

TS
syifa2010
Kisah Mahrus Episode 1
Mahrus namanya. Ia adalah putra ke dua dari pasangan bapak MUSAI dan ibu ARNIMA. Tidak lahir dari keluarga yang terpandang atau pun kaya raya. Namun, ia hanya dibekali nyawa yang masih sampai saat ini bisa merasakan tangis dan tertawa. Menginjak usia 7 tahun. Ia pun mulai mengenyam pendidikan formal di salah satu sekolah MADRASAH IBTIDAIYAH yang tidak jauh pula dimana tempat ia tinggal..

Lambat laun, usai telah pendidikannya disana, ia pun mulai melanjutkan ke pendidikan disalah satu pondok pesantren yang tidak jauh pula dari kediamannya, jika ditempuh menggunakan motor, kisaran 15-20 menit ke tempat ia nyantri.
Dan pondok pesantren pula ia mulai mengawali cerita baru, bagaimana harus mengatur waktu, mandiri, serta harus belajar tidak boros, sebab ia memang dituntut seperti itu. Iya, begitulah memang jika menyandang kehidupan yang sederhana.
Satu tahun berlalu, rasa ingin mencicipi kehidupan mewah seperti teman sebayanya perlahan mulai menghantui. Tapi mau bagaimana lagi...
Apapun yang dijalani dan juga yang saat itu terjadi adalah sesuatu yang memang perlu disyukuri.
Bicara soal sikap dan apa yang dilakukan ia semasa dipesantren, mungkin sama seperti santri-santri yang lainnya. Ngaji, baca kitab, sekolah diniyah dan lain sebagainya.
Tetapi ada juga kegiatan selain itu, dan sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan santri lainnya, atau bahkan tidak boleh untuk meniru.
Apakah itu???
Sudah pasti hal-hal yang melenceng dari layaknya kebiasaan-biasaan seorang santri. Bagaimana ia bolos sekolah untuk pergi nonton siaran bola, atau bahkan meloncat pagar pembatas santri demi ketemu dengan pujaan hatinya.
Dari itu saya katakan bahwa tidak patut untuk di contoh.
Menginjak hampir 2 tahun ia di suatu pesantren. Eh, tiba-tiba ia meminta untuk berhenti pada keluarga. Iya namany keluarga pasti tak membolehkan, sebab semua harapan orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang pintar, cerdas, mengerti agama, atau lebih singkatnya berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Tetapi apa boleh buat...???
Ia pun memaksa untuk kembali ke kediamannya. Entah apa yang membuatnya demikian. Atau karena terlaly keseringan keluar dari pesantren hingga ia pun perlahan mulai mengenal dunia luar atau pun malam, sehingga membuat dirinya seperti demikian. Entahlah...
Ia pun memilih untuk tinggal dirumah setelah hampir 2 tahun terpenjara suci. Seminggu lebih ia masih seperti layaknya santri. Sarungan, kopya putih, atau kemeja bertuliskan kalimat-kalimat relejius.
Iya wajar saja, toh ia kan keluaran pesantren.
3-4 minggu berlalu, ia pun mulai bosan di kehidupan yang selalu seperti itu. Makan, tidur dan nonton tv saja. Sepertinya saya perlu melalukan suatu hal yang paling tidak bisa menghasilkan, pikirnya.
Karena memang dilingkungan tempat ia tinggal adalah kebanyakan orang pekerja, jadi sangat mudah untuk melakukan suatu hal yang menghasilkan, seperti yang ia pikirkan.!
Kalau ia mau bekerja berat, pasti apa yang ia inginkan tercapai. Karena memang lingkungan disitu rata-rata seorang pekerja kuli bangunan, serabutan, dan macam-macam lah pokoknya.
Mungkin sampai disini dulu seputar MAHRUS
Episode ke 2 setelah ini

Lambat laun, usai telah pendidikannya disana, ia pun mulai melanjutkan ke pendidikan disalah satu pondok pesantren yang tidak jauh pula dari kediamannya, jika ditempuh menggunakan motor, kisaran 15-20 menit ke tempat ia nyantri.
Dan pondok pesantren pula ia mulai mengawali cerita baru, bagaimana harus mengatur waktu, mandiri, serta harus belajar tidak boros, sebab ia memang dituntut seperti itu. Iya, begitulah memang jika menyandang kehidupan yang sederhana.
Satu tahun berlalu, rasa ingin mencicipi kehidupan mewah seperti teman sebayanya perlahan mulai menghantui. Tapi mau bagaimana lagi...
Apapun yang dijalani dan juga yang saat itu terjadi adalah sesuatu yang memang perlu disyukuri.
Bicara soal sikap dan apa yang dilakukan ia semasa dipesantren, mungkin sama seperti santri-santri yang lainnya. Ngaji, baca kitab, sekolah diniyah dan lain sebagainya.
Tetapi ada juga kegiatan selain itu, dan sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan santri lainnya, atau bahkan tidak boleh untuk meniru.
Apakah itu???
Sudah pasti hal-hal yang melenceng dari layaknya kebiasaan-biasaan seorang santri. Bagaimana ia bolos sekolah untuk pergi nonton siaran bola, atau bahkan meloncat pagar pembatas santri demi ketemu dengan pujaan hatinya.
Dari itu saya katakan bahwa tidak patut untuk di contoh.
Menginjak hampir 2 tahun ia di suatu pesantren. Eh, tiba-tiba ia meminta untuk berhenti pada keluarga. Iya namany keluarga pasti tak membolehkan, sebab semua harapan orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang pintar, cerdas, mengerti agama, atau lebih singkatnya berguna bagi agama, nusa, dan bangsa.
Tetapi apa boleh buat...???
Ia pun memaksa untuk kembali ke kediamannya. Entah apa yang membuatnya demikian. Atau karena terlaly keseringan keluar dari pesantren hingga ia pun perlahan mulai mengenal dunia luar atau pun malam, sehingga membuat dirinya seperti demikian. Entahlah...
Ia pun memilih untuk tinggal dirumah setelah hampir 2 tahun terpenjara suci. Seminggu lebih ia masih seperti layaknya santri. Sarungan, kopya putih, atau kemeja bertuliskan kalimat-kalimat relejius.
Iya wajar saja, toh ia kan keluaran pesantren.
3-4 minggu berlalu, ia pun mulai bosan di kehidupan yang selalu seperti itu. Makan, tidur dan nonton tv saja. Sepertinya saya perlu melalukan suatu hal yang paling tidak bisa menghasilkan, pikirnya.
Karena memang dilingkungan tempat ia tinggal adalah kebanyakan orang pekerja, jadi sangat mudah untuk melakukan suatu hal yang menghasilkan, seperti yang ia pikirkan.!
Kalau ia mau bekerja berat, pasti apa yang ia inginkan tercapai. Karena memang lingkungan disitu rata-rata seorang pekerja kuli bangunan, serabutan, dan macam-macam lah pokoknya.
Mungkin sampai disini dulu seputar MAHRUS
Episode ke 2 setelah ini






tien212700 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
229
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan