Indonesiainside.id, Jakarta — Majelis Permusyawratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh mendukung kebijakan pemerintah Turki mengembalikan fungsi Hagia Sophia (Ayasofya) sebagai masjid. Menurut Wakil Ketua MPU Tengku Bulqaini Tanjungan, Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap dunia Islam dan membantu orang-orang lemah di berbagai belahan dunia.

“Maka tidak ada alasan untuk tidak mendukungnya dalam isu Hagia Sophia,” ujar Tengku Bulqaini melalui siaran pers kepada Anadolu Agency pada Senin (27/7).

Tengku Bulqaini mengatakan pihaknya menyambut gembira kebijakan Erdogan ini.  Apalagi Hagia Sophia pernah berabad-abad lamanya menjadi masjid sebelum kemudian diubah menjadi museum.

Menurut Tengku Bulqaini, kebijakan Presiden Erdogan ini dapat dipahami sebagai upaya mengangkat martabat umat Islam di pentas dunia.  “Umat Islam di Turki telah mampu keluar dari intervensi asing yang selama ini membelenggu tekad umat Islam untuk bangkit,” ujar Tengku Bulqaini.

Hal serupa disampaikan Teuku Zulkhairi selaku akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dia mengatakan bahwa Turki saat ini perlahan-lahan sudah berhasil bangkit dari keterpurukan panjangnya.

“Sekarang Turki menjadi negara penting dan tidak bisa didikte negara lain, khususnya dalam kasus Hagia Sophia ini,” ujar Zulkhairi.

Zulkhairi juga mengatakan reaksi kemarahan yang ditunjukkan oleh Yunani kepada Turki menunjukkan cara berpikir mereka sangat intoleran.  “Yunani dan negara-negara Barat lainnya menyoal Turki yang mengubah Hagia Sophia kembali menjadi masjid, tapi pada saat yang sama negara-negara Barat justru mengubah ratusan masjid warisan Utsmaniyah (Ottoman) menjadi gereja,” terang Zulkhairi. (AA/NE)

 https://indonesiainside.id/news/nusantara/2020/07/27/ulama-aceh-mendukung-kembalinya-fungsi-hagia-sophia-jadi-masjid

Suka2 kau lah. Turki memang berhak atas Hagia Sophia setelah menaklukkan Byzantium 5 abad lalu.

Sama halnya Israel yg berhak atas sebagian wilayah Palestine setelah menang perang Arab-Israel 1948 & Perang Enam Hari.