Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

MnsukraAvatar border
TS
Mnsukra
Kamu! Hujan Yang Kunantikan 3
Pernikahan

Spoiler for Kenyamanan Membaca Cerita:


Kunjungi cerita sebelumnya di bawah ini :
emoticon-rose Kamu! Hujan Yang Kunantikan
emoticon-roseKamu! Hujan Yang Kunantikan 2


Sumber Gambar : panda-assed.blogspot.com

Tenda pelaminan rapi terpasang di tengah lapangan voli depan rumahku. Kursi-kursi berjejer dengan rapi. Pagi bahagia ini masih sangat sepi, belum ada tamu yang datang, meskipun sekarang masih pukul 08.00 pagi. Matahari pun masih mengantuk untuk menjadi saksi dari gelaran pernikahan kakaku. Tertulis indah janur kuning di depan gang jalan masuk kearah tempat ini. ‘Wedding Anita Pramesti  dan Yoga Adi Purnomo’, terpampang jelas tulisan itu ada di palang pintu masuk sebuah acara resepsi. Belum lagi sebuah foto prawedding juga hadir untuk memberikan kabar bahagia.

“Semoga bahagia kakaku tercinta, aku datang kesini hanya untuk melihatmu menjadi saksi bisu kebahagiaanmu. Adikmu ini begitu kurang ajar, datang baru tadi malam. Bukan dari kemarin-kemarin hadir kesini, bahkan saat proses pelamaranmu saja aku tak tau. Oh, kakak maafkan aku yang hanya bisa melakukan bantuan kecil ini,”, batin Andre yang sangat lelah setelah tadi malam begadang demi mempersiapkan acara nikahan kakaknya.

Malam hari sangat ramai sekali, ada sanak saudara dan juga para tetangga. Mereka menikmati musik dan permainan gaple serta catur, bahkan kartu remi pun dimainkan. Mereka sudah membantu acara ini sejak H-3, jadi tidak begitu heran sampai sekarang semua sudah benar-benar rapi dan siap.

Acara pernikahannya dimulai jam sepuluh pagi. Apalagi yang kurang. Satu hal yang hampir dilupakan yaitu tata rias pengantin terkenal diaerah kami. ‘Nining Wedding Organizer’, cukup familiar di daerahku tinggal, bahkan dulu sejak aku masih SMK, ia juga merias temanku yang keduluan nikah akibat pergaulan bebas.

Kini Ibu Nining Rahayu itu menjadi perias kakak tercintaku. Ku perhatikan ia, cara-caranya merias dikamar pengantin, kakakku terbaring tanpa bergerak. Hanya yang kulihat tangan-tangan ahli bu Nining yang menari-nari di depan wajah kakaku. Sampai-sampai aku disangka bu Nining adalah mempelai prianya. “Wow, bukan-bukan bu. Saya adiknya”, kataku menjelaskan.

Sekitar kurang hampir satu jam wajah kakaku sudah berubah menjadi wanita cantik nan jelita. “Memang hebat, tangan dewa bu Ninging ini”, batinku mengomentari, lalu senyum simpulku menandakan takjub akan karyanya. Acara ijab kobul akan dimulai beberapa saat lagi. Tinggal menunggu mempelai prianya datang. Pakaian adat yang berwarna merah penuh hiasan keemasan menjadi pilihan pakaian ijab kobul.

Mempelai pria pun datang, Yoga dengan beberapa keluarganya mengiringi. Aku melihatnya baru saja turun dari mobil rombongan, aku langsung memberi tahukan keluargaku yang lainnya untuk menyambut mereka. Lalu mulai lah acara adatnya yang mempelai wanitanya itu menyambut mempelai pria, kemudian dihamburkanlah bunga-bunga dan koin receh sepanjang perjalanan mempelai wanita membawa mempelai laki-laki kerumahku.

Aku melihat kejadian itu, mataku berkaca-kaca. Seolah wajah Ratih membasahi hatiku. Teringat padanya dan ku berharap setelah acara ini aku dapat melakukan apa yang diperagakan oleh kakaku dan iparku itu. “Bukannya ini berita bagus untukmu Andre, kakakmu sudah menikah, dan kamu yang belum. Ayolaah, semalam kamu sudah ketemu Ratih dan ia pun masih tampak mengharapkanmu Andre. Jadi, kamu tunggu apa lagi,”, terus-terusan hatiku mengupayakan asmara indah bersama Ratih.

Kudengar dengan jelas “Saya nikahkan dan kimpoikan saudara Yoga Adi Purnomo dengan saudari Anita Pramesti binti Agung Setiawan dengan perangkat alat sholat serta mas kimpoi emas tiga gram dibayar tunai”, dengan tegas penghulu itu memlafalkannya kepada Yoga.

“Saya terima nikahnya dan kimpoinya Anita Pramesti binti Agung Setiawan dengan mas kimpoi tersebut di bayar tunai”, lantang suaranya sekaligus meresmikan kebahagaian mereka berdua.

Bercampur aduk hatiku menyaksikan part demi part yang hanya satu kali seumur hidup seperti itu. “Rasanya aku ingin sekali ada disitu”, kembali lagi hatiku selalu merasakannya.

Jelas terpancar aura kebahagian terdapat di rona wajah kakakku dan Yoga, serasa baru saja memasuki gerbang dunia baru. Sebuah kebahagiaan membina keluarga. Sementara aku hanya bisa duduk menyaksikan momen tersebut. Kemudian ibuku membisikkanku.

“Hey, itu lihat kakakkmu sudah ada jodohnya. Masak kamu masih belum juga. Apalagi kamu baru tadi malam pulangnya. Setelah kurang lebih 3 tahunan kamu tidak pulang kerumah, ibu kira kamu bawa seseorang, eehh ternyata hanya tangan kosong”, ledek Ibukku kepadaku yang duduk disampingku.

Ibuku memang seperti itu sifatnya, ia orangnya blak-blakkan kalo urusan begini. Tapi emang benar sih kata Ibu. “Jombloooo”.

“Ibu apaan sih, ini masih ramai, nggak enak sama yang lain,”

“Iya – iya ... Apa kamu masih ingat sama Ratih Andre?”,

“Iya masih inget”

“Udah nikah aja sama Ratih. Ajak dia kerumah”,

“Aah, Ibu bisa saja”,

Hal yang wajar jika Ibu hanya mengingat Ratih saja. Dahulu aku biasa ngajak Ratih kerumah untuk belajar bareng. Soalnya ia anak yang pintar dan pandai. Semenjak aku dekat sama Ratih aku jadi semangat untuk belajar. Ratih kalo ngajarin orang totalitas banget, sampai-sampai ia harus mengorbankan peringkatnya.

Itupun setelah Ratih benar-benar sudah nyaman denganku. Soalnya susah banget ngajak Ratih, kecuali hal-hal penting. Ketemu orang tuanya saja, galaknya minta ampun. Waktu aku maen kerumahnya malam mingguan, hanya boleh main dirumahnya saja tidak boleh maen keluar.
Setelah orang tuanya familiar denganku dan tau aku kayak gimana orangnya, baru diijinkan. Kadang-kadang ketemuan sama Ratih diluar saja, nggak langsung nyamperin kerumahnya. Orang tuanya benar-benar serem, ibunya masih mendingan, bapaknya ini yang menakutkan. Kadang-kadang aku juga tidak enak lama-lama main kerumahnya. Padahal aku suka sekali main sama adiknya yang masih 5 tahunan ketika itu.

“Gimana ya kabar adiknya rasanya pasti ia sudah SMP atau SMA kali ya. Wahh rindunya ...”, pikirku sembari mengingat kenangan itu.

Setelah acara ijab kobul itu selesai kedua mempelai pria dan wanita duduk di pelaminan. Lagi-lagi rancangan yang dilakukan tim WO bu Nining tampil dengan indahnya. Pengantin duduk di dampingi oleh kedua orang tuaku dan orang tua bang Yoga. Mereka tampil dengan serasi beserta baju adat yang dikenakan. Para tamu sudah ada yang berdatangan, baik dari saudara maupun para tetangga. Tangan-tangan mereka sibuk menyalami tamu-tamu yang berdatangan. Begitu juga dengan aku yang menjadi tangan pertama menyambut para tamu. Aku tidak sendirian, tapi di dampingi oleh keponakanku yang kira-kira masih SMA, namanya Andini.

“Tamunya masih sedikit ya, dek”,

“Iya, bang ... Oh iya, abang kok baru pulang sekarang sih”

“Sorry dek, abang masih banyak kerjaan di Bandung, jadi bisanya datang tadi malam”,

“Abang sekarang udah jauh lebih berisi dari 3 tahun lalu kalao Andin lihat”,

“Ya, begitulah ...”

Kadang-kadang lelah juga menyambut para tamu yang datang. Aku dan Andin memang dekat dari dulu, tapi karena urusan pekerjaan jadi tidak bisa pulang. Apalagi kalau bukan demi sebuah jabatan yang berhasil kudapatkan satu tahun lalu. Jadi butuh loyalitas dan kerja keras yang lebih. Walaupun terpaksa pulang, setidaknya ini sudah cukup mengobati kerinduan sama Ibu, bapak, dan lain-lainnya terutama yang sering manja-manja sama aku dulu, Andini.

Lanjutan ada di bawah!
Jangan lupa kasih cendolnya ya, semoga kalian terhibur.

Quote:


Quote:

bukhoriganAvatar border
nomoreliesAvatar border
nomorelies dan bukhorigan memberi reputasi
2
508
5
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan