Kaskus

Entertainment

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
De Javu : Naas Kejagung Di Tangan Djoko Tjandra
Spoiler for Gedung Kejagung:


Spoiler for Video:


“Those who don’t know history are doomed to repeat it.” – Edmund Burke (Filsuf Irlandia)

Bagi seorang politisi dan filsuf Irlandia abad ke-18, Edmund Burke, sejarah akan terus berulang apabila kita tak tahu kisah yang telah lalu. Ucapan itu sangat fenomenal, sehingga beberapa tokoh turut mengeluarkan pernyataan yang senada, seperti George Santayana dan Presiden Soekarno.

Tapi agaknya republik ini mulai mengacuhkan sejarah, kisah yang lalu terjadi lagi sudah.

Sabtu malam 22 Agustus 2020 pukul 19.10 WIB, si jago merah melalap Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Kebakaran menghanguskan seluruh Gedung Pembinaan Kejagung yang terletak di bagian utara. Api turut membakar lantai 3 dan 4 kantor Jaksa Agung Muda Intelijen serta lantai 5 dan 6 kantor Jaksa Agung Muda Pembinaan. Ruangan Jaksa Agung ST Burhanuddin pun tak luput dari amukan api.

ST Burhanuddin yang memiliki hubungan erat dengan PDIP itu memastikan bahwa tidak ada berkas perkara dan alat bukti yang terbakar dalam peristiwa kebakaran. Termasuk berkas kasus yang selama ini menjadi perhatian publik dan turut menyeret nama Korps Adhyaksa ke dalam lumpur. Yakni keterlibatan Jaksa Pinangki Sirna Malasari di kasus Djoko Tjandra serta skandal tak diperpanjangnya red notice sejak era Jaksa Agung dari NasDem, HM Prasetyo.

Sumber : Kompas [5 Fakta Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung]

Peristiwa kebakaran di Kejagung menimbulkan berbagai spekulasi. Apalagi kebakaran di Kejagung terjadi saat semua mata memandang perkembangan kasus skandal pelarian Djoko Tjandra. Spekulasi yang beredar pun menyebut kebakaran di Kejagung bertujuan untuk menghilangkan berkas perkara yang tengah ditangani Kejaksaaan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiyono mengatakan spekulasi tersebut tidak berdasar. Dia menegaskan, berkas perkara yang ditangani Kejagung aman. Begitu pula dengan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyampaikan pernyataan senada. Menko Mahfud menjamin berkas perkara besar yang ditangani Kejagung, yakni Djoko Tjandra dan Jiwasraya 100 persen aman. Bahkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang memiliki perhatian penuh pada kasus Djoko Tjandra turut memastikan berkas kasus pelarian sang taipan tetap aman walau ada kebakaran.

Marilah kita katakan spekulasi kebakaran di Kejagung bukanlah untuk menghilangkan berkas perkara Djoko Tjandra. Tapi apakah benar kebakaran itu tak ada kaitannya dengan sengketa Bank Bali Djoko Tjandra?

Ingat, seperti yang dikatakan Edmund Burke, mereka yang tidak mengetehui sejarah, akan mengulangi kesalahan yang sama. Kebakaran di Kejagung mengingatkan kita lagi pada peristiwa buruk yang juga pernah menimpa kantor Kejagung 20 tahun lalu. 

Selasa, 4 Juli 2000 tepatnya di era Presiden Gus Dur, sebuah bom meledak di kamar mandi Gedung Bundar Kejagung. Sehari sesudahnya, ternyata ditemukan lagi dua bom di Lantai II gedung yang sama. Uniknya, saat bom ditemukan, beberapa jaksa tengah memeriksa mantan Mantan Menkeu JB Sumarlin dan Dirut PT Era Giat Prima Djoko Soegiarto Tjandra sebagai saksi atas tersangka Gubernur BI nonaktif Syahril Sabirin.

Sumber : Detik [Masih Tahun 2000, Ada Bom di Kejagung Saat Pemeriksaan Djoko Tjandra]

Lagi-lagi peristiwa naas di Kejagung berhubungan dengan perkara Djoko Tjandra. Saat itu, tengah gencarnya penyelidikan atas kasus cessie Bank Bali milik Rudy Ramli yang melibatkan Djoko Tjandra.

Pada tahun 1997, pemilik Bank Bali, Rudy Ramli kesulitan menagih piutang yang ada di Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara sebesar Rp 3 triliun. Ketiga bank itu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sehingga tagihan tak kunjung cair.

Rudy Ramli yang putus asa menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP), di mana Djoko Tjandra menjabat sebagai direktur dan Bendahara Partai Golkar saat itu, yakni Setya Novanto menjabat sebagai direktur utamanya.

Januari 1999 Rudy Ramli dan Era Giat menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih. Disebutkan, Era Giat akan menerima fee yang besarnya setengah dari uang yang dapat ditagih. Bank Indonesia (BI) dan BPPN akhirnya setuju mengucurkan uang Bank Bali sebesar Rp 905 miliar. Akan tetapi, Bank bali hanya mendapatkan Rp 395 miliar, sedangkan sekitar 60 persen atau Rp 546 miliar masuk ke rekening Era Giat.

Kabarnya, kekuatan politik turut andil mengegolkan proyek ini dan sejumlah politikus disebut-sebut terlibat untuk membolak-balik aturan agar proyek pengucuran uang berhasil. Sehingga skandal Bank Bali diduga untuk mengumpulkan dana politik. Perkara ini bahkan menyerempet nama Ketua Umum Golkar saat itu, yakni Akbar Tandjung dan Presiden RI ketiga, BJ Habibie yang juga berasal dari Golkar.

Sumber : Kontan [Skandal Bank Bali: kongkalingkong berbau politik]

Mungkin saja, skandal cessie Bank Bali ini yang menjadi salah satu alasan tersandungnya BJ Habibie sehingga laporan pertanggungjawabannya tak diterima oleh MPR di Sidang Istimewa MPR 14 Oktober 1999 silam. Peristiwa ini menyebabkan BJ Habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden serta memuluskan jalan Gus Dur naik menjadi Presiden RI ke-4.

Skandal cessie Bank Bali ini pula yang tak tuntas di era Presiden Gus Dur, sehingga menyebabkan Djoko Tjandra dapat bebas tak tersentuh tangan hukum selama bertahun-tahun lamanya.

Maka apabila kita berkaca pada sejarah, kedua kasus naas yang menimpa gedung Kejagung akan menjadi cerminan penyelesaian kasus Djoko Tjandra di masa mendatang. Apakah akan berakhir dengan lolosnya Djoko Tjandra dari tangan hukum, atau bila RI mau belajar, maka kasus kebakaran tak akan menjadi penghalang dalam penyelesaian kasus Djoko Tjandra dan sengketa cessie Bank Bali.
Diubah oleh NegaraTerbaru 25-08-2020 20:13
richardus96Avatar border
richardus96 memberi reputasi
1
780
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan