- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Budiman Sudjatmiko : Hadiah KAMI Untuk Orde Baru Jokowi - Prabowo
TS
NegaraTerbaru
Budiman Sudjatmiko : Hadiah KAMI Untuk Orde Baru Jokowi - Prabowo
Spoiler for Budiman Sudjatmiko:
Spoiler for Video:
Senin 3 Agustus 2020, berkumpullah tokoh-tokoh yang tak asing di dunia perpolitikan Indonesia. Lebih tepatnya mereka yang selama ini selalu mengkritik Pemerintahan Jokowi. Seperti Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Refly Harun, Ichsanuddin Noorsy, dan Said Didu.
Sejumlah tokoh tersebut ternyata berkumpul untuk mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Koalisi itu mereka dirikan karena menganggap saat ini Indonesia telah melenceng jauh dari cita-cita pendiri bangsa. Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan koalisi ini adalah gerakan moral yang betujuan untuk menyelamatkan negara agar tidak dikuasai oligarki dan dinasti politik.
Dengan kata lain, KAMI adalah gerakan oposisi atau antitesis terhadap pemerintahan Jokowi.
Sumber : Jatim Times[Hadiri Deklarasi KAMI, Din Syamsuddin hingga Rocky Gerung Bahas Ini!]
Terbentuknya KAMI mendapat reaksi dari pihak yang kini tengah berada di barisan pemerintah. Salah satunya datang dari politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko. Menurut salah satu pemberitaan, Budiman diduga menyindir pembentukan KAMI, sebagai ‘hadiah’ oposisi bagi Presiden Jokowi.
“Saya ingin mengucapkan selamat pada pak @jokowi yang selalu beruntung. Memerintah 2 periode dan dapat ‘hadiah’ oposisi” ujar Budiman dalam postingannya di Twitter.
Budiman menambahkan, bahwa tidak masalah KAMI terbentuk, “ini bagian dari demokrasi,” ujarnya. Siapapun yang berkuasa tidak perlu takut dengan oposisi dari orang-orang sakit hati. Mereka tidak mengancam. Namun yang patut diwaspadai adalah orang yang tidak pernah dikecewakan karena harta dan jabatan, tetapi orang tersebut beroposisi.
“Beri ruang kebebasan. Tapi cermati yang beroposisi padamu tanpa kamu pernah menyakitinya karena jabatan & harta. Mereka lawanmu yang tangguh,” kata Budiman.
Terakhir Budiman menyampaikan bahwa dalam kompetisi politik sangat berlawanan dengan kompetisi akademik, sebab yang diadu pertama kali bukanlah intelektual, melainkan otoritas moral untuk mendapatkan dukungan publik. “Di dunia akademik, apapun perilakumu tak menguragi kebenaran idemu,” pungkas Budiman.
Sumber : Jambi Ekspres [Sindir Pembentukan KAMI, Budiman Sudjatmiko: Selamat Pak Jokowi dapat ‘Hadiah’ Oposisi]
Apabila kita melihat pemberitaan media, maka sekilas cuitan Budiman Sudjtamiko tentang ‘Hadiah oposisi’ KAMI ke pemerintahan Jokowi hanyalah sebagai sindiran bagi mereka yang selalu mengkritik pemerintahan. Apalagi Budiman Sudjatmiko merupakan politikus partai yang menjadi cikal bakal dari Presiden Jokowi.
Tapi benarkah cuitan itu hanyalah sindiran? atau sebaliknya, merupakan cita-cita demokrasi dari seorang Budiman Sudjatmiko.
Pada hakikatnya, pengakuan dan pelaksanaan demokrasi di suatu negara tidak akan banyak berarti jika pemerintah yang ada berjalan tanpa pengimbang atau tanpa kontrol yang efektif dari oposisi. Pemerintah yang berjalan tanpa kontrol efektif dari oposisi akan lebih dekat dengan bentuk pemerintahan oligarkis atau otoriter ketimbang demokratis. Ada Koalisi pemerintah maka ada pula oposisi pemerintah. Ada tesis ada antitesis. Ada kebijakan, ada kritik.
Namun Indonesia, sebagai sebuah negara yang katanya menjunjung tinggi demokrasi, hingga kini belum dapat dikatakan sebagai negara yang berhasil dalam menumbuhkan oposisi yang kuat. Apalagi setelah Pemilu 2019 lalu, muncullah dinamika politik yang tidak sewajarnya terjadi di negara demokrasi. Pihak Prabowo yang kalah dalam Pemilu, justru bergabung dalam pemerintahan.
Akibatnya bisa kita lihat dari kenyataan perpolitikan Indonesia saat ini. Banyak dari pihak oposisi yang memilih untuk bergabung dalam koalisi. Timbul kebingungan dalam demokrasi, oposisi yang lemah dan sebagian dari koalisi bimbang menempatkan diri karena seharusnya mereka berada di pihak oposisi.
Ketimpangan dalam demokrasi ini yang menyebabkan banyak pihak menilai Pemerintahan Jokowi tak ada ubahnya dengan Pemerintahan Orde Baru. Masa di mana oposisi tidak menjalankan perannya dengan baik. Pemerintah dapat seenaknya berbuat semena-mena tanpa kotrol.
Bukankah pemerintahan terlalu kuat dan otoriter menjadi dasar bergeraknya Budiman Sudjatmiko dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) lewat manifesto 22 Juli 1996 serta menggulingkan Pemerintahan Orde Baru Soeharto di era reformasi 1997-1998? Bukankah salah satu yang dikritik Budiman Sudjatmiko saat itu adalah jauhnya Orba dari sistem yang demokratis?
Konsistensi Budiman Sudjatmiko terhadap keseimbangan dalam demokrasi itu pula yang menyebabkannya memilih masuk PDIP pada 2004. Saat di mana PDIP kalah pamor dari Demokrat yang menjadi pucuk pemerintahan. Budiman bersama-sama rekannya memilih masuk ke PDIP yang sedang menurun tapi punya potensi. Padahal jika ingin untung, tentunya ia akan lebih memilih salah satu partai koalisi pemerintah saat itu. Tapi ia memilih PDIP dan menjadi oposisi demi cita-cita demokrasi.
Sumber : Koran Tempo [Budiman Sudjatmiko: Kami Bukan Oportunis]
Diubah oleh NegaraTerbaru 08-08-2020 11:58
sorayamanaf dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.2K
19
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan