Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mpmedianewsAvatar border
TS
mpmedianews
Mengapa Pemerintah Sulit Mengekstradisi Buronan dari Luar Negeri?


MerahPutih.com - Kasus Djoko Tjandra memperlihatkan bagaimana pemerintah Republik Indonesia kewalahan mengektradisi seorang buronan dari luar negeri. Bahkan, dengan enaknya, buronan kasus cessie bank Bali itu bebas masuk Tanah Air.

Dari kasus tersebut, pengamat politik Ujang Komaruddin menilai, sulitnya pemerintah membawa buronan dari luar negeri karena mereka melakukan tindak pidana korupsi tidak sendirian. Kemungkinan melibatkan banyak pejabat negara. Jadi sudah pasti akan sulit diungkap.

"Para pengusaha itu kan membobol uang negara tidak sendirian. Pasti ada backing. Pasti melibatkan banyak orang. Entah pejabat birokrasi, partai politik, atau penegak hukum," ujar Ujang kepada MerahPutih.com, Jumat (24/7)

Terdakwa kasus Bank Bali sekaligus Dirut PT Era Giat Prima, Djoko S Tjandra mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Rabu (23/2/2000). (ANTARA FOTO/Maha Eka Swasta/mp/aa).
Dosen Universitas Al-Azhar itu menuturkan, tidak heran dan aneh Djoko Tjandra bisa dengan bebas keluar masuk Indonesia. Dan bebas jalan-jalan di Tanah Air.

"Pemerintah bekerja tidak maksimal, cenderung ala kadarnya. Bahkan terkesan para pejabatnya berkolaborasi dengan para buronan. Mungkin saja waktu Djoko Tjandra korupsi dibantu oleh oknum pejabat di pemerintahan. Jadi, kasusnya cenderung ditutup-tutupi dan dibiarkan," sambungnya.

"Indikasinya kan di depan mata, kasus Djoko Tjadra saja yang jelas-jelas ada di depan mata, tidak ditangkap, malah dilindungi. Ini kan lucu, aneh, dan ajaib," tegasnya.

Berkeliarannya Djoko Tjandra di Indonesia juga sangat mengherankan. Pasalnya, buronan Kejaksaan Agung itu sudah mendapatkan red notice dari Interpol. Namun, ia dengan begitu mudah keluar masuk Indonesia.

Padahal, pemerintah Indonesia memiliki perjanjian ekstradisi buronan antarnegara. Maka menurutnya, hal itu mempermudah aparat penegak hukum untuk menangkap para buron.

"Namun yang terjadi kan sebaliknya, para buronan yang ada di negara yang memiliki perjanjian ekstradisi pun dibiarkan saja," pungkasnya.

Sementara itu, pengamat politik Ray Rangkuti menilai, kasus lolosnya Djoko Tjandra bukanlah peristiwa luar biasa. Menurut Ray, setelah dua minggu instruktsi Menkopolhukam Mahfud MD untuk menangkap Djoko Tjandra, alih-alih tertangkap, malah kejadian lain terungkap.

"Seperti adanya surat jalan Djoko ke Pontianak. Perintah pak Mahfud MD sama sekali tidak ampuh di lapangan. Dalam situasi dan kultur seperti ini, maka hajat pak Mahfud MD untuk membentuk gugus tugas anti korupsi itu akan berujung anti klimaks," jelas Ray kepada MerahPutih.com di Jakarta, Jumat (17/7).

Ray menuturkan Menkopolhukam harus terlebih dahulu membentuk karakter dan kultur anti korupsi di lingkungan aparat penegak hukum. Tanpa dua hal ini, akan sia-sia membentuk lembaga apapun namanya yang berkaitan dengan gerakan anti korupsi.

Seturut dengan itu, Menkopolhukam harus mendorong adanya sanksi yang berat kepada para pelaku. Tentu saja tidak cukup dengan hanya sementara tanpa pekerjaan (non job), lebih dari itu sanksi pemecatan bahkan pidana harus juga disertakan.

"Sebab, pelakunya adalah aparat penegak hukum sendiri. Maka sanksinya bisa dua kali lebih berat dari warga biasa," jelas Direktur Lingkar Madani Indonesia ini.

Selain Djoko Tjandra, masih banyak buronan asal Indonesia yang masih berada di luar negeri. Di antaranya, Eddy Tansil yang kabur sejak 1996. Kemudian, Harun Masiku. Dan, satu buronan yang baru ditangkap yakni tersangka pembobolan kas PT Bank Negara Indonesia (Tbk) Maria Pauline Lumowa.

Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkap ada 53 pelaku tindak pidana korupsi yang kabur ke luar negeri dari jumlah tersebut, 40 orang yang masih buron, satu orang telah menyerahkan diri dan 12 orang sudah tertangkap.

Proses untuk membawa buronan ini tidak mudah, bahkan harus melalui mekanisme politik antar negara, bukan hanya melibatkan aparat penegak hukum. Tapi kemauan politik antar negara, terutama di negara yang tidak punya perjanjian ekstrasi terhadap para pelaku kejatan tertama korupsi seperti dengan Singapura yang jadi surga pelarian koruptor.


Sumber: Link
0
378
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan