Seketika wajahnya memerah entah marah atau bagaimana. Aku juga tidak bisa menerka lebih. Pelupuk matanya seperti sangat berat. Ada air disana yang sedang berdesak-desakan ingin keluar. Bibir merahnya bergetar, wajahnya tegang seakan ingin meluap segala rasa yan dia kulum. Segara kuraih tangannya, lalu kugemgam berharap kehangatan mampu menjalari tangannya.

"Ada apa Tan?," ujarku lembut.

"Kala itu pernikahan saya sudah menginjak 4 tahun. Tapi kami belum dikaruniai anak. Iya saya divonis mandul. Sedangkan suami sangat menginginkan momongan. Namun meskipun demikian kami tidak pernah ribut.Iya secara lahir hubungan kami baik-baik saja. Usaha suamipun terus berkembang." Tante Ratna memulai cerita.

"Ternyata diam-diam sang suami menjalin hubungan dengan seorang perempuan. Perempuan itu adik lettingnya di kampus dulu. Kantor mereka berdampingan. Itu semua bermula karena sering ngopi bareng. Hingga mereka terjebak dalam perasaan masing-masing. Tidak sekedar itu mereka berhubungan jauh, bahkan berhubungan badan." Tante Ratna mengusap pipinya secara kasar.

"Sadisnya, perempuan itu tahu kalau lelaki tersebut sudah beristri. Selepas itu perempuan itu mengandung anak suami saya. Iya anak diluar nikah buah cinta dari hubungan haram. Perempuan jalang itu memohon untuk dinikahi agar namanya terjaga.

Disisi lain, keluarga besar menyuruh saya meninggalkan lelaki tersebut. Mulanya saya manut. Namun hati saya yang sudah terlanjur mencintainya. Diam-diam kami mengatur pertemuan setiap hari.

Jiwa ini telah dibutakan oleh cinta yang mengabaikan pengkhianatan. Apapun ceritanya saya hanya ingin bersama dia yang kusebut cinta. Telah banyak kenangan indah yang telah terlewatkan bersama. Aku tidak ingin kehilangannya.

Hati saya luluh ketika permintaan maaf berujar dari mulut suami. Iya saya memaafkan dengan syarat dia akan meninggalkan perempuan kampung itu.

"Yes, I am agree," ujarnya dengan lembut.

Apakah semua itu benar? Tidak justru dia menikahi perempuan itu. Di kediaman orang tuanya mereka mengadakan pesta. Untuk menutupi aib terhadap zurriat yang telah tumbuh dijaninnya. Saya kembali ditipu untuk kedua kalinya.

Hati saya hancur, langit-langit seakan runtuh. Hawa tidak lagi sejuk. Alam seakan begitu liar dalam pandangan ini. Sepanjang hari saya hanya bisa menghukumi diri dengan rindu. Dan cinta yang berujung nista. Kedua danau mengering karena kindung cinta telah di samarkan oleh kebencian. Persetan dengan segala rasa, saya ingin mehancurkan mereka. Saya ingin membuat mereka menyesal terhadap perbuatannya.

Berangkat dari segala kekecewaan, saya menghancurkan perusahaan suami. Perusahaannya sudah diambang kebangkrutan. Karena sebagian saham keluarga saya telah dicabut. Dan para penanam saham lain, klien bisnisnya berhasil saya hasut. Bahkan nyaris suami saya itu tidak memiliki apa-apa lagi.

Apapun yang saya lakukan tidak membuat hati puas. Malah dipicu stress menjadi-jadi. Kerap saya mengalami stress tingkat tinggi. Kemudian berakibat buruk kepada kejiwaan.

Sepuluh tahun saya mengalami gangguan jiwa yang disebut bipolar. Kak Mery membawa saya tinggal di kota ini. Untuk menjalani pengobatan instensif dengan ahli psikolog. Akhirnya saya sembuh dan bisa move on untuk semua masalah terbesar yang sudah tercicipi.

Saya bangkit perlahan-lahan. Membangum usaha fashion.
Hingga saya bisa menjadi perempuan yang go publik seperti sekarang. Tentang mereka yang telah meremukkan hati dan jiwa. Sampai detik ini hampir 21 tahun, saya tidak tahu entah kemana kedua makluk itu. Namun bila saya menginjak kaki di Kota Medan dan Padang. Maka pikiran saya seperti de javu. Rada sakit perih tak bisa terdefinisi. Makanya sangat jarang pulang kesana." Tante Ratna mengakhiri ceritanya.

Mulutku bungkam, hatiku perih. Sebagai perempuan ikut merasakan betapa beratnya pesakitan yang dirasakan Tante Ratna. Sungguh kehadiran orang ketiga menjadi momok paling menakutkan oleh setiap pasangan. Dan semoga aku tidak merasakannya.

"Tuhan semoga lelaki yang didepan ku ini tidak akan berpaling . Disaat berbagai kekurangan iya dapatkan dariku,"

The next...