- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
A Woman Story _ Part 1


TS
devarisma04
A Woman Story _ Part 1
Part 1 ; Pemerhati Lingkungan Sekolah

Saat menduduki kelas 11, teman perempuanku di kelas nyaris tak ada lagi yang jomblo. Aku selalu memperhatikan gerak-gerik mereka. Bahkan disetiap pembicaraan selalu mengarah tentang pacarnya.
Sebagai orang yang suka memperhatikan, aku menulis dalam catatanku.
“Seberapa pentingkah pacaran?”
Lalu jawabannya, aku menulisnya bergini. Hal tersebut berdasarkan logikaku.
“Sama sekali tidak bisa membawa dampak baik untuk pertumbuhan seseorang. Bahkan bisa mempersempit cara berpikir dan ruang gerak dalam berhubungan sosial. Bahkan kerap menguras emosi dan pikiran dalam sesuatu yang unfaedah.”
Sepertinya apa yang kutulis itu tidak bisa dibenarkan tanpa ada pembuktian. Aku berpikir berkali-kali apa aku harus mencoba berpacaran.
Di sekolah aku termasuk siswa yang aktif. Apalagi tulisanku selalu nongol di Mading. Semua siswa mengenaliku sebagai pencinta literasi dan fotografi. Aku memang sangat asyik dengan duniaku sendiri.
Tanpa perlu ada manusia yang disebut pacar. Ah pacaran sepertinya sama sekali bukan duniaku. Berurusan soal hati, kurasa tidak segampang aku memotret bunga.
Karena merasa tidak nyaman dengan kawan-kawan perempuan. Apalagi semenjak mereka sering comblangin aku dengan beberapa Kakak kelas. Rasanya berkumpul dengan mereka semakin malas.
Aku memang memiliki banyak teman. Kata orang aku introvert tapi sangat friendly. Akhirnya aku sering bersama anak laki-laki kelas. Mereka sangat polos soal pacaran tapi meskipun demikian. Ketiga temanku ini rajin dan pintar. Kecuali Evan yang memiliki IQ dibawah standar. Nyaris mendapat rangking nomor 1 dari belakang di kelas.
Hari itu, kami berkumpul di halaman rumahku. Mendiskusikan tentang perilaku menyimpang pada siswa di sekolah kami. Di antaranya Merokok, Pacaran dan Narkoba.
Aku sempat memergok beberapa anak laki-laki sedang merokok di belakang kelas. Soal pacaran, juga sangat di luar batas. Guru BK mengeluh terhadap para siswa yang sering ketangkap pacaran di sekolah.
Dan soal narkoba. Kami pernah mengikuti seminar tentang narkoba. Sedikit tidak ciri-ciri tersebut sudah bisa dikenali pada seseorang. Ya, aku merasa ada anak kelasku yang memakai barang haram itu.
Dan semua itu diakui olehnya sendiri. Melalui komunikasi via telepon seluler. Bahkan nyaris dia menceritakan secara detail. Ya, akhirnya aku lebih paham terhadap kondisi pemakai tersebut.
Setelah itu aku kembali mendiskusikan dengan ketiga teman polosku. Kami sama-sama penasaran terhadap tiga perilaku menyimpang yang dilakukan siswa. Yaitu merokok, pacaran dan narkoba.
Itulah duniaku mengamati, mempelajari dan mengambil pelajaran. Lalu menulis ditempelkan di Mading meskipun nyaris tak ada mau membacanya.
Aku tak pernah berpikir kedepan harus berusan dengan obat-obatan. Sama tidak terlintas dalam benakku. Bagaimana mungkin aku berusan dengan semua itu karena sangat fobia dengan rumah sakit dan obat-obatan.
Di sekolah akhir-akhir ini banyak siswa yang tertangkap pacaran. Kepala sekolah sudah memanggil semua siswa dan memberikan hukuman setimpal. Menurutku itu sangat memalukan.
Seorang teman dari berbeda kelas datang menghampiriku. Diah Kumala, seorang temanku sedari SD cuma kami tidak pernah kelas.
“Fi, ada yang nitip salam buatmu!”
“Waalaikum salam, siapa?”
“Surya! Kenalkan Abang leting kita dulu?”
“Oh dia!”
“Fi, Bang Sur minta nomor HPmu. Gimana?”
“Buat apa?”
“Mau sharing samamu karena diakan mahasiswa komunikasi. Gimana Fi?”
“Oh yaudah kasih aja!”
“Oke, cocok samamu Fi!”
“Tolong Di, aku profesional dalam berkawan.”
“Apasalahnya coba. Kitakan udah dewasa apalagi Cuma sekedar mengenal.”
Aku menatap Diah malas. Lantas segera bergegas meninggalkannya di ruang OSIS itu. Tanpa melihat kebelakang lagi.
**
Sepulang sekolah aku melihat ada notifikasi chat dari nomor tak dikenal. Ternyata Diah sudah mengirim nomorku pada Bang Surya.
Hampir lima belas menit. Aku melayani chat lelaki yang dua tahun dariku. Lumayanlah asyik dia masih seperti dulu.
Dia sering menceritakan tentang kuliahnya. Bang Surya anak yang aktif di pers kampus. Profesi yang sangat kusukai.
Aku merasa senang berteman dengannya. Setidaknya aku telah memiliki seorang teman yang serumpun dan sejalur denganku.
Hari demi hari aku semakin sering berkomunikasi dengannya. Tentang mading, atau tentang apa saja. Mengenai dunia literasi dan jurnalis.
Hingga ketika liburan kuliah. Bang Surya datang bertamu ke rumah. Dia semakin gagah dan dewasa. Aku sedikit canggung berkomunikasi dengannya. Apalagi secara bertatap muka.
The Next......

