Bali memang pulau yang tersohor karena tradisi dan budayanya yang masih kental. Tidak hanya menyangkut budaya sehari-hari, bahkan saat perayaan 17 Agustus pun di daerah saya yaitu Tabanan-Bali seringkali melakukan lomba-lomba yang berlandaskan tradisi adat setempat. Salah satu lomba tak terlupakan dan selalu dapat menarik perhatian adalah lomba membuat gebogan.

Gebogan adalah rangkaian buah-buahan, jajan, dan bunga yang disusun vertikal dan menggunung di atas sebuah wadah yang disebut dulang. Gebogan dalam tradisi Hindu sering dijadikan sesajen atau pelengkap upacara agama.


Foto Ilustrasi

Bagi saya, gebogan adalah salah satu yang dapat dijadikan ikon pulau bali. Jika kalian suka melihat foto bernuansa tradisi bali, pasti kalian tidak asing dengan foto para ibu-ibu yang berbaris rapi sambil berjalan dan membawa gebongan yang berisi buah dan bunga di atas kepalanya.


Foto ilustrasi

Selain dipakai saat acara sakral, gebongan juga bisa diperlombakan dan dihias sedemikian rupa menurut kreativitas. Hasil gebongan hias bisa menjadi sangat cantik bila yang menghias punya kreativitas tinggi.

Saat perayaan 17 Agustus di daerah saya, para panitia lomba 17 Agustus sering mengadakan lomba ini. Di mana pesertanya ada para pemudi dari setiap seka truni (kelompok pemudi) perwakilan dari setiap dusun. Tujuannya untuk mengenalkan generasi muda kepada tradisi membuat gebogan yang sudah ada sejak dulu sekaligus mengasah kreativitas dan bakat seni mereka dalam menghias gebogan.

Tak jarang juga ada kategori membuat gebogan untuk para ibu-ibu. Di sinilah diuji keterampilan para ibu-ibu dalam membuat gebogan sekaligus unjuk bakat menghias gebogan.

Saya pun pernah ikut mewakili lomba menghias gebogan kategori ibu-ibu PKK. Bersama para ibu-ibu yang rempong, kami bekerja sama untuk membuat gebogan terbaik versi kami. Usaha kami adalah untuk membuat gebogan yang secantik dan serapi mungkin.

Pertama-tama, kami memasang alas dulang berupa rangkaian janur berumbai-rumbai. Lalu memasang batang pohon pisang di tengah-tengah supaya bisa menancapkan buah-buahan dengan tusuk sate ke batang pohon pisang itu.

Setelah itu kami menyusun buah pisang dan apel di deretan paling bawah karena apel cukup keras dan kuat untuk menahan beban buah di atasnya. Kemudian di tingkatan kedua, kami memasang buah jeruk. Lalu di tingkat ketiga, kami memasang jajan roti kukus berwarna warni.

Setelah itu, barulah kami hiasi dengan bebungaan dan hiasan lain. Tak lupa kami memasang canang di gebogan agar tak menghilangkan nilai kesakralannya.

Lomba itu membuat kami makin bersyukur akan hasil bumi yang melimpah karunia Tuhan Yang Maha Esa. Buah-buahan lokal adalah hadiah terindah dari ibu pertiwi yang subur. Rasa cinta tanah air juga makin bertambah.

Meskipun grup saya tidak berhasil menyabet gelar juara, tetapi kami tidak berkecil hati karena kami sudah berkontribusi untuk memeriahkan acara 17 Agustus. Saya juga ikut kagum melihat karya peserta lain yang cantik-cantik.


Link ilustrasi

Begitulah cerita tentang tradisi unik saat lomba 17 Agustus di daerah saya. Semoga melalui lomba yang berlandaskan budaya setempat, generasi muda dapat lebih mengenal budaya sendiri dan mencintai budaya itu.

Saya yakin pasti di daerah lain juga memiliki tradisi unik untuk merayakan 17 Agustus. Jadi, marilah kita saling bercerita karena mengetahui keberagaman tradisi unik berlandaskan budaya di setiap daerah di pelosok Indonesia membuat kita makin kagum dengan bangsa yang "Bhineka Tunggal Ika" ini.

Dirgahayu Indonesia yang ke-75 tahun! Semoga makin jaya!