17-an, rasanya kurang meriah bila tak ada lomba. Lomba 17-an ini biasanya lomba ketangkasan, juga lucu-lucuan. Sayang, tahun ini kita gak bisa merasakan euforia 17-an ya?


Halo, jumpa lagi dengan ane, Mayya Rossa. Kali ini,ane mau sedikit cerita tentang lomba 17 an yang cukup fenomenul di kampung ane.

Udah 5 tahun ane pindah ke pondok mertua indah. Di sini, udah 3 tahun diadain lomba rutin yang memperebutkan piala bergilir, yaitu:

1. Lomba Kebersihan Lingkungan tingkat RT.
2. Lomba Pentas Seni tingkat RT.
3. Lomba Dimas Diajeng tingkat RT.

Nah, di sini, biasanya ane jadi pemain belakang layar. Selama 3 tahun, ane ngajarin anak-anak di RT ane buat mentas drama. Alhamdulillah, mereka excited banget. Mereka benar-benar menantikan momen 17 an ini. Tak jarang, ane ikut ke panggung buat melengkapi pentas mereka. Biasanya, ane baca puisi sih.

Ada yang unik saat mendampingi anak-anak ini. Mereka kadang moody an. Kadang sudah terlalu asyik dengan hape. Kadang, asyik bercanda dengan temennya. Jadi, gimana pinter-pinternya kita aja buat mencari perhatian mereka.


Anak didik ane nih, GanSist. Foto diambil di sela sesi latihan.

Di sini, ane tanamin ke mereka, untuk menampilkan yang terbaik. Bukannya ane nggak memotivasi untuk jadi juara, tapi paling tidak, jika mereka bisa menampilkan yang terbaik, mereka akan puas. Mereka menjadi juara untuk mereka sendiri, karena mereka bisa mengalahkan ketakutan saat di atas pentas. Nah, ane juga sampaikan, kalo menang, berarti itu bonus. Jadi, bila nanti mereka kalah, mereka tidak terlalu down, dan jika menang, mereka tidak sombong.
Dan hakikat seni sebenarnya tergantung pada penikmatnya.


Menang itu bonus. Dan dua tahun laku, kami borong 2 piala, Juara 1 lomba kebersihan kampung dan Juara 1 Pentas Seni.

Hal ini terbukti, saat pementasan, dari RT kamilah yang paling ditunggu, walaupun tak selalu menang. Tanggapan penonton saat kami pentas pun sangat bagus. Itu karena selalu kami sisipi dengan interaksi dengan penonton. Kami juga mencoba memasukkan sedikit pesan moral secara tersirat dalam setiap pementasan.


Salah satu adegan Tarian Nusantara


Kami juga memasukkan berbagai unsur seni, diantaranya drama, baca puisi, juga gerak tari. Untuk baca puisi ini, mereka masih belum berani. Maka, ane yang membaca.



Salah satu puisi yang disisipkan



Satu lagi, dalam setiap pementasan, pasti ane masukin unsur baju daerah, yaitu kebaya. Kenapa? Karena kita bisa ikut melestarikan baju daerah yang satu ini.



Gadis tapal batas


Setelah itu, kami ada tahap evaluasi juga. Biasanya, saat selesai pentas, mereka sudah sadar sendiri atas kesalahan dan kekurangan saat di atas panggung. Mereka juga mengingat, bagian mana yang bisa membuat penonton bereaksi. Mereka sangat senang bisa membuat penonton tertawa. Lalu, kami tonton ulang video pementasan. Nah, mereka membuktikan apa yang mereka rasa kurang tadi saat menonton video.


Nah, untuk tahun ini, kami tidak menyelenggarakan kegiatan seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi ane harap, semangat hari kemerdekaan tetap berkobar di dada. Rencananya, nanti kami akan memutar video tahun-tahun kemarin bersama-sama.

Jogja, 17 Agustus 2020

Dari ane, yang udah kangen ngajarin akting anak-anak lagi.