Saat menduduki kelas 11, teman perempuanku di kelas nyaris tak ada lagi yang jomblo. Aku selalu memperhatikan gerak-gerik mereka. Bahkan disetiap pembicaraan selalu mengarah tentang pacarnya.
Sebagai orang yang suka memperhatikan, aku menulis dalam catatanku.
“Seberapa pentingkah pacaran?”
Lalu jawabannya, aku menulisnya bergini. Hal tersebut berdasarkan logikaku.
“Sama sekali tidak bisa membawa dampak baik untuk pertumbuhan seseorang. Bahkan bisa mempersempit cara berpikir dan ruang gerak dalam berhubungan sosial. Bahkan kerap menguras emosi dan pikiran dalam sesuatu yang unfaedah.”
Sepertinya apa yang kutulis itu tidak bisa dibenarkan tanpa ada pembuktian. Aku berpikir berkali-kali apa aku harus mencoba berpacaran.
Di sekolah aku termasuk siswa yang aktif. Apalagi tulisanku selalu nongol di Mading. Semua siswa mengenaliku sebagai pencinta literasi dan fotografi. Aku memang sangat asyik dengan duniaku sendiri.
Tanpa perlu ada manusia yang disebut pacar. Ah pacaran sepertinya sama sekali bukan duniaku. Berurusan soal hati, kurasa tidak segampang aku memotret bunga.
Karena merasa tidak nyaman dengan kawan-kawan perempuan. Apalagi semenjak mereka sering comblangin aku dengan beberapa Kakak kelas. Rasanya berkumpul dengan mereka semakin malas.
Aku memang memiliki banyak teman. Kata orang aku introvert tapi sangat friendly. Akhirnya aku sering bersama anak laki-laki kelas. Mereka sangat polos soal pacaran tapi meskipun demikian. Ketiga temanku ini rajin dan pintar. Kecuali Evan yang memiliki IQ dibawah standar. Nyaris mendapat rangking nomor 1 dari belakang di kelas.
Hari itu, kami berkumpul di halaman rumahku. Mendiskusikan tentang perilaku menyimpang pada siswa di sekolah kami. Di antaranya Merokok, Pacaran dan Narkoba.
Aku sempat memergok beberapa anak laki-laki sedang merokok di belakang kelas. Soal pacaran, juga sangat di luar batas. Guru BK mengeluh terhadap para siswa yang sering ketangkap pacaran di sekolah.
Dan soal narkoba. Kami pernah mengikuti seminar tentang narkoba. Sedikit tidak ciri-ciri tersebut sudah bisa dikenali pada seseorang. Ya, aku merasa ada anak kelasku yang memakai barang haram itu.
Dan semua itu diakui olehnya sendiri. Melalui komunikasi via telepon seluler. Bahkan nyaris dia menceritakan secara detail. Ya, akhirnya aku lebih paham terhadap kondisi pemakai tersebut.
Setelah itu aku kembali mendiskusikan dengan ketiga teman polosku. Kami sama-sama penasaran terhadap tiga perilaku menyimpang yang dilakukan siswa. Yaitu merokok, pacaran dan narkoba.
Itulah duniaku mengamati, mempelajari dan mengambil pelajaran. Lalu menulis ditempelkan di Mading meskipun nyaris tak ada mau membacanya.
Aku tak pernah berpikir kedepan harus berusan dengan obat-obatan. Sama tidak terlintas dalam benakku. Bagaimana mungkin aku berusan dengan semua itu karena sangat fobia dengan rumah sakit dan obat-obatan.
Di sekolah akhir-akhir ini banyak siswa yang tertangkap pacaran. Kepala sekolah sudah memanggil semua siswa dan memberikan hukuman setimpal. Menurutku itu sangat memalukan.
Seorang teman dari berbeda kelas datang menghampiriku. Diah Kumala, seorang temanku sedari SD cuma kami tidak pernah kelas.
“Fi, ada yang nitip salam buatmu!”
“Waalaikum salam, siapa?”
“Surya! Kenalkan Abang leting kita dulu?”
“Oh dia!”
“Fi, Bang Sur minta nomor HPmu. Gimana?”
“Buat apa?”
“Mau sharing samamu karena diakan mahasiswa komunikasi. Gimana Fi?”
“Oh yaudah kasih aja!”
“Oke, cocok samamu Fi!”
“Tolong Di, aku profesional dalam berkawan.”
“Apasalahnya coba. Kitakan udah dewasa apalagi Cuma sekedar mengenal.”
Aku menatap Diah malas. Lantas segera bergegas meninggalkannya di ruang OSIS itu. Tanpa melihat kebelakang lagi.
**
Sepulang sekolah aku melihat ada notifikasi chat dari nomor tak dikenal. Ternyata Diah sudah mengirim nomorku pada Bang Surya.
Hampir lima belas menit. Aku melayani chat lelaki yang dua tahun dariku. Lumayanlah asyik dia masih seperti dulu.
Dia sering menceritakan tentang kuliahnya. Bang Surya anak yang aktif di pers kampus. Profesi yang sangat kusukai.
Aku merasa senang berteman dengannya. Setidaknya aku telah memiliki seorang teman yang serumpun dan sejalur denganku.
Hari demi hari aku semakin sering berkomunikasi dengannya. Tentang mading, atau tentang apa saja. Mengenai dunia literasi dan jurnalis.
Hingga ketika liburan kuliah. Bang Surya datang bertamu ke rumah. Dia semakin gagah dan dewasa. Aku sedikit canggung berkomunikasi dengannya. Apalagi secara bertatap muka.
The Next......
Diubah oleh devarisma04 08-08-2020 11:01
0
249
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan