang tukang bangunan bernama Yausan.

Atas dua pembunuhan terakhir di Yahukimo, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM Kodap XVI mengaku bertanggung jawab. Hal itu disampaikan Komandan Batalyon Mekmembenal TPNPB-OPM Kodap XVI Yahukimo, Stepen Wakla melalui Jubir TPNPB Sebby Sambom pada 31 Agustus 2020.

Sebby Sambom memperingatkan bahwa kejadian seperti di Yahukimo akan terjadi lagi di seluruh tanah Papua jika Pemerintah Indonesia tidak segera menghentikan pengiriman pasukan dan bersedia duduk bersama di meja perundingan dengan OPM di PBB. Hal ini untuk menyelesaikan konflik bersenjata dengan tujuan hak politik penentuan nasib sendiri. Hak politik yang dimaksud adalah hak untuk merdeka dan berdaulat penuh dari Indonesia.

Sumber : Suara Papua [TPNPB-OPM Nyatakan Bertanggungjawab Atas Pembunuhan Dua Tukang di Dekai Yahukimo]

Apabila kita kembali lagi ke definisi terorisme, maka sudah sangat jelas apa yang dilakukan TPNPB-OPM adalah tindakan para teroris. Mereka melakukan intimidasi dengan menggunakan kekerasan. Tujuannya pun bersifat politis : menantang kedaulatan RI di tanah Papua.

Aksi teror yang dilakukan TPNPB-OPM ataupun berbagai kelompok yang menginginkan separasi dari Indonesia tak hanya kali ini dilakukan. Sedari dulu aksi teror mereka tak kunjung berhenti. Ketika ditindak, maka mereka selalu bersembunyi di balik isu Hak Asasi Manusia (HAM). Seolah merasa menjadi korban penindasan republik ini yang terus berupaya memajukan dan membangun Papua.

Pertanyaannya, bagaimana caranya agar organ-organ kekerasan bersenjata di Papua dapat ditindak sementara isu HAM kerap kali melekat dalam rangka penumpasannya?

Pada 29 Juli 2020 lalu, pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapakan rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Dapat kita tebak, rencana Pelibatan TNI mengatasi terorisme mendapat kritikan dari berbagai pihak. Mulai dari LSM penegakan HAM, hingga perwakilan rakyat yang menyatakan peran dalam memerangi terorisme telah dilakukan berbagai lembaga linnya. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengingatkan peran TNI dalam mengatasi terorisme akan tumpang tindih dengan berbagai lembaga, seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88, dan lain-lain.

Sumber : Tirto [Mengapa Perpres TNI Tangani Terorisme Dianggap Bermasalah?]

Meskipun dianggap tumpang tindih, Pemerintahan Jokowi mendorong agar Perpres pelibatan TNI disetujui DPR. Bahkan pembahasannya terus bergulir meski diterpa berbagai kritikan. Penulis pun jadi bertanya-tanya, apakah Pelibatan TNI menangani terorisme terkait rencana penetapan organ separatis dan pemberontak bersenjata sebagai teroris?

Langkah memasukkan kelompok separatis ke dalam kelompok teroris sendiri bukanlah hal yang baru. Contohnya United Kingdom (UK) yang memasukkan organ-organ teroris terkait Irlandia Utara ke dalam database teroris negara mereka. Seperti Irish National Liberation Army, Irish Republican Army (IRA), dll. Sebagai informasi, IRA adalah organisasi separatisme yang menginginkan UK mengakhiri kekuasaan di Irlandia Utara dan menyatukan Irlandia. IRA sendiri berdiri sejak 1917, berisikan para relawan Irlandia yang menolak masuk ketentaraan Inggris pada Perang Dunia pertama. Namun dalam perjalanannya, kelompok ini menghalalkan kekerasan untuk mengintimidasi UK agar melepas Irlandia Utara.

Sumber : Gov. UK [PROSCRIBED TERRORIST ORGANISATIONS]

Selain UK, Perancis pun telah memasukkan kelompok separatis ke dalam kategori teroris. hal yang paling menyita perhatian publik internasional adalah peristiwa penyanderaan goa Ouvea, Kaledonia Baru, tahun 1988. Saat itu, Kanak and Socialist National Liberation Front (FLNKS) membunuh 4 Gendarmerie Perancis (dua di antaranya tak bersenjata) serta menahan 27 Gendarmerie lainnya. Selanjutnya mereka juga menyandera Jaksa Penuntut Umum dan 7 anggota GIGN Perancis. Dalam penyanderaan itu, FLNKS menuntut kemerdekaan atas Kaledonia Baru kepada Pemerintah Perancis. Pemerintah Perancis tentu saja menolak bernegosiasi dengan teroris.

Begitu juga di Afrika yang penuh dengan organisasi pemberontak atau separatis. Seperti halnya Inggris dan Perancis, negara-negara di Afrika telah memasukkan kelompok-kelompok separatis tersebut ke dalam organisasi teroris. Seperti Allied Democratic Forces (ADF) di Uganda, dan Lord’s Resistance Army (LRA) yang beroperasi di Uganda, Sudan Selatan, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo.

Negara-negara tersebut dengan tegas menyatakan bahwa kelompok-kelompok seaparatis yang berusaha mengancam kedaulatan negara, sebagai teroris. Lantas mengapa Indonesia tidak bisa?

Oleh karena itu, jika memang tujuan keterlibatan TNI dalam menangani terorisme terkait rencana penetapan organ separatis dan pemberontak bersenjata sebagai teroris, seharusnya diiringi perluasan definisi dan klasifikasi terorisme itu sendiri. Yakni dengan memasukkan organ-organ kekerasan bersenjata sebagai teroris. Seandainya TNI tetap dilibatkan menangani terorisme tapi subjek terorismenya masih sama, yaitu terorisme berbasis agama seperti JAD, JI, ISIS, dsb, maka akan tumpang tindih dengan lembaga lain seperti BNPT dan Polri.

Bagi penulis, sah-sah saja TNI Ikut menangani terorisme, namun dengan catatan : "Ada Perluasan Cakupan Definitif dan Klasifikasi Organ Teror baru."
Diubah oleh NegaraTerbaru 02-09-2020 20:35
raisafabianoAvatar border
edwinnambolonAvatar border
edwinnambolon dan raisafabiano memberi reputasi
2
850
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan